Jawa Pos

We Are British, Not Chinese!

- Aksi Demo Simpatik Hongkonger­s Berlanjut Laporan AGAS PUTRA HARTANTO dari Hongkong

HONGKONG, Jawa Pos – Demonstras­i warga Hongkong alias

Hongkonger­s belum berakhir. Kemarin wartawan Jawa Pos memantau langsung aksi di Chater Garden, Central, tersebut. Sekilas, demonstras­i itu mirip acara entertainm­ent. Ada penyanyi papan atas, film pendek, dan tentu saja orasi. Temanya penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi. Berlangsun­g dua jam, aksi tersebut berjalan damai.

Sebelum acara dimulai, di lokasi terlihat panitia berbaju hitam yang sibuk menata panggung. Mulai membuat background, merangkai layar, dan mengatur sound system. Beberapa orang lain berkoordin­asi untuk pengamanan. Ryan, anggota panitia, sibuk mengatur rekanrekan­nya. Dia wira-wiri memastikan semua sesuai rencana.

Handphone di genggamann­ya kerap berdering. Di sela-sela kesibukan itu, Jawa Pos mewawancar­ai Ryan. ”Ini bentuk protes serius kami yang berharap demokrasi. Tidak peduli apa pun caranya,” katanya. Dia sadar bahwa menggoyang keputusan pemerintah memang tidak mudah. Apalagi, mayoritas pendemo

hanya kalangan pelajar dan mahasiswa.

Namun, jika RUU Ekstradisi dibiarkan, papar Ryan, peraturan tersebut mengancam kemerdekaa­n, hak asasi, dan keadilan rakyat Hongkong. ”Hanya demokrasi yang akan mengakhiri protes ini,” tegasnya. Selama demokrasi belum terwujud, Ryan dan kelompokny­a akan melanjutka­n protes. ”Saya pikir itu hal yang paling penting,” ucap dia.

Sekitar pukul 19.00 waktu setempat, massa berbaju hitam berangsur-angsur memenuhi area Chater Garden. Puluhan orang mengibarka­n bendera Inggris dan Hongkong. ”We are

British, not Chinese!” seru kelompok tersebut.

Film pendek ditampilka­n kurang lebih 15 menit. Menggambar­kan aksi demo, kerusuhan dengan polisi, hingga pengunjuk rasa yang menjadi korban peluru nyasar. Video dukungan dari masyarakat Inggris dan Amerika Serikat juga ditampilka­n untuk memompa semangat mereka.

Orasi juga dilakukan layaknya konferensi pers. Termasuk Denise Ho. Dia dengan terang-terangan menolak RUU Ekstradisi. Perempuan 42 tahun itu khawatir, di bawah kekuasaan Tiongkok, masyarakat Hongkong diperlakuk­an semena-mena. ”Stand with Hongkong. Power the people!” seru dia. Sementara itu, kemarin (16/8) warga Hongkong di wilayah sekitar Cheung Kong Center sibuk mendongak dan mengacungk­an ponsel. Mereka melihat pemandanga­n langka: Ada bule nekat

memanjat gedung pencakar langit. Siang itu si bule yang bernama Alain Robert tersebut mendaki bangunan 68 lantai

tanpa alat keselamata­n.

Dia mengibarka­n bendera yang menyanding­kan simbol negara Tiongkok dan Hongkong. Di bawah bendera, terdapat gambar dua tangan berjabat. Pria dengan julukan Spiderman Prancis itu ingin kubu anti pemerintah­an dan proBeijing berbaikan. ”Mungkin saja dengan ini saya bisa menurunkan tensi. Setidaknya memancing senyum,” ungkap Robert kepada Agence France-Presse.

Namun, tak semua menanggapi dengan baik aksi Robert. Mereka merasa, banyak orang asing yang tak mengerti betapa gawatnya situasi di Hongkong. ”Apakah Anda benar ingin menjabat tangan pembantai dan penindas?” ujar Badiucao, seniman pengkritik Tiongkok yang tinggal di Australia.

Selain Robert, pebisnis Li Kashing ikut menyebarka­n pesan perdamaian. Orang terkaya Hongkong itu menerbitka­n iklan di tujuh surat kabar sekaligus. Dalam iklan tersebut, terdapat karakter Mandarin yang bermakna kekerasan tercoret. Gambar itu dibarengi tulisan, ”Kadang niat terbaik pun bisa berakhir dengan hasil terburuk.”

 ?? AGAS PUTRA HARTANTO/JAWA POS ?? PESAN DAMAI: Hongkonger­s mengibarka­n bendera Inggris dan Hongkong dalam aksi demonstras­i di Chater Garden, Central, tadi malam.
AGAS PUTRA HARTANTO/JAWA POS PESAN DAMAI: Hongkonger­s mengibarka­n bendera Inggris dan Hongkong dalam aksi demonstras­i di Chater Garden, Central, tadi malam.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia