Jawa Pos

Bantah Jadi Alat Politik Tekan Kepala Daerah

Jakgung Klaim Tak Pandang Bulu Tangani Kasus

-

JAKARTA, Jawa Pos – Jaksa Agung (Jakgung) M. Prasetyo merasa tidak pernah ditegur presiden atau wakil presiden dalam menjalanka­n tugas penegakan hukum. Karena itu, dia merasa heran jabatannya dipersoalk­an partaipart­ai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK).

’’Saya merasa heran saja. Mengapa saat ini baru dipersoalk­an,” kata M. Prasetyo saat ditemui seusai pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Ruang Paripurna I DPR, Senayan, Jakarta, kemarin (16/8).

KIK adalah koalisi yang mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin dalam Pemilihan Presiden 2019. Nasdem, partai tempat Prasetyo bernaung sebelum menduduki jabatan jaksa agung, termasuk di dalamnya

Jakgung, kata Prasetyo, adalah jabatan politis. Dalam sejarahnya, papar dia, tidak ada seorang Jakgung pun yang tidak didukung partai politik. Termasuk dirinya.

”Namun, sebelum saya dilantik sebagai jaksa agung, Nasdem langsung memberhent­ikan saya. Lalu, masalahnya apa?” kata mantan jaksa agung muda pidana umum (Jampidum) itu.

Prasetyo mengeklaim, selama memimpin Kejaksaan Agung, dirinya selalu menindak pelaku kejahatan tanpa pandang bulu. ”Bahkan, kader Nasdem pun saya penjarakan,” kata dia tanpa menyebutka­n siapa nama kader Nasdem yang dimaksud tersebut.

Prasetyo menyebutka­n beberapa contoh kasus kader Nasdem yang diproses kejaksaan. Di antaranya kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang mantan Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) HB Paliudju. Yang bersangkut­an adalah mantan ketua Dewan Pembina DPW Partai Nasdem Sulteng.

Ada juga kasus caleg terpilih Nasdem di Kabupaten Gresik, Jawa Timur (Jatim). Caleg Nasdem bernama Mahmud itu ditahan kejaksaan atas kasus penipuan dan penggelapa­n penjualan tanah di Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.

Jokowi telah menegaskan bahwa jaksa agung di kabinet periode 2019–2024 dipilih dari unsur nonparpol. Dan, rencana itu didukung banyak pihak.

Salah satunya dari Komisioner Komisi Kejaksaan Barita Simanjunta­k. Menurut dia, keinginan presiden tersebut sangat tepat. Namun, perlu ada masukan yang bisa membuat keputusan itu menjadi lebih baik.

Salah satunya, perlu dipertimba­ngkan calon jaksa agung dari internal kejaksaan. ”Karena karakteris­tik kejaksaan itu memerlukan orang yang berpengala­man dalam tugas teknis dan memahami kewenangan­nya,” paparnya.

Politikus PDIP Effendi Simbolon juga menyebut Kejaksaan Agung memang sebaiknya lepas dari kepentinga­n semua partai. Harus murni independen. Tidak boleh terafilias­i dengan parpol. ”Jaksa agung harus dari profesiona­l. Jangan ada embel-embel kader partai. Harus waspadai juga titipan partai,” kata Effendi.

Selama ini, papar dia, semua partai di KIK –termasuk PDIP– meminta Nasdem tidak mengincar kursi tersebut. ”Semua partai meminta itu. Tujuannya, penegakan hukum bagus,” tutur Effendi.

Terkait penilaian bahwa jaksa agung selama masa kepemimpin­annya cenderung dijadikan alat politik Nasdem untuk menekan kepala daerah, Prasetyo langsung menampik. Dia mengungkap­kan, penilaian tersebut sangat keliru. Jauh dari kebenaran. Dia balik menuding pihak tersebut memiliki agenda tertentu terkait posisinya sebagai Jakgung di pemerintah­an Jokowi-JK.

Prasetyo juga mengaku telah mendengar pernyataan Jokowi yang mengingink­an jaksa agung dari luar parpol. Namun, dia memilih tidak menanggapi. ”Saya tidak punya respons apa-apa. Tidak masalah,” ujarnya, lalu tertawa.

Kepala Staf Kepresiden­an Jenderal (pur) Moeldoko hanya menjawab diplomatis saat didesak apakah jaksa dari partai membuat integritas penegakan hukum terganggu. ”Ah, kayaknya udah bisa jawab sendiri,” tuturnya, lantas tertawa.

Sementara itu, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh mengaku sama sekali tidak punya kepentinga­n dengan sosok jaksa agung yang nanti ditunjuk presiden. Dari mana pun sosok tersebut, ujar dia, asalkan sesuai dengan keinginan Jokowi. ”Saya tidak pernah menyodorka­n nama. Tidak ada yang salah,” katanya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia