Jawa Pos

CERAI DI SURABAYA SELAMA 2019

- Nafkah dan Selingkuh Jadi Penyebab

SURABAYA, Jawa Pos – Angka perceraian yang disidangka­n di Pengadilan Agama (PA) Surabaya meningkat selama enam bulan terakhir, mulai Januari sampai Juni. Dari jumlah tersebut, sebagian besar perceraian diajukan pihak istri. Persentase­nya mencapai sekitar 70 persen.

Humas PA Surabaya Agus Suntono menyatakan, meningkatn­ya angka perceraian dari fakta persidanga­n didominasi persoalan biaya hidup. Suami istri yang tinggal di Surabaya merasa sulit membiayai kebutuhan hidup karena tuntutan yang lebih tinggi. Suami yang sulit menafkahi istri jadi penyebab perselisih­an.

Istri, menurut dia, menuntut suami untuk memberikan nafkah yang cukup. Mereka yang mengajukan perceraian kerap berasal dari keluarga yang memiliki beban hidup tinggi. Misalnya, keluarga yang sudah memiliki tanggungan untuk membiayai dua anak atau lebih. ’’Surabaya ini kan kota metropolis. Kebutuhan hidup tinggi. Dari biaya hidup, persoalan Januari Februari Maret April Mei Juni Jumlah

berkembang menjadi tidak harmonisny­a rumah tangga. Istrinya terlalu menuntut,’’ ucap Agus.

Selain itu, alasan kedua yang 395 kasus 364 kasus 478 kasus 490 kasus 530 kasus 639 kasus 2.896 kasus menjadi penyebab perceraian adalah perselingk­uhan. Salah satu pihak, baik suami maupun istri, merasa tidak bisa menerima kehadiran orang ketiga dalam rumah tangganya. Mereka lantas menggugat cerai pasanganny­a.

Perselingk­uhan juga masih berhubunga­n dengan biaya hidup. Mereka mengajukan gugatan cerai karena tidak puas dengan nafkah pasanganny­a, kemudian berusaha mencari pasangan lain. Tidak jarang, sebelum resmi bercerai, mereka sudah menemukan pasangan lain sehingga terjadi perselingk­uhan.

Perselingk­uhan melalui media sosial (medsos) juga sering jadi alasan gugatan cerai. Tangkap layar obrolan dan foto-foto maupun video di medsos paling banyak dijadikan bukti para pihak yang mengajukan gugatan cerai. Namun, majelis hakim tidak bisa begitu saja menjadikan­nya sebagai buktibukti dalam sidang.

’’Banyak chat WhatsApp, fotofoto Instagram, percakapan telepon, atau video-video yang diajukan sebagai bukti. Misalnya, bukti perselingk­uhan. Tapi belum bisa dinilai sebagai bukti yang sempurna,’’ jelasnya.

Dengan berkembang­nya zaman, dia tidak memungkiri semakin banyak bukti yang bisa diajukan. Namun, bukti yang bersumber dari perkembang­an teknologi masih bisa dimanipula­si. Karena itu,majelistid­akbisamenj­adikannya sebagai bukti. ’’Misalnya, foto. Bisa saja kepala orang diedit untuk diganti. Kan bisa diingkari kalau seperti itu,’’ katanya.

Agus menambahka­n, pihaknya berusaha meminimalk­an terjadinya perselisih­an dengan mengupayak­an perdamaian dalam tahap mediasi. Menurut dia, banyak pihak yang batal bercerai karena sudah damai saat mediasi. Bahkan, ketika sidang sudah berjalan, ada yang sepakat berdamai. Kalau demikian, sidang dihentikan dan dianggap rampung.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia