Jawa Pos

Desak Mundur Carrie Lam

Unjuk Rasa Masuk Pekan Ketujuh

-

Daripada berlindung di balik tameng polisi, lebih baik Carrie Lam mencabut RUU Ekstradisi dan memberikan hak untuk memilih chief executive baru." JOSHUA WONG Sekjen Partai Demosisto

HONGKONG, Jawa Pos – Lautan manusia kembali memadati distrik komersial utama Hongkong kemarin (21/7). Ratusan ribu warga berjalan kaki dari Victoria Park menuju kantor perwakilan Tiongkok di Hongkong. Mereka menuntut Chief Executive Carrie Lam mengundurk­an diri dan membatalka­n Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi.

Sejak Jumat (19/7), kepolisian mengantisi­pasi unjuk rasa anti pemerintah tersebut. Dalam razia menjelang demonstras­i akhir pekan lalu, aparat menemukan 2 kilogram bahan peledak, 10 bom molotov, larutan asam, dan sejumlah senjata di kawasan Tsuen Wan. Kepada media, aparat menyatakan bahwa lokasi penemuan itu adalah laboratori­um bom rakitan. Tiga pria yang berusia 25–27 tahun diamankan dalam razia tersebut.

”Kami juga menemukan setumpuk selebaran anti-RUU Ekstradisi di lokasi tersebut,” kata Alick Mcwhirter, kepala pasukan gegana atau Explosive Ordnance Disposal (EOD) Bureau, kepada CNN akhir pekan lalu. Hasil razia itu membuat polisi memperketa­t pengamanan unjuk rasa yang puncaknya berlangsun­g kemarin tersebut.

Yang menarik dari unjuk rasa kemarin adalah kehadiran sekelompok orang tua. Sambil berjalan menuju kantor perwakilan Tiongkok, mereka membagikan bunga kepada siapa saja yang dijumpai di jalanan. ”Kami di sini untuk anak-anak kami. Kami

ingin mereka aman,” ujar Rocky Tsui kepada South China Morning Post. Pria 50 tahun itu tidak melarang anaknya berunjuk rasa. Namun, dia tidak bisa tenang jika membiarkan putranya berunjuk rasa sendirian.

Para orang tua itu juga ingin memastikan anak-anak mereka aman. Sebab, unjuk rasa yang sudah enam kali berlangsun­g tiap akhir pekan itu rata-rata berujung bentrokan.

Tidak seperti enam unjuk rasa sebelumnya, kemarin tidak banyak polisi yang berjaga. Termasuk di kantor perwakilan Tiongkok yang menjadi tujuan akhir long march. Massa menerobos barikade yang dipasang petugas. Barang-barang yang digunakan untuk memblokade jalan pun lantas dipakai untuk menutup lalu lintas di pusat kota.

”Kami di sini untuk menyatakan bahwa Beijing-lah yang melanggar nilai-nilai dasar Hongkong,” ujar Tony, pendemo, kepada Agence France-Presse. Bersamaan dengan penerobosa­n barikade itu, keributan kecil pecah di beberapa titik.

Massa juga melempari gedung perwakilan Tiongkok dengan telur. Sebagian dari mereka juga menghias bangunan itu dengan grafiti. Isinya tentu saja pesanpesan anti-RUU Ekstradisi. Massa mengaku siap bertahan di pusat kota sampai tuntutan mereka agar Lam mundur dipenuhi.

Sekitar pukul 22.00 waktu setempat polisi antihuru-hara mulai bergerak. Aparat membubarka­n massa dengan menembakka­n gas air mata. Padahal, menurut The Straits Times, waktu unjuk rasa baru habis pada pukul 23.59 waktu setempat. Hingga berita ini ditulis pada pukul 22.00 WIB, massa masih bertahan dan terus melawan petugas yang berusaha mengusir mereka.

Kemarin Civil Human Rights Front (CHRF) memperinga­tkan aparat agar tidak nekat. ”Jika sampai ada keributan atau insiden, itu sepenuhnya tanggung jawab polisi,” ujar Koordinato­r CHRF Jimmy Sham Tsz-kit.

Sejak parlemen Hongkong membahas RUU Ekstradisi, stabilitas terguncang. Dengan digawangi CHRF dan Demosisto, partai politik yang dipimpin Joshua Wong, massa menentang proposal tersebut. Aksi damai yang berlangsun­g selama hampir sebulan sejak lahirnya RUU itu tidak membuat Lam melunak. Massa pun nekat.

Serangkaia­n unjuk rasa anarkistis memaksa Lam menunda pembahasan RUU tersebut. Namun, protes berlanjut. Kini rakyat menuntut Lam lengser. Mereka menghendak­i pemimpin baru yang bukan antek Beijing.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia