Dari 260, Tersisa 122 Gugatan
Putusan Sela MK Stop Banyak Sengketa
JAKARTA, Jawa Pos – Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan sela atas sengketa hasil pemilu legislatif kemarin (22/7). Dari 260 permohonan yang diregistrasi, kini tersisa 122 perkara yang bisa dilanjutkan ke tahap pembuktian dan pemeriksaan saksi. Sebanyak 58 perkara di-dismissal, sedangkan 80 sisanya menunggu panggilan mahkamah untuk putusan akhir.
’’Artinya, perkara itu memang tidak akan berlanjut,’’ kata hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna saat menjawab pertanyaan tentang nasib 80 perkara yang tidak disebut dalam sidang kemarin.
Selanjutnya, hari ini sidang akan kembali dilaksanakan dalam format panel. Setiap pemohon dan termohon dipersilakan mengajukan maksimal tiga saksi. Sementara itu, pihak terkait hanya diberi jatah satu saksi. Masingmasing pihak juga hanya bisa mengajukan satu ahli.
Palguna menuturkan, sidang sengketa hasil pileg menganut sistem speedy trial (sidang cepat). Maka, prinsip dasarnya adalah mencari tahu jumlah suara versi siapa yang benar. ’’Pemohon ngakunya segini, termohon ngakunya segini. Tinggal dicari selipnya,’’ lanjut Palguna. Kemudian dicocokkan dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih dan jumlah suara sah.
Kecuali memang ada hal-hal lain yang bisa memengaruhi jumlah suara, tetapi tidak masuk kerangka penghitungan. Misalnya, ada pengaduan pelanggaran administratif ke Bawaslu yang dikabulkan, namun belum dieksekusi karena telanjur dibawa ke MK.
Ada satu perkara yang terbilang unik dan berlanjut ke tahap berikutnya. Yakni, tudingan mengedit foto wajah pada alat peraga kampanye secara berlebihan yang dialamatkan kepada calon anggota DPD asal NTB Evi Apita Maya. Cara itu diyakini telah mengantarkan Evi menjadi peraih suara terbanyak di NTB.
Evi pun mengaku siap menghadapi sidang-sidang di MK. ’’Saksi akan kami siapkan. Ahli juga demikian,’’ terangnya seusai sidang dismissal kemarin (22/7).
Dalam sidang sebelumnya, Evi menyatakan akan hadir sebagai saksi prinsipal pihak terkait. ’’Daripada sulit-sulit membuktikan, saya hadir sendiri. Biar dilihat sendiri apakah saya berlebihan editnya,’’ ucap Evi. Dia tidak habis pikir, ukuran berlebihan itu seperti apa sampai dirinya dikatakan mengedit wajah secara tidak wajar.
Kuasa hukum Evi, Desmihardi, beranggapan bahwa materi gugatan sengketa yang diajukan Farouk Muhammad terhadap kliennya adalah soal dugaan pelanggaran administrasi. ’’Seharusnya ini sudah selesai di tingkat Bawaslu,’’ ujarnya. Kenyataannya, tidak ada tindakan apa pun dari Bawaslu mengenai materi yang didalilkan Farouk.
Lolosnya perkara kali ini, lanjut Desmihardi, disebabkan penilaiannya baru sebatas keterpenuhan syarat formal. Misalnya, apakah dalil sudah sejalan dengan tuntutan. ’’Materinya belum diperiksa oleh mahkamah. Nanti tentu penasihat hukum akan mempersiapkan bahan-bahan untuk itu,’’ tambahnya.
Disinggung mengenai kasus Evi, hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna menyatakan bahwa edit foto hanyalah salah satu dalil. ’’Bukan itu yang menyebabkan lolosnya. Tapi, di posita (dalil) memang ada hitung-hitungan suara,’’ jelasnya. Dalil mengenai selisih suara itulah yang membuat hakim merasa perlu ada pembuktian lebih lanjut.