Belasan Ribu WP Daftar Hapus Denda
Pansus Raperda Minta Banyak Masukan
SURABAYA – Pemkot Surabaya melalui badan pengelolaan keuangan dan pajak daerah (BPKPD) memberikan fasilitas pembebasan denda PBB. Fasilitasi itu berakhir pada 30 Juni atau kurang sembilan hari lagi.
Data dari BPKPD hingga kemarin (20/6), total ada 15.235 wajib pajak (WP) yang telah memanfaatkan fasilitas bebas denda PBB itu. Total, 45.584 surat pemberitahuan pajak terutang telah dikeluarkan. Total dana yang terkumpul dari program itu mencapai Rp 31,9 miliar.
Kepala Bidang Penagihan dan Pengurangan Pajak BPKPD Surabaya Agung Supriyo Wibowo mengungkapkan bahwa pihaknya tidak hanya pasif dalam memberikan fasilitas bebas denda PBB itu. Tapi, juga aktif mendatangi wajib pajak yang tercatat memiliki tunggakan dan denda. Mereka hanya perlu membayar biaya pokok. Denda PBB dianggap lunas. ”Dengan penagihan doorto-door,” jelas dia kemarin.
Agung menjelaskan, para petugas yang menagih itu tidak bisa dan memang tidak boleh langsung menerima uang dari wajib pajak. Uang untuk pembayaran PBB tersebut harus disetorkan melalui bank. ”Rata-rata terselesaikan yang sebelumnya tidak mau membayar itu,” imbuh dia.
Biasanya, para wajib pajak itu enggan melunasi pajaknya karena objek pajak tersebut adalah tanah kosong atau belum dimanfaatkan. Selain itu, ada bangunan yang diperuntukkan gudang, tapi tidak digunakan alias kosong. ”Ada juga yang tidak mau membayar itu karena tanahnya sudah dipecah-pecah. Sedangkan tagihannya masih pada tanah induk,” ungkap Agung.
Sementara itu, panitia khusus (pansus) pembentukan perda PBB membutuhkan lebih banyak masukan lagi dari masyarakat Kota Surabaya. Sebab, pembahasan perda yang menyangkut nasib besar kecilnya pembayaran PBB setiap lahan dan rumah di Surabaya itu menyisakan sedikit waktu. Perda tersebut harus disahkan pada awal Agustus.
Namun, sebelum pengesahan tersebut, dibutuhkan waktu untuk sinkronisasi dengan aneka peraturan di Pemprov Jawa Timur. Karena itu, waktu yang tersedia paling tidak tiga pekan lagi atau sampai pertengahan Juli sesuai rencana dari pansus di Komisi B DPRD Surabaya tersebut.
Anggota pansus perda PBB Achmad Zakaria mengungkapkan masih terbuka bagi masyarakat untuk mengirimkan ide dan terobosan dalam penerapan tarif PBB tersebut di pansus. Sebelumnya, memang ada sepuluh orang yang diundang pansus untuk didengar pendapatnya terkait dengan PBB itu.
”Tapi, bukan tidak mungkin ada usulan atau masukan yang positif dari LSM konsumen, perguruan tinggi, dan ormas soal PBB itu. Kami imbau supaya bisa memberikan ide-ide dan masukannya segera,” ujar Zakaria kemarin.
Tentu saja, ide-ide itu juga disertai argumen dan bukti-bukti yang cukup kuat atau rasional. Dengan demikian, ide tersebut bisa diterapkan dalam sistem pembayaran PBB di Surabaya.
Sejauh ini, banyak masukan yang diterima pansus perda PBB. Di antaranya, penghitungan besaran pajak tidak hanya berdasar zonasi, tapi juga tiap persil. Penghitungan itu dianggap cukup adil untuk menghindari generalisasi suatu zonasi yang dekat dengan perumahan mewah atau gedung tinggi.
Selain itu, ada usulan agar wajib pajak tahu dulu nilai jual objek pajak (NJOP) sebelum ditetapkan. NJOP dipergunakan sebagai salah satu dasar penarikan PBB.
Zakaria menyebutkan, perda itu kelak juga mencantumkan penghapusan PBB untuk bangunan tertentu. Selama ini, ketentuan tersebut belum ada sehingga masyarakat hanya diberi keringanan. Tapi, tidak sampai penghapusan.
”Di sejumlah kota atau daerah lain penghapusan PBB itu bisa. Misalnya, untuk rumah para anak cucu pahlawan,” jelas dia.