Tak Bisa Lagi Mendidik Siswa Pakai Cara Lama
Pendidikan keluarga merupakan pilar penting bagi anak sebelum masuk usia sekolah. Menanamkan nilai kejujuran, moral, bahkan pendidikan seks perlu dilakukan sejak dini. Berikut obrolan wartawan bersama Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Kemendikbud Suk
Putra Hartanto
Jawa Pos
Agas Angka partisipasi sekolah semakin turun seiring meningkatnya jenjang pendidikan. Bagaimana upaya pemerintah untuk menaikkan angka partisipasi sekolah?
Pemerintah tidak kurang-kurang memberikan fasilitas pendidikan untuk memudahkan masyarakat miskin. Mulai kartu Indonesia pintar (KIP), dana BOS (bantuan operasional sekolah), hingga sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB). Prinsip zonasi adalah pemerataan. Siswa dari keluarga tidak mampu bisa belajar di sekolah negeri terdekat dari rumahnya. Tidak ada istilah sekolah favorit. Semua sama. Mungkin efeknya bisa kita rasakan tiga tahun ke depan. Tapi memang masih ada anak lebih milih bekerja dapat uang daripada sekolah. Biasanya yang tinggal di daerah dengan ekonomi kurang, desa, dan pelosok.
Kekerasan anak di sekolah juga masih kerap terjadi. Baik seksual, verbal, maupun fisik. Bagaimana peran orang tua membekali anak?
Orang tua harus menanamkan nilai kejujuran, keterbukaan, sopan santun, dan norma-norma lainnya sedini mungkin. Dengan begitu, tumbuh rasa saling menghargai, menghormati, dan bertutur kata yang baik. Khusus untuk antisipasi kejahatan seksual, orang tua harus memberi tahu anaknya bahwa ada bagian tubuhnya yang tidak boleh disentuh orang lain, siapa pun.
Dengan merebaknya isu kekerasan anak di sekolah. Apa yang harus dilakukan guru untuk mendisiplinkan siswa?
Ada istilah pengasuhan positif. Pendisiplinan tanpa kekerasan. Era sekarang tidak bisa siswa dididik seperti dulu. Rambut panjang dipukul, dipotong, atau dibotakin. Tidak boleh. Karena ada Undang-Undang Perlindungan Anak. Guru harus mempelajari itu. Jangan ditabrak. Nanti ujung-ujungnya malah pidana. Prinsipnya, apa yang kita tidak suka, anak juga tidak suka. Misalnya, dihina, dipermalukan di depan orang lain gara-gara nilainya jelek. Itu kan sudah menyinggung. Apalagi dipukul, disuruh lari keliling lapangan. Ya kalau kuat, kalau ternyata punya penyakit tertentu. Kan repot.
Apakah ada arahan pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan yang ramah anak?
Di samping ketentuan sekolah ramah anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kami punya Permendikbud 82/ 2016 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Dalam peraturan tersebut tegas tidak boleh ada pelecehan, penganiayaan, perpeloncoan, pemerasan, pencabulan, hingga pemerkosaan di sekolah. Dalam aturan tersebut, pihak sekolah yang melakukan pembiaran itu saja kena sanksi. Hanya, memang pihak sekolah belum tentu membaca aturan itu.