Asal Diberi Kesempatan, Bisa Lampaui Risma
RISMA memang wali kota yang baik. Dia juga berhasil mengangkat Surabaya ke level yang lebih tinggi. Namun, bukan berarti sosok Risma tidak tergantikan. Terlebih, warga Surabaya juga harus move on dari Risma yang telah menjabat dua periode. Mau tidak mau, warga Surabaya harus menentukan pilihannya pada sosok pengganti Risma tahun depan.
Sekretaris DPC Partai Gerindra A.H. Thony menuturkan, hanya kesempatan yang bisa membuktikan adanya figur yang lebih baik atau setara dengan Risma. Menurut dia, Risma hebat karena menjadi wali kota sehingga punya semua sumber daya hingga anggaran untuk menggerakkan serta mewujudkan kebijakan. ’’Bisa jadi lebih baik dari Bu Risma kalau diberi kesempatan menjabat. Asal punya political will dan kesempatan,’’ kata Thony kemarin (22/7)
J
Caleg terpilih di DPRD Surabaya itu mengungkapkan soal pendidikan. Misalnya, masih banyak yang harus diselesaikan. Salah satunya kisruh penerimaan peserta didik baru. Terutama yang berkaitan dengan keberpihakan yang adil antara sekolah negeri dan swasta. Saat ini sekolah swasta ibarat orang yang menjerit karena kekurangan murid.
’’Bisa jadi nanti orang-orang yang perlu dimunculkan adalah yang punya latar pendidikan kuat. Sebut saja M. Nuh, mantan Mendikbud. Juga, Azrul Ananda yang begitu dekat dengan dunia anak muda dan sekolah,’’ kata Thony.
Tokoh-tokoh lain bisa saja berasal dari birokrat seperti Sekda Hendro Gunawan, Kepala Bappeko Eri Cahyadi, atau Kepala Dishub Surabaya Irvan Wahyudrajad. ’’Dari politikus juga bisa seperti yang duduk di komisi D bidang pendidikan. Sebut saja Baktiono atau Pak Sutadi,’’ tambahnya.
Dari hasil survei ITS, masih ada beberapa hal yang menjadi PR Risma. Ketua DPD PKS Surabaya Akhmad Suyanto mengungkapkan, memang masih ada persoalan yang belum terselesaikan di bidang kesehatan. Yakni, pemerataan fasilitas kesehatan. Di Surabaya Timur bagian selatan belum ada rumah sakit pemkot. Begitu pula di wilayah selatan bagian barat.
’’Semestinya sudah ada rumah sakit umum daerah Kota Surabaya di wilayah-wilayah itu. Ide tersebut sudah lama, tapi belum juga bisa diwujudkan,’’ kata Suyanto.
Dia menuturkan, birokrasi yang lama mungkin menjadikan kebijakan dalam dunia kesehatan di Surabaya belum bisa bergerak cepat. Namun, dengan pemimpin yang punya manajerial yang bagus, kendala itu pasti bisa diatasi. ’’Karena sarana kesehatan merupakan kebutuhan vital. Sandang, pangan, papan, dan kesehatan harus jadi prioritas ke depan,’’ paparnya. takan bahwa Risma tak memiliki kekurangan apa pun. Artinya, mayoritas warga sudah puas dengan kinerja Risma.
Sekretaris Departemen Statistika ITS Kartika Fithriasari mengatakan, angka 58 persen tersebut begitu besar. Dari banyak problem kota, masyarakat ternyata sudah puas dengan kepemimpinan Risma. ”Sampai untuk mencari kekurangannya saja tidak bisa,” katanya.
Setelah angka 58 persen itu, sebanyak 10 persen responden menyebut Risma memiliki kekurangan. Lagi-lagi soal pendidikan. Ada juga 8,33 persen responden yang menginginkan program rumah atau flat murah.
Urusan permukiman memang menjadi persoalan tersendiri bagi pemkot selama ini. Antrean flat sudah tembus 6 ribu keluarga. Nilainya meningkat dua kali lipat dalam dua tahun terakhir.
Selain itu, terkait dengan apa yang seharusnya menjadi fokus wali kota berikutnya, pendidikan masih menjadi nomor satu dengan 33,83 persen. Namun, sektor kedua yang menjadi perhatian adalah kesehatan dengan 22,67 persen. Meski sudah ada BPJS Kesehatan, tampaknya warga menginginkan prosedur akses kesehatan yang lebih mudah.
Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana menerangkan, untuk persoalan pendidikan dan PPDB, pemkot tak bisa sepenuhnya disalahkan. Pemkot sudah berkalikali bersurat untuk memodifikasi aturan. Namun, pemerintah pusat bersikukuh agar aturan tetap dijalankan. Baru setelah ada demonstrasi, Kemendikbud mengeluarkan diskresi untuk menampung siswa-siswa berprestasi yang tak terwadahi di sekolah negeri. ”Kami juga sudah besurat ke Kemendikbud agar aturan zonasi dikaji ulang,” terang dia.
Whisnu sepakat dengan sistem zonasi. Namun, dia meminta sistem tersebut diterapkan saat pemerintah daerah sudah menyiapkan infrastruktur sekolah. Sebab, ada beberapa kecamatan yang tak memiliki SMPN.