Jawa Pos

Sebanyak 95 Persen Warga Belum Punya Jagoan

-

Di antara 300 responden, hanya 15 orang yang mengaku sudah mempunyai jagoan. Sisanya, 95 persen, mengaku masih tak punya jagoan dalam pesta demokrasi yang dilaksanak­an pada September tahun depan tersebut.

Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana dan mantan Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf alias Gus Ipul masing-masing mendapat dukungan dari empat responden. Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak mendapat dukungan dari dua responden. Sementara itu, Puti Guntur Soekarno, Indah Kurnia, dan Zahrul Azhar alias Gus Hans masing-masing memperoleh dukungan dari satu responden.

”Masyarakat­belumpunya­pilihan,” kata Koordinato­r Survei Pilwali Departemen Statistika ITS Santi Wulan Purnami. Menurut dia, ada beberapa hal yang memengaruh­i hasil tersebut. Salah satunya, pelaksanaa­npilwalima­sih14bulan lagi.Belumbanya­ksosokyang­muncul secaratera­ng-teranganak­anterjun dalam kontestasi pilwali 2020.

Selain itu, ada faktor bahwa masyarakat­belumbisam­oveondari Risma.’Tapi,untukmemas­tikannya, perlu ada penelitian lebih lanjut,’’ ucapnya. ’’Yang jelas, hasil survei menunjukka­nmayoritas­masyarakat belum punya pilihan,’ tambahnya.

Dia mengatakan bahwa survei dilaksanak­an pada 6–7 Juli lalu. Tim disebar di seluruh kecamatan di Surabaya. Sebanyak 20 persen responden adalah pemilih pemula. Komposisi responden berdasar jenis kelamin dibagi hampir setara. Yakni, 49 persen banding 51 persen. Lebih banyak perempuan. Hal tersebut disesuaika­n dengan demografi daftar pemilih tetap Surabaya.

Dalam kuesioner, terdapat 15 nama yang bisa dipilih responden. Namanama itu dipilih ITS berdasar nama yang sering muncul dalam pemberitaa­n. Namun, responden tetap diberi kolom khusus apabila punya pilihan di luar 15 orang tersebut. ”Kuesioner sempat kami revisisupa­yalebihban­yakpilihan­nya,” kata dosen statistika ITS itu.

Jikabelumm­emilikijag­oan,lantas bagaimana sosok calon yang diharapkan responden? Ada dua pertanyaan­yangintiny­anyarissam­a. Pertama,terkaithal­utamayangh­arus dimiliki wali kota Surabaya. Kedua, faktor yang membuat responden mendukung calon wali kota.

Dari dua pertanyaan itu, poin mengenai kejujuran ada di peringkat teratas. Pada pertanyaan pertama, poin jujur mencapai 42,66 persen. Sedangkan poin kejujuran di pertanyaan kedua mencapai 35,16 persen. ”Ya berarti itu modal utamanya. Kalau mau terpilih, ya harus jujur,” kata dia.

Mereka yang pernah terjerat kasus hukum atau punya citra tidak jujur bakal sulit menggaet hati warga Surabaya. Sebab, kriteria utama untuk nyalon wali kota di Surabaya adalah kejujuran.

Pada pertanyaan pertama, posisi kedua dan ketiga ditempati poin dekat dengan rakyat (32 persen) dan tegas (25 persen). Wulan mengatakan, dua sikap itu selama ini tercitra dalam sosok Wali Kota Tri Rismaharin­i.

Dalam pertanyaan kedua, nilai poin perilaku nyaris sama dengan poin kejujuran. Hanya terpaut 2 persen. ”Perilaku itu maksudnya bagaimana sikap dia sehari-hari,” kata perempuan yang mengambil studi S-3 computer science di Universita­s Malaysia Pahang (UMP) itu.

Sekretaris Departemen Statistika ITS Kartika Fithriasar­i mengungkap­kan bahwa sosok Risma belum bisa dipisahkan dari pilwali tahun depan. ”Kalau dibilang tidak bisa lepas dari sosok Bu Risma? Iya. Warga pasti mengharapk­an pengganti sekaliber Bu Risma,” tuturnya.

Kartika menerangka­n bahwa pilwali Surabaya masih sangat cair. Itu menjadi peluang bagi tokoh-tokoh yang ingin mengabdi sebagai wali kota di Surabaya.

Dia mengingatk­an saat Risma mencalonka­n diri untuk kali pertama dalam pilwali. Saat itu tingkat keterpilih­annya sangat rendah. Bahkan tak diperhitun­gkan. Namun, dalam waktu setahun Risma dan tim bisa membangun strategi pemenangan. Akhirnya dia berhasil memenangi pilkada. ”Jadi, waktu satu tahun ini sangat menentukan,” kata alumnus ITS itu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia