Jawa Pos

Mulai Muncul Penjual Tanah Kavling

-

Menyusuri Calon Ibu Kota Baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (1)

Presiden Jokowi telah memutuskan lokasi ibu kota baru. Yakni, sebagian Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegar­a. Wartawan Jawa Pos Bayu Putra bersama Kaltim Post menelusuri daerah yang masuk Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) itu. Berikut laporannya.

MENTARI baru kembali ke peraduan ketika saya dan tim Kaltim Post tiba di wilayah Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), kemarin (28/8) J

Cahaya di rumah-rumah warga baru saja dinyalakan. Tak sampai 10 menit, semua cahaya mendadak padam. Suasana gelap gulita. Ribuan bintang di langit tak mampu menerangi. Terang hanya muncul dari lampu kendaraan yang sesekali lewat menyilauka­n mata.

Hampir sejam kami terkungkun­g dalam gelap sebelum akhirnya listrik menyala lagi. ”Di Sepaku sudah tidak lagi byar-pet. Kalaupun mati, hanya beberapa menit,” klaim Camat Sepaku Risman Abdul enam jam sebelumnya, saat kami temui di kantornya.

Kecamatan Sepaku adalah salah satu wilayah di Kabupaten PPU yang akan menjadi tempat berdirinya ibu kota negara (IKN) baru. Selain Sepaku, wilayah lainnya adalah Kecamatan Samboja di Kabupaten Kutai Kartanegar­a (Kukar). Dua kecamatan itulah yang paling merepresen­tasikan keputusan Presiden Joko Widodo tentang lokasi IKN.

Berangkat dari Gedung Biru Kaltim Post pukul 09.00 Wita, kami menempuh jarak sekitar 70 km selama kurang lebih tiga jam. Termasuk mampir sarapan di warung soto Lamongan yang sedap di jalur Balikpapan–Samarinda.

Di Kilometer 38, kami berbelok ke kiri. Selesai sudah episode jalan mulus ala arteri utama. Kami dihadapkan pada kondisi jalan yang tidak menentu. Beberapa puluh meter jalannya beraspal mulus. Lalu, berganti jalan aspal yang rusak berat sepanjang puluhan meter. Begitu terus berganti-ganti. Termasuk jalur yang baru saja dicor separo jalan. Ada pula jalanan cor yang sudah mulus sepanjang beberapa km, berselang-seling dengan jalan yang rusak berat.

Tidak lama setelah berbelok di Km 38, kami sempat dikejutkan oleh seekor bekantan yang muncul tiba-tiba di tepi jalan. Namun, dia segera kembali masuk hutan sebelum kami sempat mengambil gambar. Beberapa puluh meter berikutnya, beberapa kera juga bermuncula­n di tepi jalan. Begitu tahu mobil kami berhenti, mereka mendekat. Tampak bahwa kerakera tersebut sudah terbiasa berinterak­si dengan manusia.

Tulisan ini saya buat dalam kondisi terguncang-guncang di mobil dalam perjalanan kembali ke Balikpapan. Wahyu Rizki, desainer perwajahan halaman Kaltim Post yang membawa kami, memang lihai menyetir. Kelihaiann­ya itu benar-benar diuji dengan kondisi jalan yang tak menentu. Apalagi di waktu malam dan tanpa penerangan jalan sama sekali. Di sekeliling kami hanya ada rumah penduduk yang tidak begitu banyak. Selebihnya hanya hutan atau perkebunan kelapa sawit.

Selain kondisinya yang buruk, jalurnya naik turun dan berkelok. Khas kawasan perbukitan. Sayang, medan berat itu saat ini adalah satu-satunya jalur darat menuju IKN dari sisi PPU. Sesekali kami berpapasan dengan truk molen pengangkut adonan semen yang hendak mengecor jalan. Bila berpapasan di jalan cor yang baru terisi setengah, kami harus bergantian lewat.

Di luar itu semua, kontur geografis Kecamatan Sepaku memang elok. Meski di beberapa titik ada bekas galian tambang atau penebangan hutan, saya tak bisa untuk tidak nggumun alias kagum dengan panoramany­a. Deretan lahan sawit ditata apik di lahan-lahan transmigra­n maupun konsesi.

Gabungan antara Kecamatan Sepaku di PPU dan Samboja di Kukar lebih dari cukup untuk menampung kebutuhan ibu kota baru. Sepaku memiliki luas 117.236 hektare dan Samboja 104.590 hektare. Untuk tahap awal, IKN hanya butuh lahan 40 ribu hektare yang akan berkembang sampai 180 ribu hektare.

Hingga kemarin, Risman mengaku belum mendapat petunjuk atau informasi apa pun dari pemda maupun pemerintah pusat soal lokasi. Khususnya koordinat pasti lokasi ibu kota. Rencananya, akhir pekan ini dia dan camat Samboja beserta seluruh kepala desa dan lurah akan dipanggil untuk mengikuti rakor di Samarinda. Setelah itu, tim dari Badan Pertanahan Nasional Pusat dan Provinsi Kaltim akan mengecek lokasinya.

Untuk saat ini, dia hanya bisa menebak-nebak lokasi utama yang dimaksud Jokowi. ”Saya memprediks­i lokasinya di Kelurahan Semoi Dua,” jelasnya. Kelurahan itu berbatasan langsung dengan Kukar. Desa tersebut memiliki luas 4.300 hektare.

Kecamatan Sepaku memiliki 2 SMA dan 3 SMK. Juga, memiliki 4 puskesmas induk dan 1 puskesmas pembantu di setiap desa. Ada juga calon RS Pratama yang saat ini belum beroperasi. Listrik mereka sudah terhubung dengan jaringan dari Kalimantan Selatan (Kalsel). Problemnya hanya air. ”Kalau kemarau begini, warga mulai beli air,” tutur Risman.

Penduduk Kecamatan Sepaku berjumlah 36.311 jiwa yang tergabung dalam 11.300 KK. Sebagian besar di antara mereka merupakan para transmigra­n yang datang dari Jawa secara bergelomba­ng sejak 1975. Karena itu, tidak heran bila komunikasi sehari-hari mereka juga menggunaka­n bahasa Jawa ngoko.

Saya sempat berbincang sejenak dengan pasangan transmigra­n generasi pertama. Mursyidin, 86, dan Tuminem, 77, nama suami istri tersebut. ”Kami babat alas selama setahun. Pakai kapak, cangkul, dan arit,” terang Mursyidin. ”Setahun itu juga belum tuntas betul,” tambah Tuminem.

Bagaimana tidak. Saat itu setiap transmigra­n diberi hak milik atas tanah 2 hektare. Namun, tanahnya masih berupa hutan belantara. Berbagai pohon tumbuh di kawasan tersebut, termasuk pohon ulin yang kayunya juga dikenal dengan sebutan kayu besi karena saking kerasnya. Tidak mudah membabat alas dengan peralatan seadanya kala itu.

Selama proses babat alas, mereka bergantung pada jatah hidup dari pemerintah yang diberikan selama setahun. Selesai babat alas, pasangan asal Pacitan, Jatim, itu mulai bercocok tanam. ”Nandur pantun, wong isone mung pari (menanam padi karena bisanya hanya padi, Red),” lanjut Mursyidin. Selain padi, mereka menanam singkong. Sebagian dijual untuk membeli lauk.

Para transmigra­n juga menghadapi tantangan lain. Yakni, penyakit malaria. Bersama 200 KK lainnya, mereka bergantian mengidap penyakit yang bisa merenggut nyawa itu. ”Yang kena bukan satu dua orang, tapi satu rumah kena malaria semua,” kenang Mursyidin. Seiring waktu, fasilitas kesehatan dibangun dan dengan cepat mendeteksi malaria. Tidak ada solusi atas wabah malaria itu kecuali mengobati korban yang hidup dan memakamkan yang meninggal.

Bertahun-tahun melawan malaria, kini Mursyidin dan para penduduk mengaku sudah kebal. ”Sekarang biasanya yang kena malaria itu pekerja pendatang baru, mereka masuk hutan, lalu kena malaria,” tutur Muhammad Fathoni, tetangga Mursyidin. Bahkan, sekadar memancing di empang pun bisa terjangkit malaria.

Yang masih diwaspadai adalah penyakit kaki gajah. Gara-gara di salah satu desa di wilayah Sepaku terjadi wabah filariasis lima tahun silam, warga desa lainnya kena getahnya. Lima tahun belakangan, mereka diberi obat untuk mencegah penyakit tersebut. Mereka diimbau mengonsums­inya agar tidak sampai terjangkit­i. Fathoni pun mengaku sudah bosan mengonsums­i obat itu. Beberapa waktu belakangan dia tidak lagi mengonsums­inya.

Ketika saya mulai membicarak­an ibu kota negara, raut wajah Mursyidin dan Tuminem berubah. Mereka langsung semringah dan antusias. ”Saya dikasih tahu tetangga-tetangga. Juga nonton televisi waktu diumumkan presiden,” ucap Tuminem. Mereka senang karena yakin akan ada dampak ekonomi bagi warga di sekitar lokasi IKN.

Hanya, tidak bisa dimungkiri bahwa pembanguna­n IKN juga menimbulka­n dampak negatif. Saat berkelilin­g Kecamatan Sepaku, saya mendapati sebuah spanduk berukuran 2 x 1 meter di tepi jalan di depan lahan sawit. Dibingkai dengan kayu yang tampak masih baru dan ditancapka­n ke tanah. Spanduk itu berisi penawaran tanah kavling di tepi jalan negara, yang saat itu saya dan tim Kaltim Post lalui. Munculnya permintaan tanah tersebut juga diakui Fathoni.

”Saya sudah ditelepon orang Jakarta, minta dicarikan tanah 3 hektare,” tuturnya. Si penelepon hanya memintanya mencarikan tanah. Belum sampai tahap negosiasi harga.

Risman juga tidak membantah hal itu. Yang bisa dia lakukan saat ini hanya berupaya memagari. ”Saya sudah minta lurahlurah, kalau ada upaya-upaya transaksi (tanah), jangan diadminist­rasikan,” ucapnya. Dia mengaku kerap menyosiali­sasikan kepada masyarakat agar tidak melepas tanahnya dengan alasan apa pun. Agar mereka tidak hanya menjadi penonton ketika ibu kota baru nanti selesai dibangun.(*/mia/c10/oni)

 ?? THOMAS DP/KALTIMPOST ?? DIKELILING­I RUANG TERBUKA HIJAU: Pertigaan Km 38 Balikpapan-Samarinda yang saat ini menjadi satu-satunya akses darat menuju ibu kota baru di sisi Penajam Paser Utara.
THOMAS DP/KALTIMPOST DIKELILING­I RUANG TERBUKA HIJAU: Pertigaan Km 38 Balikpapan-Samarinda yang saat ini menjadi satu-satunya akses darat menuju ibu kota baru di sisi Penajam Paser Utara.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia