Berpotensi Hambat Janji Kampanye Presiden
Sisi Lain Menghidupkan Kembali GBHN Menurut Jusuf Kalla
JAKARTA, Jawa Pos – Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menilai, ada dua sisi yang harus dipahami terkait rencana amandemen terbatas UUD 1945. Yang pertama, ide menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) itu baik karena menjadi landasan dalam jangka panjang. Di sisi lain, GBHN berpotensi menghambat janji kampanye presiden.
Menurut JK, janji politik yang termuat dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) bisa-bisa tidak terlaksana. ”Nah, sekarang kalau ada GBHN, berarti presiden tidak lagi membuat program. Karena tidak boleh keluar dari GHBN seperti dulu,” kata Jusuf Kalla setelah menghadiri peringatan Hari Konstitusi di Gedung Nusantara IV, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (18/8).
Presiden terpilih, lanjut dia, akan terikat dengan GBHN dan wajib melaksanakannya. Program kerja yang dibuat selama lima tahun pemerintahan tidak boleh melenceng
dari GBHN. Padahal, presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan punya program untuk mencapai janji-janji kampanye kepada rakyat.
JK pun mengaku tidak ingin berkomentar terlalu jauh. Sebab, rencana itu sedang dibahas di MPR. ”Nanti dibahas lagi di MPR,” ujar JK kemudian berlalu.
Sebagaimana diketahui, seluruh fraksi di MPR telah menyepakati amandemen terbatas atas UUD 1945. Haluan bernegara dengan menghidupkan kembali GBHN menjadi fokus amandemen tersebut.
Ketua MPR Zulkifli Hasan kepada wartawan kemarin mengungkapkan, amandemen tersebut sebenarnya rekomendasi MPR periode 2009–2014. Karena itu, MPR periode 2014–2019 melakukan kajian intensif selama empat tahun. Sampai akhirnya, sepuluh fraksi mencapai kesepakatan bersama. Bahwa amandemen hanya terbatas pada haluan negara. Bukan pasal yang lain. ”Jadi, kami hanya menindaklanjuti rekomendasi MPR periode sebelumnya,” papar Zulkifli.
Selain GBHN, rekomendasi MPR periode 2009–2014 mencakup sembilan aspek. Di antaranya penguatan kewenangan DPD, penataan lembaga hukum, dan penguatan sistem presidensial.
Sejauh ini, papar Zulkifli, rancangan GBHN sudah menemukan bentuknya. Yakni, bersifat filosofis ideologis. Contohnya, sistem ekonomi harus sesuai dengan jiwa pasal 33 UUD 1945. Bahwa sumber daya alam harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara harus fokus mengutamakan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran perseorangan alias monopoli.
Dengan begitu, semangat kesetaraan dan keadilan bisa terwujud. Diperlukan juga bagaimana arah Indonesia selama 25, 50, 75, hingga 100 tahun ke depan. ”Garis-garis besarnya seperti itu,” ungkap Zulkifli.
Dokumen tersebut kini disusun Badan Pengkajian MPR. Akhir Agustus nanti digelar rapat pembahasan final. Nah, pada 27 Septembter, MPR kembali menggelar rapat paripurna masa sidang akhir jabatan. Di sana akan diambil keputusan untuk diserahkan ke MPR periode 2019–2024. ’’Kalau dulu periode 2009–2014 hanya berupa rekomendasi, sekarang ini ada bahan. Ada bukunya,” tegas ketua umum (Ketum) PAN itu.