Akan Dilengkapi Museum Audiovisual dan Fotografi
SURABAYA, Jawa Pos –”Mangan Tahu karo Maen Kertu. Bojo Nesu, Yo.. Tinggal Metu”. Jeruk Purut Mlebu Kerdus, Ambune Kecut, Urung Adus”. Hayoo, siapa yang pernah begitu? Hehehe...
Tulisan itu terpampang di salah satu dinding rumah warga di sudut kampung di Morokrembangan. Dihiasi gambar mural warna-warni, tampilannya mencolok dan bikin segar mata. Tidak cuma satu, ada lebih dari 70 rumah yang dindingnya dihiasi mural. Pemandangan itu bisa dijumpai di Kampung Parikan, Morokrembangan. Tepatnya di RT VII dan RT VIII.
Kampung Parikan itu eksis sejak Maret tahun lalu. Saat awal dikenalkan, keberadaannya langsung menyedot perhatian.
Namun, kini deretan mural itu seakan kurang ”bersuara”. Warga dan pengurus kampung berupaya ”menghidupkannya”. Salah satunya, menyambut momen kemerdekaan RI. ”Kami akan buat lomba berbalas pantun,” kata Sulistiono, ketua RW IV Gadukan Baru, kemarin (2/8).
Sulistiono mengatakan, kegiatan-kegiatan seperti ludruk, tarian, serta berbalas pantun biasa diadakan pada eventevent tertentu. ”Biasanya, kami lakukan sebulan sekali,” tambahnya. Antusiasme warga, anak-anak, dan pemuda setempat cukup tinggi.
Erwin Tirtosari, sang konseptor, menuturkan bahwa pengembangan Kampung Parikan memerlukan waktu sekitar lima tahun. ”Grand design-nya, ingin menjadikan Kampung Parikan sebagai museum hidup perihal kesenian arek,” ucapnya saat dihubungi tadi malam (2/8).
Visi Erwin, akan ada museum di Kampung Parikan. Yaitu, museum audiovisual. Konsepnya, bikin pertunjukan layar tancap di gudang atau garasi. ”Memutar dokumen pertunjukan Srimulat, ketoprak, ludruk tahun 1970–1980an. Supaya orang tahu kiprah maestro-maestro yang sudah banyak dilupakan,” tuturnya.
Lalu, museum fotografi. ”Nanti bisa jadi pusat studi terkait seni,” urai Erwin. ”Apalagi sekarang momennya pas. THR sudah tutup,” lanjutnya.