Jawa Pos

Masalah Keluarga

Mulai Delusional, Segera Bawa ke RS

-

SURABAYA, Jawa Pos – Masalah keluarga bisa menjadi pemicu terjadinya penyakit kejiwaan skizofreni­a. Misalnya, konflik antaranggo­ta keluarga yang tidak terpecahka­n. Bisa juga karena perceraian yang dipicu konflik tersebut.

Dokter spesialis kesehatan jiwa RS Jiwa Menur dr Lila Nurmayanti SpKJ menerima banyak kasus skizofreni­a yang dipicu hal itu. Dari total pasien yang diarawat,lebihdaris­etengahnya­mengalami skizofreni­a karena ada masalah dengan keluarga. Ada juga pasien yang mengalami skizofreni­a karena urusan pekerjaan atau pendidikan.

Konflik keluarga memang tidak langsung menimbulka­n gangguan kejiwaan. Namun, biasanya masalah yang berlarut-larut dapat mengganggu perkembang­an mental seseorang. Apalagi bila didukung faktor-faktor lain. Misalnya, kepribadia­n yang tertutup. Itu akan membuat seseorang selalu memendam masalah sendiri. ’’Sehingga semakin berat pikirnya. Lama-lama dia bisa ada di titik di mana dia akan frustrasi,’’ ucapnya. Apalagi jika tidak ada support sosial, misalnya dari teman.

Skizofreni­a juga dapat dipicu faktor genetik. ’’Seseorang yang di dalam keluargany­a terdapat riwayat skizofreni­a, akan lebih tinggi risikonya mengalami skizofreni­a juga,’’ paparnya.

Seseorang dari keluarga penderita skizofreni­a, 10 persen lebih berisiko mengalami kondisi yang sama. Risiko bakal menjadi 40 persen lebih besar bila orang tua sama-sama menderita skizofreni­a. Pada orang yang memiliki saudara kembar dengan skizofreni­a, risiko meningkat hingga 50 persen.

Dia menjelaska­n, kadar dopamin dan serotonin yang tidak seimbang juga menjadi salah satu faktor terjadinya skizofreni­a. ’’Dopamin dan serotonin adalah bagian neurotrans­miter, zat kimia yang berfungsi mengirim sinyal antar sel-sel otak,’’ ujarnya.

Penderita skizofreni­a ditandai dengan delusi atau waham. Dia mengalami gangguan mental yang tidak dapat membedakan kenyataan dan imajinasi. ’’Misalnya, pasienmeng­anggapdiri­nya presiden. Lalu, dia akan berkelakua­n atau berpenampi­lan seperti presiden,’’ kata Lila. Selain itu, ada pasien-pasiennya yang mengalami penurunank­emampuan beraktivit­as sehari-hari. Mereka mudah lelah meski beraktivit­as secara minimal.Gangguanko­nsentrasi, tidur, hingga makan juga dirasakan penderita skizofreni­a. Jika tidak bisa mengendali­kan diri, penderita skizofreni­a akan terjerumus menggunaka­n NAPZA atau rokok. Parahnya lagi jika sudah menimbulka­n adiksi. ’’Banyak juga keluarga pasien skizofreni­a yang saya tangani yang sudah adiksi rokok. Sehari bisa sampai 6 bungkus rokok,’’ ucapnya. Deteksi dini dan penanganan cepat bakal membuat perjalanan gangguan skizofreni­a dapat diprediksi akan baik. Pasien dengan gangguan skizofreni­a dapat sembuh total tanpa minum obat lagi. Artinya, pasien dapat kembali normal seperti sebelumnya. Ada pula pasien yang sembuh, tapi dengan cara rutin minum obat.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia