Jawa Pos

Anak Kecil kok Main Angkat Besi

-

DARAH angkat besi mengalir deras pada diri Windy Cantika Aisah sejak kecil. Bakatnya diturunkan dari sang ibu yang juga mantan lifter nasional, Siti Aisah. Sang ibu pernah meraih perunggu Kejuaraan Dunia Angkat Besi 1988.

Cantika baru berumur 8 tahun ketika dikenalkan Siti pada olahraga angkat besi. Gadis mungil itu diajari teknik-teknik mengangkat beban. Dimulai dari yang ringan-ringan seperti paralon yang diberi semen. Barbel ala-ala itu dibuat sang ayah, Asep Hidayat. ’’Latihannya di rumah, di depan TV. Saya ngangkat sambil nonton,’’ kenang Cantika, lantas tertawa malu.

Dia tertarik mendalami angkat besi karena cerita-cerita perjuangan sang ibu semasa aktif sebagai lifter nasional. Siti sering memperliha­tkan album-album kenangan saat meraih medali di setiap turnamen. Apalagi, di rumah mereka di Bandung, terpajang foto-foto sang ibu ketika menjadi juara dunia.

Menginjak SMP, Cantika mulai serius menekuni olahraga otot tersebut. Dia masuk Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar (PPLP). Tidak banyak waktu untuk berkumpul dan bermain dengan teman sebaya. Sepulang sekolah, Cantika beristirah­at sebentar untuk makan siang. Lalu, dia berangkat latihan. Kadang Cantika juga iri melihat temanteman­nya bisa bebas bermain.

Selain itu, sejak rutin berlatih, Cantika berteman akrab dengan cedera. Mulai lutut, hamstring, tulang duduk, pinggang, hingga pergelanga­n tangan. Semua pernah dia rasakan. Dia sampai rutin mengunjung­i dokter. Bahkan, saat sudah berada di pelatnas, baru-baru ini gadis tersebut diisukan punya sakit jantung. ’’Itu masa yang panjang. Disuruh rontgen juga. Semua dokter waktu itu bilang nggak setuju kalau anak kecil main angkat besi. Tapi tetap jalani, sudah telanjur,’’ ceritanya.

Sampai akhirnya, latihan keras Cantika berbuah manis. Dalam kejuaraan pertama yang diikuti, Kejurnas 2013, dia berhasil membawa pulang dua perak dan satu perunggu. Tahun lalu dia juga diminta ikut seleksi untuk Youth Olympic Games 2018 di Buenos Aires, Argentina. Dari segi prestasi, dia terpilih. Namun, karena sebuah alasan, dia tidak jadi berangkat. ’’Kecewa banget. Sudah persiapan segala macam, tapi nggak diberangka­tin. Perasaanny­a, ya... Tidak terbayangk­an. Kan itu Olimpiade, tapi khusus buat remaja,’’ tuturnya. Namun, dari situlah dia akhirnya dilirik pelatnas. Anak bungsu tiga bersaudara. Dua kakaknya cowok semua.

Menganggap sosok ibu sebagai panutan sekaligus motivator.

Sering berpindahp­indah sekolah.

Dua kali saat masih SD dan dua kali saat SMP. Saat ini dia berstatus siswa Jurusan IPS SMA 1 Handayani Pameungpeu­k, Bandung, Jawa Barat.

Sejak kecil punya bakat menggambar.

Kejuaraan yang paling diingat adalah Kejurnas 2013. Dia meraih 2 perak dan 1 perunggu.

Lifter belia Windy Cantika Aisah membetot perhatian publik. Gadis 17 tahun itu baru beberapa bulan bergabung di pelatnas angkat besi. Namun, potensinya sudah terlihat mengerikan. Harus diasah dengan benar agar tak salah langkah.

KEMUNCULAN Windy Cantika Aisah di pentas angkat besi nasional sebenarnya agak terlalu dini. Dia masuk pelatnas karena kondisi darurat. Pelatnas kehilangan dua lifter putri secara beruntun. Pertama,

Sri Wahyuni Agustiani yang menikah, lalu hamil. Kemudian, penggantin­ya, Acchedya Jaggadhita tersandung kasus doping.

Resmi bergabung dengan pelatnas pada Februari, Cantika langsung bersinar. Langsung bernyali ketika diterjunka­n ke Kejuaraan Asia 2019 di Ningbo, Tiongkok. Padahal, jaraknya tak sampai dua bulan. Tentu saja dengan melawan lifterlift­er dari Tiongkok dan Korea Utara yang menguasai berbagai event dunia, dia tidak meraih medali. Namun, cewek yang berlaga di kelas 49 kg itu pulang dengan membawa tiga rekor dunia remaja!

Rekor itu dia pertajam saat terjun di IWF Junior World Championsh­ips alias Kejuaraan Dunia Junior 2019 di Suva, Fiji, bulan lalu. Lifter kelahiran Bandung, 11 Juni 2002, tersebut melengkapi pembaruan rekornya dengan menyabet tiga perak. Hasil di dua kejuaraan itu melontarka­n Cantika ke peringkat ke-18 dunia.

Seperti Sri dan Acchedya, Cantika juga diproyeksi­kan untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Karena itu, dia harus mampu menembus posisi delapan besar. Bukan hal yang tidak mungkin, sebenarnya. Namun, Cantika mengakui bahwa target tersebut cukup berat. Apalagi, usianya masih belia. Juga, dia masih anak kemarin sore dalam angkat besi level dunia.

”Lifter senior saja susah payah dan butuh waktu panjang (untuk menembus Olimpiade, Red), apalagi saya,” tutur Cantika saat ditemui Jawa Pos di mes pelatnas angkat besi di Kwini, Jakarta Pusat, pekan lalu. ”Rasa takut pasti ada. Tapi, kata pelatih, jalanin aja dulu. Dapat syukur, nggak dapat ya nggak apa-apa. Mengalir saja. Jalani dengan enjoy,” papar dia.

Meski dipersiapk­an untuk lolos ke Tokyo, pelatih pelatnas Dirdja Wihardja mengatakan bahwa target utama Cantika adalah meraih emas Asian Games 2022. Menurut dia, Cantika punya potensi besar. Namun, karena usianya masih belia, otot-ototnya belum matang. PB PABSSI masih memperkuat hal-hal dasar terlebih dahulu. Cantika bisa mencapai peak performanc­e sekitar tiga tahun lagi. ”Cantika kan masih muda. Kami tidak terlalu memberikan latihan yang berat. Yang utama, mempersiap­kan otot supaya bisa meningkatk­an power dia,” jelas Dirdja. ”Tapi, yang jelas, dia punya semangat dan disiplin. Itu modal yang bagus,” tambahnya.

Saat ini Cantika memiliki total angkatan terbaik 179 kg. Dirdja mengatakan, untuk bisa lolos ke Tokyo, remaja dari Bandung, Jawa Barat, itu harus bisa mencapai total angkatan setidaknya 185 kg. Bukan hal mudah menambah 6 kg lagi dalam waktu kurang dari setahun.

Di sisi lain, Cantika unggul dalam kecepatan. Namun, dia masih harus menyempurn­akan angkatan clean and jerk. ”Itu karena basic power masih kurang. Kalau angkatan snatch, dia sudah luar biasa,” puji Dirdja.

Untuk itu, Dirdja menargetka­n secara bertahap. Cantika diproyeksi­kan untuk mengikuti enam turnamen sebelum bisa menyandang predikat olympian (peserta Olimpiade). Dua turnamen sudah Cantika lalui dengan baik. Lalu, tahun ini Cantika masih bisa mengikuti IWF World Championsh­ips 2019 (kejuaraan dunia), Asia Junior Championsh­ips (Kejuaraan Asia Junior) 2019, dan SEA Games 2019.

”Pertama, angkatan jangan sampai gagal. Bisa fatal karena nggak dapat poin. Kedua, bisa meningkatk­an total angkatan. Sedikit demi sedikit, yang penting meningkat,” jelas Dirdja.

Jika dari tiga turnamen itu posisi Cantika bisa masuk delapan besar, beres. Namun, kalau hingga saat itu posisi dia belum aman, masih ada satu kejuaraan lagi yang bisa diikuti pada April 2020. Good luck, Cantika!

 ?? CHANDRA SATWIKA/JAWA POS ?? GEULIS: Windy Cantika Aisah di pelatnas angkat besi Mes Kwini, Jakarta Pusat, Jumat lalu (19/7). Meski diproyeksi­kan terjun di Olimpiade 2020, target dia sesungguhn­ya adalah emas Asian Games 2022.
CHANDRA SATWIKA/JAWA POS GEULIS: Windy Cantika Aisah di pelatnas angkat besi Mes Kwini, Jakarta Pusat, Jumat lalu (19/7). Meski diproyeksi­kan terjun di Olimpiade 2020, target dia sesungguhn­ya adalah emas Asian Games 2022.
 ?? CHANDRA SATWIKA/JAWA POS ?? TINGKATKAN POWER: Cantika menjalani tes angkatan bulanan (28/6). Total angkatanny­a semakin baik.
CHANDRA SATWIKA/JAWA POS TINGKATKAN POWER: Cantika menjalani tes angkatan bulanan (28/6). Total angkatanny­a semakin baik.
 ?? WINDY CANTIKA FOR JAWA POS ?? DARAH LIFTER: Cantika bersama ibunya, Siti Aisah (kanan), dan sang ayah, Asep Hidayat.
WINDY CANTIKA FOR JAWA POS DARAH LIFTER: Cantika bersama ibunya, Siti Aisah (kanan), dan sang ayah, Asep Hidayat.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia