Jawa Pos

Demo, Wajib Bawa Payung hingga Masker

Lagi, Hongkonger­s Penuhi Jalanan

-

HONGKONG, Jawa Pos – Sedia payung sebelum hujan bukan sekadar peribahasa bagi para demonstran di Hongkong. Sebelum turun ke jalan, mereka benar-benar menyiapkan beberapa barang, termasuk payung. Dan persiapan itu terbukti berguna

Sebab, unjuk rasa yang diklaim diikuti 1,7 juta orang tersebut berlangsun­g di bawah guyuran hujan.

Pantauan Jawa Pos sekitar pukul 14.00 waktu setempat kemarin (18/8), massa telah menghitamk­an kawasan Victoria Park. Mereka berdatanga­n dari segala penjuru. Saking banyaknya orang, taman yang berada di Teluk Causeway Bay itu tidak muat. Lautan orang meluber hingga kawasan pusat perbelanja­an. Tidak terlihat ada polisi. Hanya ada satpam mal. ”Stand with Hongkong! Caayooo!” teriak massa.

Satu jam berselang, Causeway Bay diguyur hujan. Namun, Hongkonger­s tidak bubar. Mereka bergegas membuka payung. Ada juga yang mengenakan jas hujan. Sebagian Hongkonger­s masuk ke beberapa mal untuk berteduh.

Noah, seorang demonstran yang ditemui Jawa Pos, membawa tas punggung cukup besar. Masker menutupi sebagian wajahnya. Hal itu dilakukan bukan tanpa alasan. Dia ingin menghindar­kan wajahnya dari jepretan kamera kepolisian Hongkong. Sebab, polisi kini menggunaka­n aplikasi pengenalan wajah untuk merekam identitas para demonstran. Teknologi tersebut hasil pengembang­an Tiongkok.

Noah menuturkan, aksi besar itu butuh persiapan ekstra. Setidaknya ada enam barang wajib yang harus dibawa, yakni kacamata, masker, payung, helm, handuk, dan air mineral kemasan 1,5 liter. Khusus untuk barang terakhir itu, Noah membawa empat botol di dalam tasnya.

”Untuk mengusap wajah. Antisipasi jika ada kerusuhan dan polisi menembakka­n gas air mata. Lagi pula, jika ada orang lain yang butuh, kita beri,” jelasnya kepada Jawa Pos saat berteduh di pelataran Island Beverly Shopping Mall kemarin. Mahasiswa berusia 20 tahun itu menunjukka­n seluruh isi tasnya. Namun, dia menolak isi tasnya dipotret. ”Oh, no picture, please,” ujarnya.

Jawa Pos juga mewawancar­ai empat demonstran, yakni Tim Chan, Ken Li, Christian Wu, dan Tommy J. Mereka mengenakan helm, masker, baju hitam, dan sepatu sport serta membawa tas besar. Tim dan Ken bersedia menunjukka­n isi tas. Masingmasi­ng membawa dua masker gas, cat semprot, dan baju ganti. Untuk apa membawa cat semprot? ”Untuk mencoret-coret jalanan. Mengekspre­sikan keinginan kami. Demi Hongkong,” kata Tim.

Mereka ingin Hongkong terlepas dari embel-embel Tiongkok. Menurut Tim, pemerintah Tiongkok terlalu otoriter, tidak menjunjung hak asasi manusia, dan bertindak semaunya.

Pria 23 tahun itu paham bahwa Hongkong adalah negara dengan dua sistem pemerintah­an. Kepala pemerintah­an mereka ditunjuk pemerintah Tiongkok. Namun, menurut Tim, sebagai sebuah negara, Hongkong berhak mengatur kedaulatan hukumnya sendiri. ”We stand with Hongkong. Kami ingin demokrasi!” ujarnya.

Chris, sapaan akrab Christian, mengatakan bahwa aksi protes sudah terjadwal dan terorganis­asi. Dia lantas menunjukka­n ajakan demo yang beredar di pesan handphone. Mulai aksi strong march 9 Juni lalu hingga menduduki Victoria Park kemarin.

Dalam edaran itu juga tertulis beberapa tuntutan Hongkonger­s kepada pemerintah, antara lain meminta RUU Ekstradisi ditarik. Kemudian tidak menggunaka­n kata kerusuhan pada aksi-aksi Hongkonger­s, membebaska­n para demonstran yang ditangkap, serta meminta pemerintah mengatur penyelidik­an independen terhadap aksi brutal polisi. Terakhir, membentuk hak pilih yang universal (demokrasi). Informasi tentang skenario demo disebar melalui Facebook, Twitter, Telegram, hingga Instagram.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia