Telusuri Rekam Jejak Kandidat
Laporan Publik Bisa Gagalkan Capim KPK
JAKARTA, Jawa Pos – Integritas dan profesionalitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat ditentukan oleh orang-orang yang akan duduk di kursi pimpinan
Karena itu, publik harus ikut memantau proses seleksi yang sedang berjalan. Jika mengetahui ada ketidakberesan salah seorang capim KPK, segera laporkan ke panitia seleksi (pansel). Jangan biarkan KPK dipimpin oleh orang-orang yang integritasnya meragukan.
Pansel memastikan bahwa sistem open public bukan formalitas belaka. Sistem itu menjadi instrumen yang bisa menentukan lulus atau tidaknya capim KPK.
Anggota pansel Hamdi Moeloek mengatakan, pihaknya ingin mencari lima sosok terbaik untuk mengisi posisi pimpinan KPK. Karena itu, proses seleksi dibuat dengan sistem sebaik dan seketat-ketatnya. Tidak hanya terkait dengan kapasitas pengetahuan, tapi juga integritas dan rekam jejak para kandidat.
Untuk aspek pengetahuan, pansel bisa bekerja dengan membuat uji kompetensi dan sejenisnya. Namun, untuk melacak rekam jejak, pansel membutuhkan partisipasi banyak kalangan, tak terkecuali publik. Karena itu, jika ada laporan publik yang cukup signifikan terhadap kelayakan pribadi capim, Hamdi memastikan akan mempertimbangkannya. ”Misal terbukti fatal, ya kami bisa coret,” ujarnya saat dimintai konfirmasi oleh Jawa Pos kemarin (23/7). Dikategorikan fatal apabila memiliki track record yang bertentangan dengan syarat dan kriteria pimpinan KPK.
Meski demikian, Hamdi menegaskan bahwa semua laporan akan direspons secara hati-hati. Semua masukan akan diteliti dan dikroscek terlebih dahulu. ”Kami uji juga masukan itu,” imbuh dia. Selain capim dikonfrontasi langsung saat wawancara, hasil klarifikasi akan disandingkan dengan data lembaga yang sudah bekerja sama dengan pansel. Yakni, Polri, KPK, kejaksaan, Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Badan Intelijen Negara (BIN).
Tiap-tiap lembaga akan melacak sesuai tupoksi. Misalnya, pelacakan BNN terkait dengan jaringan narkoba. PPATK mencari tahu tentang penyelewengan keuangan. Lalu, Polri mengecek catatan pidana umum. ”Semua data akan masuk ke kami, tapi harus diverifikasi ulang,” kata pakar psikologi dari Universitas Indonesia (UI) itu.
Hingga kemarin, laporan publik yang disampaikan kepada pansel hampir menyentuh angka seribu. Hamdi tidak menjelaskan detailnya. Namun, dia mengakui bahwa mayoritas laporan tersebut berisi dukungan pada calon-calon tertentu. Pansel mendorong semua kalangan untuk memberikan masukan. Dia yakin bahwa laporan publik akan bertambah menjelang tes wawancara.
Sementara itu, Jubir KPK Febri Diansyah juga berharap masyarakat ikut berpartisipasi untuk seleksi capim KPK. Masukan itu sangat penting, khususnya masukan dari lingkungan sekitar para capim KPK. ”Di lingkungan kerja atau tempat tinggal para calon itu sendiri. Sebab, yang paling tahu adalah mereka yang berada di lingkungan terdekat,” tuturnya.
Soal kepatuhan para capim dalam menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), misalnya, KPK bisa membantu jika pansel membutuhkan data tersebut. Menurut dia, mestinya LHKPN menjadi salah satu tolok ukur penting sejak seleksi capim KPK dimulai. Febri menyebutkan, syarat administrasi yang berupa surat persetujuan menyampaikan LHKPN ketika capim terpilih merupakan kabar baik. Namun, lebih baik apabila sejak awal kepatuhan menyampaikan LHKPN turut menjadi pertimbangan pansel sebelum meloloskan para calon.
Menurut Febri, kepatuhan setiap calon dalam menyampaikan LHKPN tidak ubahnya rekam jejak. Sebab, LHKPN menjadi salah satu alat yang dipakai KPK dalam strategi pencegahan korupsi. Selain itu, pelaporan gratifikasi mestinya masuk penilaian pansel. Jangan sampai, tutur Febri, capim yang bisa kompromi dengan gratifikasi lolos. Begitu sadar menerima gratifikasi terkait dengan jabatan, mereka harus segera melapor kepada KPK. ”Maka, kalau ada pihak-pihak yang kompromistis tersebut, saya kira itu berarti memiliki problem dari aspek integritas,” jelasnya.
Sementara itu, ICW membuat posko pengaduan tandingan. Peneliti ICW Kurnia Ramadhan menerangkan, posko tersebut didirikan karena ketidakpercayaan mereka terhadap komposisi pansel. Inisiatornya berasal dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi. Kurnia mengatakan, beberapa warga sudah memasukkan laporan. Namun, karena posko pengaduan ICW masih seumur jagung, mereka belum melakukan update. ”Rencananya, ketika memasuki minggu kedua, kami akan melakukan update secara berkala,” terang dia.
Warga bisa memberikan laporan, misalnya, tentang kinerja para capim yang menjadi pejabat di daerah tertentu. ”Kalau yang bersangkutan pernah menjadi Kapolda, misalnya, tingkat pelanggaran HAM di kawasan tersebut masih tinggi atau tidak,” kata Kurnia. Dengan posko pengaduan itu, diharapkan masyarakat semakin aktif mengikuti perkembangan seleksi capim KPK.
Tidak Harus Polisi-Jaksa Kritik yang disampaikan sejumlah masyarakat terkait banyaknya unsur dari polisi dan jaksa yang mengikuti seleksi pimpinan KPK ditanggapi pansel. Hamdi Moeloek menyatakan, pihaknya hanya bekerja sesuai dengan ketentuan. UU KPK menjelaskan, tidak ada larangan bagi aparat penegak hukum lain untuk mendaftar. ”Itu saja pegangan kita,” ujarnya.
Hamdi menganggap pendaftar dari unsur aparat hukum sebagai hal wajar. Sebab, kegiatan pencegahan, penindakan, penyelidikan, dan penyidikan memang bersinggungan dengan aktivitas penegak hukum. Namun, dia menegaskan bahwa pansel tidak memberikan perlakuan istimewa kepada para pendaftar. Semua capim akan diukur berdasar hasil serangkaian tes yang sudah disiapkan.
Disinggung soal kekhawatiran adanya conflict of interest, Hamdi menampik. Dia yakin sistem kolektif kolegial yang dibangun UU KPK bisa mengantisipasi hal itu. ”Satu komisioner dikontrol empat komisioner,” ucapnya. Yang terpenting, tutur dia, jangan sampai lima pimpinan KPK berasal dari unsur yang sama.
Sementara itu, Febri Diansyah mengatakan, keterwakilan unsur penegak hukum pada kursi pimpinan KPK bukan kewajiban. Sebab, UU KPK tidak menyebutkan hal itu. Pasal 21 UU KPK hanya menyebutkan bahwa pimpinan KPK adalah pejabat negara, penyidik, dan penuntut umum. Namun, mereka tak lantas harus memiliki latar belakang penegak hukum. ”Seluruh pimpinan KPK berdasar aturan hukum langsung menjadi penyidik dan penuntut umum,” ujarnya.
Karena itu, Febri menandaskan bahwa pimpinan KPK tidak harus berasal dari lembaga hukum tertentu. ”Tidak ada satu aturan pun yang bicara soal jatah dari institusi-institusi tertentu,” imbuhnya.
Sementara itu, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengungkapkan, pati Polri yang mendaftar pimpinan KPK merupakan permintaan dari pansel. Beberapa waktu lalu pansel mendatangi Polri untuk meminta agar anggota Polri mendaftar. ”Menurut pansel sendiri itu ada unsur pemerintah dan masyarakat,” jelasnya.
Dengan banyaknya pati Polri yang lolos ke tahap seleksi selanjutnya, dapat diartikan, seleksi internal Polri juga benar-benar mampu menghasilkan peserta berkualitas. ”Kami sudah berupaya benar-benar mencari anggota yang berintegritas,” ucapnya.