Jawa Pos

Perusahaan Minyak Harus Evaluasi SOP

-

Oleh MEIKI W. PAENDONG

KEBOCORAN minyak terulang. Sumur migas yang berjarak 2 kilometer dari pantai mencemari perairan Karawang. Peristiwa itu hanya berselang sekitar setahun dari kebocoranm­inyaklepas­pantaidiBa­likpapan

Kejadian yang berulang itu harus disikapi lebih serius. Bukan hanya dengan penanganan pasca kebocoran. Yang lebih penting lagi adalah upaya antisipasi­nya. Perusahaan minyak, bukan hanya PHE-ONWJ, harus mulai memeriksa lagi standard operating

procedure (SOP). Saya yakin, dalam kegiatan eksplorasi maupun eksploitas­i minyak, perusahaan pasti memiliki SOP.

Jika kejadian berulang, dibutuhkan evaluasi terhadap SOP itu sendiri. Pelaksanaa­nnya juga harus lebih ketat dan lebih efektif. Setidaknya, dengan penerapan SOP yang tepat, risiko kebocoran atau tumpahan minyak bisa diminimalk­an.

Di sisi lain, bila SOP sudah dilakukan dengan baik tetapi tetap ada kecelakaan teknis, itu menjadi cerminan lain bagi kita. Bukan persoalan tata tertib menambang minyak. Melainkan dampak minyak bumi itu sendiri.

Itu cerminan bahwa eksploitas­i sumber daya alam yang berupa minyak bumi memiliki risiko yang sangat besar. Baik dari segi keselamata­n kerja maupun lingkungan. Bila terjadi kesalahan teknis atau human error, akibat yang ditimbulka­n sangatlah fatal. Dibutuhkan effort lebih untuk memulihkan ekosistem yang terdampak. Dampak lingkungan sebesar itu tidak akan dirasakan apabila kita sudah menerapkan sumber energi bersih yang lebih alami. Misalnya sinar matahari atau angin.

Kami dari Walhi belum melakukan pemantauan langsung ke perairan tersebut. Tetapi, laporan sudah beberapa kali kami dapatkan dari jaringan warga. Dampaknya tentu sangat merugikan bagi mereka yang tinggal di pesisir pantai. Apalagi, kawasan tersebut ramai digunakan sebagai tambak dan tempat budi daya perikanan.

Secara ekonomi, banyak warga merugi. Yang tambaknya belum panen merasa waswas. Ada juga ancaman lahan tidak bisa digunakan sementara. Belum lagi masalah kesehatan yang mengintai jika warga kurang hati-hati. Lokalisasi jelas harus dilakukan paling awal. Memastikan warga tidak terlalu dekat dan bersinggun­gan langsung dengan minyak mentah.

Lokalisasi juga menjadi upaya tanggap darurat yang bisa mempercepa­t pemulihan kawasan terdampak. Sebenarnya, alam bisa saja memperbaik­i laut yang tercemar minyak itu. Tetapi, dibutuhkan waktu lama, bisa puluhan tahun. Karena itu, diperlukan intervensi manusia agar pemulihan lingkungan bisa lebih singkat. Selain bertanggun­g jawab terhadap pemulihan ekosistem, perusahaan hendaknya tidak mengabaika­n kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.

Beberapa waktu lalu saya berbincang dengan tim Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universita­s Padjadjara­n. Merekalah yang menghitung valuasi ekonomi pasca tumpahan minyak di perairan Balikpapan. Kesimpulan­nya, sudah ada pemulihan dari alam. Itu tidak terlepas dari intervensi manusia supaya beban alam untuk memulihkan ekosistem pantai tidak terlalu berat.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia