Finis Race dengan Bahu Terluka Parah
Dari 1 Kilometer yang Berat, Putu Luwung Sindunata Malah Hobi Triathlon ’’Aku babak belur ikutan race kemarin. Berat.’’ Kalimat itu kerap muncul saat runners merasa kepayahan setelah melewati race yang, menurut mereka, susah. Luwung pun pernah merasakan i
NAMANYA Putu Luwung Sindunata. Panggilannya Luwung. Dalam bahasa Bali, luwung berarti bagus. Karena itu, saat berlari atau bersepeda, Luwung kerap kecele. ’’Sering, aku merasa ada yang manggil aku. Luwung, Luwung. Tapi, pas ditoleh, orangorang kok enggak ada yang ngeliat aku. Terus sadar, oh ya, mereka enggak lagi manggil aku,’’ katanya riang.
Perempuan kelahiran 1 Juli 1989 itu punya banyakceritaseruseiringdengankegemarannya bersepeda dan berlari. ’’Awalnya karena beer belly,’’ paparnya saat dijumpai di Kayuh Bali, Sanur, Bali, beberapa waktu lalu. Luwung mengatakan, dirinya mulai serius berolahraga ketika rekannya bercanda dengan mengatakan bahwa Luwung sudah mirip suksuk-suksuk alias om-om dalam bahasa Tionghoa.
Dia menggambarkan, dirinya saat itu berperut ndut karena kebanyakan minum bir dan makan enak. ’’Sehari bisa makan lima kali. Pipi chubby dan itu beer belly .... Oh men...,’’ ujarnya kocak. Dimulailah perkenalan penghobi foto itu dengan lari.
Sejatinya Luwung suka surfing. Pantai dan ombak adalah temannya. Tetapi, dia merasa surfing saja tidak cukup. ’’Joging lah saya. Satu kilometer di tepi pantai. Waktu itu rasanya 1 kilometer seperti 10 kilometer,’’ kenangnya.
Luwung yang masih memilih lari sendiri tanpa teman kemudian mengikuti race pertamanya. Bali Marathon 2013. Mengambil kategori 10K, Luwung mengatakan bahwa pengalaman pertama ikut race tersebut sangat berkesan. ’’Habis lari besoknya enggak bisa jalan,’’ ujar lajang kelahiran Denpasar, Bali, itu, lantas terbahak.
Tetapi, 10K itu malah bikin Luwung penasaran. Dia mulai berkenalan dengan komunitas lari di Bali. Pada 2014, Luwung mengambil race 21K di Bali Marathon dan menjadi virgin marathon 42K di Singapore Standard Chartered Marathon. Selepas itu, Luwung bosan lari. Dia memilih bersepeda sebagai alternatif menanggulangi kejenuhan lari. Tetapi, dari situlah kemudian alumnus Raffles Design Institute Singapore itu terepincut triatlon.
Sungailiat Triathlon 2015 menjadi race triatlon pertamanya. Mengambil kategori Olympic distance, Luwung sukses membawa podium 2 kategori usia 25 tahun ke bawah. Catatan waktunya 03:48:13. ’’Tetapi, itu podium hoki. Hoki karena peserta yang ikut di kategori usia itu enggak banyak,’’ paparnya, kemudian tertawa. Di tahun yang sama, pada Agustus, Luwung ikut Bali Triathlon. Mengambil Olympic distance juga.
Dua bekal Olympic distance itu membuatnya percaya diri untuk naik kelas. Dia mengambil Sungailiat Triathlon 2016 kategori long distance. Itu setara dengan kategori Iron Man 70.3. Yaitu, 1,9K berenang, 90K bersepeda, dan 21K berlari. Dengan cut-off-time 8 jam 30 menit, Luwung percaya diri bisa menyelesaikan race tersebut. Tetapi, ternyata tantangannya sangat besar. ’’Tidak familier dengan setting sepeda,’’ katanya.
Luwung mengatakan, dirinya ’’termakan’’ ide menggunakan aero handlebar pada sepedanya. Padahal, dia belum pernah menggunakan peranti tersebut saat latihan. Karena menggunakan aero bar, semua settingan sepeda pun harus berubah. ’’Karena setting-annya belum familier, jadinya kagok. Dalam satu kesempatan, aku jatuh,’’ kenangnya. Empat sampai lima kali dia terjatuh. ’’Bagian bahu bawah rasanya nyeri sekali. Tapi, enggak terlalu dipikirkan. Aku ngerasa ya wajar sakit.
Kan abis jatuh,’’ ulasnya.
Tetapi, Luwung merasakan ada yang aneh setiap melewati kerumunan warga setempat yang memberikan semangat di pinggir-pinggir jalan. ’’Mereka itu melongo dan terkesima melihat saya. Terus kasih semangat yang luar biasa. Saya heran. Tapi, ya lanjut aja. Yang penting waktu itu menyelesaikan leg sepeda,’’ katanya.
Pertanyaan Luwung tentang keheranan orang-orangyangmelihatnyaterjawabbegitu memasukitransisilari.’Adayangtanya,’Luwung, yaampun...itukenapa’?Temansayaitusambil menunjuk punggung,’ katanya.
Mendapat pertanyaan itu, luwung langsung melihat bagian punggung yang sakit. Ternyata punggungnya sudah terbuka. Kulitnya terkelupas. Darah di mana-mana. Luwung hampir menyerah. Tetapi, dia merasa sudah terlanjur. ’’Mau selesai, tapi sayang. Dilanjutkan, tapi payah,’’ ujarnya.
Akhirnya, dengan tekat besar, dia melanjutkan
run leg sepanjang 21K. Berlari terus sudah susah. Jalan, lari, jalan. Itu yang dia lakukan. ’’Akhirnya finis. Catatan waktunya 8 jam 27 menit 14 detik. Nyaris COT,’’ katanya.
COT long distance Sungailiat Triathlon adalah 8 jam 30 menit. Kurang 3 menit COT Luwung berhasil melewati garis finis. Kapok? ’’Dua bulan habis itu enggak mau lihat sepeda,’’ tuturnya. Tetapi, kapoknya runners kan kapok lombok. Sebab, enggak sampai enam bulan kemudian Luwung ikut Bali International Triathlon 2016. Kategorinya
Olympic distance. Super.