Jawa Pos

Pedagang Tagih Kejelasan Pemkot

- Wali Murid Diminta Melapor ke Dispendik

SURABAYA, Jawa Pos – Para pedagang Pasar Turi sudah begitu lama bersabar dengan kondisi mereka selama ini. Persoalan Pasar Turi yang terbakar 12 tahun lalu itu tidak benar-benar tuntas. Mereka pun berencana menggelar aksi damai ke Balai Kota Surabaya.

Kemarin (23/7) ada rapat para pedagang Pasar Turi untuk membahas kejelasan nasib mereka selama ini. Para pedagang di dalam pasar itu tak bisa dengan sangat leluasa untuk berjualan. Salah satunya, soal pengelolaa­n gedung. Selain itu, bangunan semi permanen di depan gedung tersebut membuat akses Pasar Turi tak benar-benar leluasa.

Djaniadi, salah seorang pedagang Pasar Turi, mengungkap­kan, 27 Juli nanti adalah tepat 12 tahun Pasar Turi terbakar. Gedung pasar legendaris tersebut terbakar pada 2007. Tapi, hingga sekarang, para pedagang masih menganggap persoalan pengelolaa­n pasar itu belum benar-benar selesai.

”Kami ingin datangi balai kota. Ingin bertemu Bu Risma untuk meminta kejelasan sebenarnya bagaimana nasib para pedagang ke depan,” ujar Djaniadi yang juga akrab disapa Khoping.

Dia menjanjika­n aksi tersebut berlangsun­g damai. Ratusan pedagang akan ikut serta. Bahkan, bakal diajak pula pedagang yang menempati bangunan semi permanen. ”Sudah begitu lama persoalan itu tak benar-benar selesai. Kami ingin bersatu agar Pasar Turi ini benar-benar bisa dibuka kembali dan ramai seperti masa jayanya dulu,” kata Djaniadi.

SURABAYA, Jawa Pos – Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya Ikhsan akhirnya angkat bicara mengenai polemik uang seragam yang terjadi sepekan belakangan. Dia meminta wali murid tak takut melapor jika koperasi sekolah memang memasang harga yang tidak wajar atas penjualan kain seragam.

”Ngapain harus takut? Laporkan ke kami,” Kata Ikhsan saat ditemui di lobi DPRD Surabaya kemarin. Jawaban itu dia lontarkan setelah Jawa Pos menceritak­an bahwa banyak wali murid yang mengeluh. Namun, mereka tak berani memprotes sekolah. Apalagi mengajukan protes kepada dispendik.

Ikhsan memastikan bahwa pihaknya tak akan mempersuli­t wali murid yang mau melapor. Justru dispendik bakal mencarikan jalan keluar bagi warga yang berkeberat­an dengan harga seragam.

Jika terbukti bersalah, sekolah bakal diminta untuk mengembali­kan uang sesuai dengan harga yang wajar. Ikhsan mengatakan bahwa sanksi tersebut sangat mungkin. Namun, persoalan itu bisa cepat terselesai­kan apabila wali murid aktif melapor. ”Sehingga kami tahu sekolah mana saja yang menetapkan harga mahal,” ujarnya.

Sejauh ini, dia belum mendapat laporan sama sekali dari wali murid. Dia juga belum mengumpulk­an kepala SDN dan SMPN. Kendati begitu, dia berjanji mengumpulk­an jajarannya untuk mengurai persoalan klasik tentang kain seragam tersebut.

Dia lantas menyinggun­g surat edaran yang disebarkan­nya 8 Juli lalu. Dispendik sudah mewanti-wanti agar tak ada sekolah yang membebani siswa selama memberikan pelayanan pendidikan. Dalam surat itu, Ikhsan menegaskan bahwa pembebanan yang dia maksudkan terkait dengan penjualan kain seragam. ”Sejak awal kami ingatkan, kalaupun menjual, tidak boleh ada paksaan,” kata pejabat eselon II-B tersebut.

Selain mengirim surat, dia meminta sekolah memasang spanduk. Isinya pemberitah­uan bahwa wali murid bisa membeli kain seragam di luar koperasi sekolah. ”Kan lewat spanduk itu semua tahu bahwa sekolah tidak melakukan pemaksaan. Yang mau beli monggo, yang tidak beli ya silakan beli di toko luar,” kata dia.

Namun, lagi-lagi permintaan Ikhsan tersebut tak dilakukan oleh pihak sekolah. Suroso (nama disamarkan), salah satu wali murid SMPN di Surabaya Selatan, mengaku tak diberi tahu bahwa wali murid bisa membeli kain seragam di luar koperasi sekolah. ”Baru setelah ramai di berita, sekolah bilang boleh beli di luar,” ucap dia.

Dia mengatakan, ada sejumlah wali murid yang tidak mampu membayar penuh. Karena itu, mereka memilih untuk membeli seragam ke pasar. Satu setel kain seragam yang dicabut dihargai Rp 300 ribu. Rata-rata mencabut dua setel kain seragam. Yakni, kain seragam putih-biru dan Pramuka. ”Ngerti ngono tuku nang njobo,” katanya dengan kesal.

Harga satu setel seragam jadi rata-rata hanya Rp 150 ribu. Sedangkan untuk siswi perempuan yang berhijab, harga seragam bisa sampai Rp 200 ribu per setel. Harga seragam jadi dianggap jauh lebih murah karena setara dengan ongkos menjahit kainkain mahal itu.

 ?? PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS ?? MAKIN LENGKAP: Pemkot terus membangun RSUD dr M. Soewandhie untuk meningkatk­an pelayanan.
PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS MAKIN LENGKAP: Pemkot terus membangun RSUD dr M. Soewandhie untuk meningkatk­an pelayanan.
 ?? AHMAD KHUSAINI/JAWA POS ?? BERTAHAN: Salah satu stan pedagang di Pasar Turi.
AHMAD KHUSAINI/JAWA POS BERTAHAN: Salah satu stan pedagang di Pasar Turi.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia