NU-Muhammadiyah Dorong Oposisi yang Kuat
Minta Ingatkan Pemerintah jika Melenceng
JAKARTA, Jawa Pos – Wacana parpol yang ingin ramai-ramai masuk dalam gerbong pemerintah memicu kekhawatiran terkait lemahnya kontrol atas kinerja pemerintahan lima tahun mendatang. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merasa prihatin atas kondisi politik tersebut. Dua ormas Islam terbesar itu mengingatkan sebagian parpol agar sebaiknya berada di luar pemerintahan untuk menjalankan fungsi kontrol.
”Kita butuh oposisi yang kuat agar bisa mengingatkan pemerintah,” tutur Sekjen PB NU Helmy Faishal Zaini seusai diskusi kebangsaan di sekretariat Persatuan Alumni GMNI, Cikini, Jakarta Pusat, kemarin (22/7).
Dalam membangun negara, jelas Helmy, harus ada pembagian tugas. Ada yang berada di eksekutif untuk menjalankan program-program pemerintah. Di sisi lain, dibutuhkan peran oposisi untuk menjalankan fungsi check and balance. ”Kalau melenceng, pemerintah harus diingatkan. Inilah pentingnya oposisi yang konstruktif,” imbuhnya.
PB NU setuju jika format koalisi dilanjutkan pascapilpres. Artinya, parpol penyokong Jokowi-Ma’ruf diberi kesempatan untuk menjalankan pemerintahan. Misalnya PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, dan PPP. Sedangkan partai pengusung Prabowo-Sandi menjadi oposisi yang konstruktif di luar pemerintahan. Antara lain Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN. ”Pola itu sudah benar. Tinggal dilanjutkan saja,” ucapnya.
PB NU menilai pemerintahan Jokowi-Ma’ruf menghadapi tantangan besar lima tahun ke depan. Setidaknya ada tiga pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan. Persoalan utama, beber Helmy, adalah isu ekonomi. Pemerintah diminta bergerak cepat dalam mengatasi persoalan ekonomi yang stagnan. Juga menyiapkan lapangan kerja untuk mengurangi angka pengangguran. ”Kesenjangan ekonomi ini PR utama,” ujar mantan anggota DPR itu.
Berikutnya adalah masalah terorisme dan radikalisasi. Termasuk di dalamnya isu hukum dan keamanan. PR lainnya menyangkut pembangunan sumber daya manusia. Dalam kaitan itu, kelompok oposisi bisa memainkan peran strategis. Baik mengontrol kebijakan pemerintah maupun menawarkan kebijakan alternatif. ”Oposisi tidak perlu khawatir karena rakyat juga bersama mereka,” imbuh Helmy yang juga mantan menteri pembangunan daerah tertinggal.
Sementara itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) MuhammadiyahAbdulMu’timenyatakan, proses politik dalam membentuk formasi oposisi harus dihargai. Hal itu juga merupakan bagian dari hak partai politik. ”Prinsipnya harus punya komitmen untuk memajukan bangsa,” katanya.
Pihaknya berharap ada parpol yang konsisten menjalankan peran oposisi. Mereka bisa menjadi kekuatan kontrol atas kebijakan pemerintah. ”Kalau oposisi berjalan baik, tidak ada yang melenceng,” ucapnya.