Pusat Hanya Kucurkan Rp 93 T untuk Pindah Ibu Kota
PRESIDEN Joko Widodo mempertegas rencana pemindahan ibu kota negara. Pernyataan itu disampaikan secara terbuka dalam pidatonya kemarin (16/8)
Jokowi mengungkapkan, ibu kota negara akan dipindah dari Jakarta ke Pulau Kalimantan. ”Dengan memohon rida Allah, dengan meminta izin kepada DPR yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa, dan dukungan seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan,” ucap Jokowi.
Pernyataan itu disampaikan Jokowi di ujung pidato kenegaraan sekitar pukul 10.30. Mendengar pernyataan tersebut, tepuk tangan anggota dewan bergemuruh. Suasana tidak kalah heboh di depan media center gedung Nusantara III. Tamu undangan dan para pejabat daerah ikut tepuk tangan saat mendengar pidato presiden itu melalui layar lebar.
Dia memastikan ibu kota baru itu akan memiliki konsep yang lekat dengan modernisasi serta ramah lingkungan. ”Ibu kota baru dirancang bukan hanya sebagai simbol identitas, tetapi representasi kemajuan bangsa, dengan mengusung konsep
modern, smart, and green city, memakai energi baru dan terbarukan, tidak bergantung kepada energi fosil,” paparnya.
Di sisi lain, dia menekankan, pendanaan bagi pemindahan ibu kota akan sekecil-kecilnya menggunakan APBN. Pemerintah akan mendorong partisipasi swasta, BUMN, maupun skema kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU).
Namun, Jokowi tidak menyampaikan dengan spesifik wilayah Kalimantan mana yang diincar menjadi ibu kota baru. Sejauh ini wacana yang menguat adalah kawasan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Tengah (Kalteng).
Mantan calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno yang hadir dalam sidang tahunan ikut bicara terkait pemindahan ibu kota. Menurut Sandiaga, rencana pemindahan tersebut harus dikaji secara mendalam. Harus melihat secara detail berapa biaya yang dibutuhkan. Juga, dampak pemindahan ibu kota terhadap kesejahteraan hidup masyarakat.
Kemarin pemerintah langsung memerinci anggaran yang dibutuhkan. Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, kebutuhan investasi untuk ibu kota baru sekitar Rp 485 triliun. Meski demikian, dana tersebut tidak akan sepenuhnya diambil dari APBN. ”Investasi bisa dari APBN, APBD, BUMN, maupun swasta,” ujar dia kemarin. Dana investasi itu dihitung dengan asumsi luas lahan ibu kota mencapai 40 ribu hektare dan dirancang dihuni 1,5 juta orang. ”Itu kebutuhan investasi selama lima tahun ke depan. Peran APBN adalah Rp 93 triliun,” ungkapnya.
Kucuran APBN Rp 93 triliun tersebut tidak akan diambil dari pendapatan pajak maupun PNBP (pendapatan negara nonpajak). Tetapi, didorong dari kerja sama pemanfaatan aset pemerintah, baik di ibu kota baru maupun di sekitar Jabodetabek. Dengan demikian, dipastikan investasi untuk pembangunan ibu kota baru tidak akan mengganggu RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020–2024. ”Tahun 2020, persiapan untuk ibu kota baru lebih banyak pada persiapan masterplan, urban design, status hukum, kesiapan UU di DPR, dan persiapan lahan. Sudah diantisipasi Bappenas maupun Kementerian PUPR,” terangnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa kebutuhan untuk investasi ibu kota baru memang tidak dimasukkan APBN 2020. ”Masih dalam proses perencanaan, bergantung hasil akhirnya nanti. Tahap awal tidak terlalu besar kebutuhannya,” tegasnya. Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan, infrastruktur utama yang paling penting untuk ibu kota baru adalah infrastruktur udara.
Saat ini, menurut Budi, baik di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, maupun Kalimantan Timur, semuanya sudah memenuhi klasifikasi standar bandar untuk pesawat. ”Panjang runway paling enggak 2.500 meter. Jadi, di tempat mana pun dimungkinkan untuk yang dasar. Baru nanti kita tingkatkan menjadi 3.000 meter. Untuk membesarkan terminal juga tidak terlalu sulit,” ujarnya.
Setelah bandara, lanjut Budi Karya, infrastruktur yang harus diperkuat adalah pelabuhan. Namun, Menhub juga menyatakan bahwa pelabuhan di wilayah timur, barat, dan selatan Kalimantan sudah siap untuk menunjang keberadaan ibu kota. Selanjutnya, saat disinggung mengenai transportasi harian, Budi Karya menegaskan MRT akan menjadi jawabannya. ”Masa depannya sama, mesti MRT. Planning-nya pasti ada MRT, tapi itu bertahap,” paparnya.