Kampung yang Instagrammable
SURABAYA, Jawa Pos – Meski tidak secara resmi dinyatakan sebagai tempat wisata, Kampung Bubutan V di Kelurahan Alun-Alun Contong sering menjadi jujukan turis, baik lokal maupun asing. Mereka tertarik dengan deretan bangunan cagar budaya yang keaslian dan kebersihannya terjaga. Bangunan tersebut cocok digunakan untuk latar belakang foto yang diunggah ke Instagram.
Salah satu gedung yang paling ikonik adalah bangunan nomor 11. Di laman media sosial, bangunan yang menunjukkan perpaduan gaya Jawa/ Melayu itu menjadi spot foto favorit. Ukiran sirap, jendela klasik, pagar besi, pilar, serta tulisan tahun 1909 di bagian atas bangunan menjadi background yang pas untuk fotografi.
’’Memang sering dikunjungi. Biasanya oleh anak muda,’’ kata Sekretaris Lurah Alun-Alun Contong Anggoro. Dia menjelaskan, mereka biasa datang bergerombol. Mereka berfoto, lalu menanyakan sedikit sejarah bangunan. ’’Lebih suka dengan tampilannya saja. Kata mereka cantik dan bersih,’’ tutur pria 50 tahun tersebut.
Lantas, dari mana mereka mendapatkan informasi terkait bangunan itu? Anggoro menerangkan, pengunjung mendapatkan info dari pemandu wisata. ’’Mungkin, mereka juga mencari di situs internet,’’ ucapnya. Dalam seminggu, setidaknya ada 2–3 kunjungan turis, baik lokal maupun mancanegara. ’’Karena melihat potensi wisata yang tinggi, kami akan berusaha garap pemanfaatannya. Kami coba bicarakan dulu dengan masyarakat setempat,’’ ujarnya.
Dia menyatakan, selain berfoto di bangunan nomor 11, pengunjung tertarik dengan beberapa bangunan lawas di tempat tersebut. Dari pengamatan Jawa Pos, ada 6 bangunan lain yang tampak lawas. ’’Arsitekturnya seperti yang di nomor 11 itu,’’ katanya.
Tokoh masyarakat setempat M. Solahuddin Azmy menerangkan, kampung tersebut dulu dihuni masyarakat Jawa. ’’Sekarang sudah melebur. Sudah beragam,’’ tutur pria 55 tahun itu. Dari catatan kelurahan, ada dua warga Tionghoa yang tinggal di daerah tersebut. ’’Nah, salah satunya di bangunan nomor 11 itu. Pemiliknya warga Tionghoa,’’ tutur wakil ketua PCNU Surabaya tersebut. Namun, pemiliknya tidak menempati rumah itu. ’’Dia membuatnya jadi rumah kos,’’ ucapnya.
Terkait dengan upaya pengelolaan, Gus Udin –sapaan akrabnya– mengaku antusias. Sebab, usulan tersebut menjadi upaya untuk mengangkat potensi di kampung itu. Sesuai rencana, paling tidak bisa membuatnya seperti Kampung Lawas Maspati. ’’Secara bangunan, kelawasan kampung ini lebih kuat daripada Maspati. Mereka bahkan pernah berniat memindahkan kampung mereka ke sini’’ katanya. Tinggal bagaimana seluruh elemen saling bekerja sama.