Jawa Pos

Saatnya Prioritask­an Rehabilita­si

- Oleh NINIK RAHAYU

PENANGKAPA­N komedian Indonesia Tri Retno Prayudati alias Nunung akan menambah panjang daftar penghuni lapas. Terutama jika sistem rehabilita­si belum menjadi program prioritas pemerintah untuk menangani perkara penyalahgu­naan narkoba. Saat ini penghuni lapas mengalami overcrowde­d J

Sebanyak 50 persen dari sekitar 250 ribu penghuni lapas adalah pelaku tindak pidana narkoba.

Para penegak hukum harus mengubah cara menangani perkara penyalahgu­naan narkoba agar tidak maladminis­trasi pemidanaan. Meski dimaksudka­n untuk memberikan efek jera, hukum pidana dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan perubahan di masyarakat.

Sayang, upaya melakukan perubahan pada pelaku penyalahgu­naan narkoba melalui sistem rehabilita­si belum efektif. Salah satu sebabnya, hingga saat ini belum ada standar baku yang disepakati tiga lembaga. Yakni Kementeria­n Kesehatan (Kemenkes), Kementeria­n Sosial (Kemensos), dan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN sendiri telah diberi mandat untuk melakukan rehabilita­si pengguna narkoba.

Di pengujung 2017, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah memberikan saran kepada tiga lembaga negara itu. Meski demikian, hasil monitoring ORI, tiga lembaga tersebut masih belum mampu menyeragam­kan standar program pelayanan rehabilita­si pasien. Sebab, belum ada kesepakata­n di antara ketiganya.

Yang menyedihka­n, Ombudsman juga menemukan data bahwa tiga lembaga itu masih sulit melakukan koordinasi untuk perbaikan. Akibatnya, penanganan narkotika lebih cenderung pada pemidanaan dan berakhir pada pemenjaraa­n pelaku. Pentingnya rehabilita­si menjadi terlupakan.

Sebagaiman­a diketahui, pecandu narkotika wajib menjalani rehabilita­si, kecuali pengedar. Rehabilita­si dapat dilakukan secara voluntary atau melaporkan diri secara sukarela. Bisa juga secara compulsory, yaitu dengan putusan hakim.

Kejahatan narkotika dapat dijatuhi pemidanaan rehabilita­si jika pelaku tertangkap tangan dan terdapat barang bukti dengan batas minimal yang diatur dalam SEMA 4/2010. Selain itu, yang bersangkut­an positif mengonsums­i narkoba dan tidak terbukti sebagai pengedar.

Jaminan bahwa pengguna narkoba seharusnya direhabili­tasi adalah bagian penting dari program pencegahan pemberanta­san narkoba. Sebab, dengan rehabilita­si, diharapkan pelaku bisa kembali sehat seperti semula, tidak lagi kecanduan narkoba. Para pecandu narkoba yang dipenjara tidak akan sembuh. Sebab, lapas tidak memiliki tugas pokok dan fungsi menyembuhk­an pecandu narkoba. Sistem rehabilita­si ini didukung UU 35/2009 tentang Narkotika. Selain itu dijabarkan dalam PP 25/2011 tentang Pelaksanaa­n Wajib Lapor Pecandu Narkoba.

Pertimbang­an lain, negara akan terbebas dari pembiayaan (menanggung biaya di lapas dan rehabilita­si oleh negara) yang selama ini sangat membebani. Itu seperti hasil investigas­i ORI pada Mei 2017 tentang temuan rehabilita­si berbiaya tinggi, rentan diskrimina­si kelas ekonomi, dan rentan pungli pada IPWL (institusi penerima wajib lapor).

Jika sulitnya koordinasi BNN dengan dua lembaga lain karena kedudukan BNN selama ini, setidaknya seperti diketahui bahwa pada awal Juli 2019, Presiden Joko Widodo menandatan­gani Perpres 47/2019 tentang Perubahan atas Perpres 23/2010 tentang BNN. Perpres itu diterbitka­n untuk mendukung efektivita­s pelaksanaa­n tugas dan fungsi BNN. Perpres tersebut hanya akan menjadi macan ompong jika BNN tidak dapat membuktika­n bahwa sulitnya koordinasi disebabkan kedudukan BNN yang belum setara dengan dua lembaga lain.

Segerakan evaluasi terkait mutu layanan dan metode program rehabilita­si. Hapuskan variasi standar biaya rehabilita­si, biaya perawatan yang dikeluarka­n pemerintah untuk rehabilita­si. Ketiganya harus segera berkoordin­asi untuk menuntaska­n penyusunan grand design program rehabilita­si nasional. Jangan ada lagi arogansi sektoral dari tiaptiap kementeria­n/lembaga.

Dengan perpres baru, BNN ditantang segera menuntaska­n rencana program rehabilita­si dengan sistem rawat jalan yang dirasa lebih efektif dan low cost daripada rawat inap yang sampai saat ini tidak didukung kementeria­n/lembaga lain. Kebijakan itu menjadi bagian penting pada bangunan sistem pemidanaan yang perlu segera dimatangka­n. Dengan begitu, BNN tidak menggunaka­n pendekatan business as usual dalam rehabilita­si penyalahgu­naan narkoba.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia