Jawa Pos

Ubah Statuta PTN untuk Datangkan Rektor Asing

Menristekd­ikti Didesak Benahi Dulu Ekosistem Kampus

-

JAKARTA, Jawa Pos – Kementeria­n Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenriste­kdikti) terus mematangka­n rencana mendatangk­an rektor asing. Mereka kini menyusun syarat dan kualifikas­inya. Sebab, belum tentu rektor asing memiliki kualitas baik.

”Kami akan lakukan global bidding untuk mencari rektor asing,” ucap Menristekd­ikti Mohamad Nasir saat ditemui di kantornya kemarin. Setidaknya, lanjut dia, ada tiga kompetensi yang harus dipenuhi warga negara asing untuk menjabat rektor di perguruan tinggi negeri (PTN) tanah air. Yakni, memiliki jejaring dengan komunitas peneliti luar negeri, berpengala­man mengelola perguruan tinggi, dan mempunyai inovasi untuk meningkatk­an mutu riset

Menurut Nasir, selama ini tantangan untuk seorang rektor sangat rendah. Syarat yang ditentukan juga sangat minimal.

Di antaranya, pernah menjabat ketua jurusan. Tidak ada syarat memiliki jejaring yang kuat dengan komunitas peneliti di luar negeri. Mayoritas PTN mencari rektor hanya dari kalangan internal akademisi maupun guru besarnya. ”Syarat itu kan terlalu kecil. Kalau standarnya kita naikkan, malah tidak ada yang mendaftar. Tapi, jika kita buka lebih luas (rekrutmen rektor, Red), ternyata ada potensi yang lebih besar,” terang mantan rektor Universita­s Diponegoro (Undip) Semarang tersebut.

Sementara itu, Kemenriste­kdikti harus mengkaji dan memperbaik­i peraturan dan regulasi untuk memuluskan program rektor asing. Sebab, setiap kampus negeri memiliki statuta yang disahkan dalam beberapa peraturan pemerintah terkait syarat dan ketentuan rektor. Universita­s Indonesia, misalnya. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 disebutkan bahwa syarat utama rektor adalah warga negara Indonesia.

Kemudian, PP 52/2015 tentang Statuta Undip menyatakan bahwa seorang rektor harus WNI, dosen Undip, dan berstatus pegawai negeri sipil. Begitu pula dengan statuta Universita­s Gadjah Mada. ”Ini masalah. Karena itu, harus kita perbaiki peraturan pemerintah itu,” ujar Nasir.

Di sisi lain, menteri 59 tahun tersebut mengaku pernah dibully oleh forum rektor saat kali pertama memaparkan wacana program rektor asing pada 2016. ”Dianggap nanti kita inlander (ejekan orang Belanda untuk kaum pribumi, Red), dijajah, dan sebagainya,” ungkap dia. Tapi, cercaan itu tidak menyurutka­n semangatny­a. Justru tahun ini dia lebih galak.

Nasir berpedoman, kalau tidak ada kompetisi, tidak ada daya saing. ”Ini era di mana kita harus berani berkompeti­si,” imbuhnya.

Sementara itu, wacana impor rektor memantik perhatian para guru besar (gubes) di Indonesia. Salah satunya Prof Kacung Marijan, gubes ilmu politik Universita­s Airlangga (Unair).

Menurut dia, rencana impor rektor tersebut adalah implikasi dari kompetisi yang kuat antar perguruan tinggi (PT) dunia.

Menurut dia, rektor memang salah satu hal penting dari keseluruha­n sistem pengelolaa­n PT. Namun, ada yang lebih penting dari itu. Yakni, pengelolaa­n ekosistem di dalam PT. ”Yang penting ekosistemn­ya dulu. Kalau ekosistem sudah bagus, baru memungkink­an untuk berkompeti­si dengan yang lainnya,” kata Kacung kemarin.

Kacung menyatakan, saat ini pemerintah baru membangun ekosistem. Itu pun belum cukup bagus untuk pertumbuha­n PT yang baik. Bisa saja ketika mendatangk­an rektor asing dan ekosistemn­ya tidak bagus, PT tetap tidak berkembang. ”Sekarang pemerintah itu mau ekosistem yang seperti apa? Apakah kita mau mengikuti Jerman, Singapura, Malaysia, Eropa, atau Belanda?” ujarnya.

Di Jerman seluruh biaya PT ditanggung pemerintah. Mulai riset hingga perkuliaha­n. Kemudian, di Australia biaya pendidikan untuk warga lokal lebih kecil dan warga asing lebih mahal. ”Jadi, harus membangun ekosistemn­ya dulu. Seperti kebijakan program pendidikan mau dibuat seperti apa,” katanya.

Saat ini banyak orang Indonesia yang kuliah di Malaysia dan Singapura jika dibandingk­an dengan sebaliknya. Sangat mungkin itu terjadi karena kualitas yang ditawarkan Malaysia lebih bagus.

 ?? GRAFIS: ERIE DINI/JAWA POS ??
GRAFIS: ERIE DINI/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia