Raih Gelar Juara sejak 2015 hingga 2018
Pelurupertamayangditembakkannya berhasil membuatnya jatuh cinta. Dia merasa mendapatkan kepuasan. ”Padahal, waktu itu banyak tembakan yang meleset,” katanya, lantas tersenyum.
Namun, pria kelahiran 12 November 1982 itu merasa menebak merupakan tantangan yang harus ditaklukkan. Apalagi untuk seorang polisi. Kemampuan membidik sasaran harus dimiliki oleh setiap anggota. ”Saya pun fokus latihan menembak. Bahkan, sekarang menembak sudah jadi hobi yang tidak bisa dihilangkan,” kata Eko.
Berkat latihan rutin, dia semakin mahir dalam menembak. Hampir semua bidikannya selalu tepat sasaran. Seandainya meleset pun, bisa dihitung dengan jari. Eko berhasil menjadi yang terbaik dari puluhan penembak lain. Hal tersebut dibuktikan dalam kompetisi tembak Piala Kapolrestabes Surabaya pada 2014.
Keberhasilan tersebut membuat Eko dipercaya untuk mewakili PolrestabesSurabayabersaingdengan kantor kepolisian lainnya di tingkat Polda Jawa Timur. Eko tidak hanya seorangdirisaatmengikutikejuaraan tersebut. Tetapi, bersama Aiptu SutrisnodanBripkaAgung.Mereka mengikutikategoriberegumenembak target dan reaksi. ”Tahun 2015, untuk kali pertama, kami berhasil mengharumkan nama Polrestabes Surabaya di tingkat Jawa Timur,” kata ayah dua anak tersebut.
Kemenangan membuat kepercayaan dirinya meningkat. Namun, tidak membuatnya tinggi hati. Pada tahun berikutnya, Eko bersama Sutrisno kembali dipercaya mewakili tempat kerjanya untuk mengikuti kejuaraan menembak di tingkat Jawa Timur. Lagi-lagi, penyidik Satreskrim Polrestabes Surabaya tersebut berhasil menjadi nomor satu dalam kejuaraan itu. Gelar juara pun bisa dipertahankan. ”Sejak 2015 hingga 2018, gelar juara berhasil kami raih,” ucap pria berusia 36 tahun itu.
Namun di balik kesuksesan tersebut, terdapat perjuangan keras yang dijalaninya. Di dunia menembak, kemampuan dalam membidik sasaran sangat diperlukan. ”Tetapi, dalam menembak, kita juga tidak boleh merasa sok jago. Atau sok pintar dan paling benar. Semua masukan serta arahan yang diberikan anggota tim harus kita terima,” katanya.
Hal serupa dirasakan Aiptu Sutrisno. Pria kelahiran Surabaya, 10 Juli 1974, itu merasa bangga sudah mengharumkan nama Polrestabes Surabaya. ”Tetapi, enggak boleh sembarangan menggunakan senjata. Karena tindakan tegas hanya boleh diberikan kepada pelaku yang mencoba melawan,” ujarnya.
Kecintaan pada bidang menembak dirasakan sejak dirinya bertugas di Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok, 1996. Bertahun-tahun Sutrisno bertugas di sana. Berkat keahliannya, Sutrisno dipercaya untuk bergabung dengan pasukan aksi perdamaian Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Pada 2002, Sutrisno akhirnya kembali ke tanah kelahirannya. Dia semakin menekuni dunia menembak. Keahlian itu berhasil mencuri perhatian sang pimpinan. Bersama Bripka Eko dan Bripka Agung, dia dipercaya untuk mewakili Polrestabes Surabaya dalam setiap kejuaraan menembak. total parenteral nutrition