Latih Feeling agar Tak Gampang Mati
BASEL, Jawa Pos – Lima wakil Indonesia bertanding dalam babak pertama Kejuaraan Dunia 2019 di St Jakobshalle, Basel, Swiss, hari ini. Yang paling ditunggu tentu aksi dua tunggal putra terbaik kita, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting. Jojo –sapaan Jonatan– melawan Rajiv Ousev (India), sedangkan Ginting meladeni pemain Mauritus Georges Julien Paul (siaran langsung TVRI mulai pukul 14.00 WIB).
Di atas kertas, keduanya akan mudah melalui babak pertama. Ousev adalah pemain senior yang menempati peringkat ke-42. Rekor head-to-head Jojo melawan pemain 32 tahun itu adalah 2-2. Namun, semua terjadi di masa lalu. Jojo kali terakhir kalah rubber game dalam Denmark Open 2017. Skill dia meningkat pesat sejak itu.
Langkah Ginting diprediksi lebih ringan. Paul adalah pemain peringkat ke-155 dunia yang selama ini lebih sering bertanding di Afrika. Pengalamannya di BWF Tour adalah turnamen-turnamen super 100. Terakhir, dia terjun di Akita Masters pekan lalu. Kalah oleh Firman Abdul Kholik di babak perempat final.
Pelatih tunggal putra Hendri Saputra optimistis anak buahnya melaju ke babak kedua. Persiapan selama dua pekan menuju Basel sudah optimal. Sebelum berangkat, dia memoles Jojo dan Ginting agar tidak lagi sering bikin kesalahan sendiri. Itu, menurut dia, penyakit terbesar mereka.
’’Mati sendiri itu kan mungkin feelingnya kurang pas. Atau, pengambilan keputusan kurang pas. Makanya perlu dilatih terus agar pengambilan keputusannya lebih baik,’’ papar Hendri dalam keterangan pers yang dikirim PP PBSI. ’’Selain itu, mereka harus memahami fokus di lapangan. Asalnya fokus itu dari pikiran. Bagaimana mereka menanggapi tiap pertandingan,’’ imbuhnya.
Sementara itu, Firman memberikan kado manis buat kemerdekaan Indonesia. Dia menjadi satu-satunya wakil Merah Putih yang berhasil meraih gelar Akita Masters. Dia menundukkan wakil tuan rumah Yu Igarashi 21-18, 22-20 di final kemarin. Ini merupakan gelar perdananya di BWF Tour.
Pada game kedua, Firman sempat terlalu percaya diri ketika skor masih 19-16. Konsentrasinya hilang sehingga malah terjadi deuce. ’’Ada kepikiran ’wah alhamdulillah juara.’ Fokus permainannya hilang,’’ ungkap pemain 22 tahun tersebut. Dia harus bekerja lebih keras untuk menang. Kuncinya adalah sabar dan mengantisipasi permainan reli lawan.
Momen kemerdekaan Indonesia diakui menjadi suntikan semangat tersendiri. ’’Saya merasa lebih yakin mainnya. Ini hadiah untuk Indonesia,’’ tegas Firman. Capaian di level super 100 belum membuat dia puas. Pemain Mutiara Bandung itu ingin merebut gelar juara di level yang lebih tinggi.