Daya Beli Warga Surabaya Meningkat
SURABAYA, Jawa Pos – Daya beli warga Surabaya meningkat jika dibandingkan dengan sejak pertama Tri Rismaharini menjabat wali kota. Dalam kurun waktu tujuh tahun (2010–2017), daya beli masyarakat yang tinggi naik 34 persen.
Risma menjelaskan, pada awal pemerintahannya, daya beli masyarakat rendah sebesar 34 persen, menengah (52 persen), dan tinggi (13 persen). Namun, data terakhir 2018, daya beli masyarakat rendah hanya 5,9 persen; menengah (46 persen); serta tinggi (47 persen). ’’Daya beli warga rendah terus berkurang. Ini bagus sekali,’’ kata Risma di hadapan pengunjung dan undangan Surabaya Great Expo beberapa waktu lalu.
Karena itu, dia mendorong para pelaku UMKM untuk membuat produk tidak hanya untuk kalangan menengah ke bawah. Risma menggarisbawahi, warga yang berdaya beli tinggi naik dari 13 persen menjadi 47 persen. ’’Kalau tidak kita imbangi, mereka akan cari barang (ke kota) lain,’’ tegas ketua Bidang Kebudayaan DPP PDI Perjuangan itu.
Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Ali Affandi membenarkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Surabaya memang terus meningkat. Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Surabaya selalu di atas rata-rata Jawa Timur dan nasional.
Indeks gini yang menunjukkan tingkat ketimpangan di Kota Surabaya berkisar 0,3–0,4 yang tergolong kategori sedang. Secara umum, kesenjangan ekonomi bisa diturunkan secara berkelanjutan.
Andi, sapaan akrab Ali Affandi, menambahkan, pendapatan per kapita warga Surabaya juga terus meningkat, yaitu sudah tembus Rp 165 juta per orang per tahun. Pengelolaan inflasi juga relatif terkendali. Pada 2018, inflasi Surabaya 3,03 persen, lebih rendah daripada inflasi nasional yang mencapai 3,13 persen. Itulah yang membuat daya beli terjaga. ’’Kami melihat daya beli relatif bagus. Setidaknya tidak tergerus sebagaimana daerah-daerah lain,’’ ungkapnya.
’’Dengan kelas menengah yang terus tumbuh yang ditandai menanjaknya pendapatan per kapita secara berkelanjutan, memang perlu ada kebijakan terintegrasi agar perputaran uang tetap terpusat di Surabaya, tidak lari ke luar daerah. Ini penting agar kue ekonomi semakin merata dan dinikmati seluruh lapisan masyarakat di Surabaya,’’ imbuhnya.
Menurut dia, opsi kebijakan yang tepat adalah menggeliatkan berbagai program yang membuat orang Surabaya membelanjakan uang mereka di daerah sendiri. Contohnya, mendukung Surabaya Shopping Festival dan mendorong berbagai kegiatan atau festival pariwisata.
’’Ke depan, pengembangan sentra ekonomi baru di daerahdaerah pinggiran Surabaya perlu diperkuat agar pertumbuhan ekonomi semakin inklusif. Konsep pemberdayaan ekonominya perlu dirumuskan agar kenaikan ekonomi Surabaya bisa dinikmati seluruh lapisan warga,’’ ujar mantan ketua Hipmi Jatim itu.