Jawa Pos

1 dari 9 Anak Nikah di Bawah Umur

Jika Sampai Hamil, Berisiko pada Ibu dan Anak

-

JAKARTA, Jawa Pos–Ada fakta menyedihka­n saat Hari Anak diperingat­i kemarin (23/7). Pernikahan di bawah umur di Indonesia masih tinggi. Berdasar data Kementeria­n Pemberdaya­an Perempuan dan Perlindung­an Anak (PPPA), tercatat 11,2 persen dari 79,6 juta anak di Indonesia sudah menikah sebelum usia 18 tahun.

Di dunia, Indonesia menduduki posisi ketujuh negara dengan jumlah pernikahan anak terbanyak. Di ASEAN, Indonesiab­eradadipos­isi kedua di belakang Kamboja.

“Hampir 1 dari 9 anak mengalami perkawinan di usia anak (di bawah umur),” kata Wakil Ketua Komisi Perlindung­an Anak Indonesia Rita Pranawati di kantornya di Jakarta kemarin (23/7).

Menurut data BPS Jawa Timur pada 2018, sebanyak 20,73 persen perempuan pernah menikah di usia 10-17 tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 26,04 persennya terjadi di pedesaan. Hanya13,28 persen perempuan di Jatim yang melaksanak­an perkawinan pertamanya pada usia 25 tahun ke atas.

Sementara itu, berdasar data Kementeria­n Pemberdaya­an Perempuan dan Perlindung­an Anak (PPPA), satu dari sembilan perempuan di usia 20-24 tahun pernah melakukan pernikahan di bawah usia 18 tahun.

Menurut Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Bogor Mega Puspita Sari, perkawinan dini ini merugikan perempuan. Dari sisi kesehatan, menurut Mega, perempuan usia anak belum siap organ reproduksi­nya.

Sehingga ketika harus hamil, akan berisiko pada kesehatan ibu dan calon anak. ”Perempuan juga tidak bisa melanjutka­n sekolah. Apalagi ada paradigma bahwa perempuan harus mengurus rumah tangga,” bebernya di Jakarta kemarin.

Rita secara terpisah menambahka­n, mayoritas perkawinan tidak terjadi di peradilan alias siri. Tidak tercatat dalam dokumen negara.

Banyak faktor yang juga mempengaru­hi langgengny­a perkawinan di usia anak. Di antaranya, budaya masyarakat setempat dan tingkat pendidikan.

”KPAI berharap rancangan undang-undang perkawinan bisa selesai sebelum kabinet yang baru,” tandasnya.

Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementeria­n PPPA Lenny R. Rosalin menambahka­n, perkawinan anak merupakan pelanggara­n hak anak. Hal itu dikarenaka­n perkawinan anak berdampak negatif pada anak. ”Harus dicegah,” ucapnya.

Menurut dia, pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah intervensi untuk mengurangi pernikahan anak. Pada sektor keluarga, terdapat pusat pembelajar­an keluarga. Diharapkan dari sini terdapat pola pikir untuk mencegah perkawinan anak.

Dalam lingkup yang lebih besar terdapat sekolah ramah anak dan kota layak anak. Dengan demikian hak anak terpenuhi. ”Dalam pencegahan­nya tidak hanya pemerintah namun juga mengandeng swasta dan masyarakat,” ujarnya.

KPAI berharap rancangan undangunda­ng perkawinan bisa selesai sebelum kabinet yang baru.” RITA PRANAWATI

Wakil Ketua Komisi Perlindung­an Anak Indonesia

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia