Warga Tetap Bertahan di Bukit
Meski BMKG Akhiri Peringatan Dini Tsunami Pusat Gempa 6,9 SR di Laut Pandeglang
JAKARTA, Jawa Pos – Gempa berkekuatan 6,9 skala Richter (SR) mengguncang sebagian Pulau Jawa dan Sumatera tadi malam (2/8). Gempa berpusat di Samudra Hindia selatan Jawa, sekitar 160 kilometer di tenggara kota pelabuhan Muara Binuangeun, Pandeglang, Banten.
Getaran gempa terasa hingga Jakarta, Lampung, dan beberapa daerah di Jawa Tengah. Hingga tadi malam, data tentang korban dan kerusakan akibat gempa masih diinventarisasi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, gempa terjadi pukul 19.03.21 WIB
Episentrum berada di laut pada kedalaman 10 km. Gempa tersebut membuat warga Jabodetabek yang berada di dalam gedung ramai-ramai menyelamatkan diri. RSPAD Gatot Soebroto dan beberapa rumah sakit lain mengevakuasi pasien serta pegawai ke luar gedung.
Pusat informasi peringatan dini tsunami BMKG Indonesian Tsunami Early Warning System (Ina TEWS) langsung mengeluarkan peringatan dini tsunami untuk beberapa wilayah. Status ancaman siaga diberlakukan di wilayah Pandeglang bagian selatan, Pandeglang Pulau Panaitan, serta pesisir barat dan selatan Lampung. Potensi ancaman gelombang tsunami mencapai 3 meter.
Sementara itu, status waspada diberlakukan untuk Kabupaten Pandeglang bagian utara dan Kabupaten Lebak dengan ancaman ketinggian gelombang sekitar 0,5 meter. Wilayah pesisir barat Bengkulu dan Jabar bagian selatan juga mendapat peringatan dengan level waspada. BMKG dan BNPB menginstruksi warga untuk menjauhi pantai. Mereka diimbau menuju tempat yang lebih tinggi.
Sampai pukul 21.30 tadi malam, belum ada laporan datangnya gelombang tsunami. BMKG akhirnya mencabut peringatan dini sekitar pukul 21.45. ’’Lokasi gempa memang berada di titik megathrust, tapi secara prosesnya bukan gempa megathrust,’’ jelas Kabid Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono.
Polda Banten melalui polsekpolsek segera mengoordinasi evakuasi warga yang tinggal di dekat pantai. Kabidhumas Polda Banten Kombespol Edy Sumardi menyatakan, total 500 personel dari polsek dan polres jajaran disiagakan. Beberapa di antara mereka berpatroli di sepanjang garis pantai Pandeglang dan Lebak.
Polantas juga dikerahkan untuk mengatur lalu lintas di jalur-jalur evakuasi warga. Sebanyak 100 personel khusus diberangkatkan ke Kecamatan Sumur untuk mengantisipasi tsunami dan membantu warga.
Hingga berita ini ditulis, BPBD Banten masih menghimpun laporan warga apabila ada kerusakan. Termasuk kemungkinan adanya korban jiwa dan korban luka. Namun, BPBD setempat memastikan kondisi tetap aman terkendali. ’’Kami berada di Tanjung Lesung dan kondisi aman terkendali,’’ terang Yudi, petugas BPBD Banten, ketika dimintai konfirmasi oleh Jawa Pos.
Koordinator Keamanan Kawasan Tanjung Lesung BPBD Banten Dudung Sunarya menegaskan, kondisi pantai juga landai. Hal tersebut diperkuat dengan penarikan status siaga tsunami tadi malam. ’’Tiga pos kami minta tidak meninggalkan pantai untuk memastikan kondisi air laut dan keamanan warga,’’ katanya.
Kondisi bangunan di Tanjung Lesung, lanjut dia, hanya mengalami keretakan. Sementara itu, di Sumur, menurut laporan yang diterima BPBD Banten, sebagian besar warga sudah mengungsi. ’’Sembilan puluh persen warga mengungsi,’’ terang Dudung.
Ketua Badan Penyelamat Wisata Tirta Banten Ade Erwin yang berada di Pantai Carita menuturkan, sampai malam tidak ada tanda-tanda kenaikan atau penurunan air laut. ’’Saya dan kawan-kawan tetap mengimbau warga setempat untuk terus siaga. Mengungsi boleh, tapi jangan panik,’’ tuturnya. Gempa membuat warga Pandeglang ketakutan. Mereka berhamburan keluar rumah menuju tanah lapang. Warga yang tinggal di sekitar pantai bergegas menuju area yang lebih tinggi. Sebab, BMKG sempat mengumumkan bahwa gempa tersebut disertai potensi tsunami. Kendati peringatan dicabut, sebagian warga tetap memilih berada di luar rumah. Hingga berita ini ditulis Radar
Banten sekitar pukul 22.00 tadi malam (2/8), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pandeglang masih menghimpun laporan dari sejumlah kecamatan. Untuk sementara, ada 12 rumah penduduk yang ambruk akibat gempa itu.
Dihubungi melalui telepon seluler, warga Desa Kalanganyar, Kecamatan Labuan, Iyat Suryatna mengatakan bahwa sebagian warga bertahan di luar rumah. ”Sementara ini warga berkumpul di Jalan Raya Ahmad Yani, Labuan, lantaran khawatir terjadi gempa susulan dan tsunami,” ujarnya.
Ketua Ikades Kecamatan Patia Buang menyatakan baru menerima laporan dari warga dan aparatur desa lainnya. Ada empat rumah yang ambruk akibat gempa. Jumlah itu, kata dia, tersebar di sejumlah desa, yakni Surianeun, Rahayu, dan Patia. ”Mungkin masih ada lainnya yang belum terdata. Untuk korban jiwa belum ada informasi,” ucapnya.
Buang menerangkan, warga masih panik. Semua berjagajaga di depan rumah masingmasing. Bahkan, satu dua orang dikabarkan mencari tempat pengungsian lantaran khawatir terjadi tsunami.
Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Pandeglang Yosep Mardini berpesan agar masyarakat tetap waspada. Sebab, gempa susulan masih bisa terjadi. ”Tetapi, masyarakat juga tetap harus tenang dan menunggu informasi dari BMKG. Jangan terpancing isu dari sumber yang tidak jelas atau hoaks,” tuturnya. Yosep mengaku baru mendapatkan informasi tentang 12 rumah penduduk yang ambruk di beberapa kecamatan, yakni Kecamatan Patia, Banjar, Jiput, dan Mandalawangi.
Siti Fauziyah, mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten yang sedang mengikuti kuliah kerja nyata (KKN) di Kampung Cipunaga, Kecamatan Sumur, juga merasakan gempa yang cukup kencang. ”Iya, tadi gempanya terasa banget,” katanya kepada Radar Banten melalui sambungan telepon kemarin. ”Kami langsung lari ke luar rumah,” lanjutnya sambil terengah-engah.
Di luar rumah ternyata sudah banyak warga yang berteriakteriak. Fuzi –sapaan Siti Fauziyah– dan teman-temannya panik. Mereka berlarian ke atas bukit. ”Kami mengungsi ke bukit. Soalnya, letak posko dari garis pantai cuma 20 meter,” ungkapnya.
Berkali-kali percakapan Fuzi dengan Radar Banten melalui sambungan telepon terputus. Fuzi mengatakan, kondisi di sana mati lampu. Beberapa rumah roboh dan rusak berat. Dia menyatakan tidak sempat mengambil gambar. Sebab, suasana gelap dan tidak ada sinyal. ”Alhamdulillah, kami masih selamat,” katanya dan sambungan telepon pun terputus.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Banten M. Juhriyadi mengaku belum menerima laporan korban jiwa pascagempa. ”BPBD Pandeglang dan Lebak telah bergerak ke lapangan membantu proses evakuasi. Jadi, belum ada laporan yang masuk ke provinsi karena masih proses pendataan,” jelasnya.
Juhriyadi menambahkan, peringatan dini tsunami telah dikeluarkan BMKG sehingga masyarakat harus tetap siaga. ”Secepatnya kami buka posko pengungsian,” tuturnya.
Kepanikan juga terjadi di Provinsi Lampung. Di Lampung Selatan (Lamsel), ratusan orang yang tinggal di daerah pesisir berhamburan keluar rumah. Mereka berbondong-bondong menuju dataran tinggi untuk menghindari tsunami.
Rohim, 42, warga Rajabasa, Lamsel, mengaku trauma dengan gempa dan tsunami yang terjadi akhir 2018. Karena itu, dia dan keluarganya memilih mengungsi ke dataran tinggi. ”Anak dan istri saya sudah diungsikan ke gunung. Trauma kami. Lebih baik repot bawa barang daripada tewas diterjang ombak,” ungkap dia kepada Radar Lampung.
Ali, 38, warga Rajabasa, memilih bertahan di rumah. Namun, dia terus memantau kondisi air laut. ”Kalau mau terjadi tsunami, kan air laut surut dulu, baru ombak datang. Kalau air surut, saya akan lari ke rumah manggil anak sama istri. Mereka siap-siap nunggu kabar dari saya,” paparnya.