Yakin RUU KUHP Disahkan Bulan Depan
JAKARTA, Jawa Pos – Pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memasuki tahap akhir. DPR memasang target pembahasan tuntas akhir periode ini, meski pembahasannya berjalan alot.
Wakil Ketua Komisi III DPR Herman Hery menyampaikan, pihaknya optimistis hasil revisi UU tersebut bisa segera disahkan September ini. Alasannya, tidak ada lagi pasal-pasal yang krusial yang menjadi perdebatan anggota. ’’Pembahasan sudah tahap akhir. Kita upayakan periode ini,’’ kata Herman Hery di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (28/8).
Revisi UU KUHP memiliki tujuh isu krusial yang menyebabkan pembahasan berjalan alot. Panitia kerja (Panja) DPR dan tim pemerintah sangat hati-hati dalam membahas masalah tersebut.
Salah satu di antara isu-isu krusial adalah opsi pemberlakuan hukum adat. Menurut Herman, salah satu perdebatan yang muncul adalah perlu atau tidaknya hukum adat diatur dalam KUHP. Juga bagaimana mengukur penerapan hukum adat agar tidak menimbulkan konflik di masyarakat. ’’Misalnya, orang suku Aceh melanggar hukum adat Papua. Apakah hukuman membayar denda adat dengan babi bisa diterapkan atau tidak,’’ beber Herman.
Perdebatan lainnya terkait pasal penghinaan terhadap presiden. Dalam KUHP yang berlaku sekarang, penghinaan terhadap presiden bersifat delik biasa, bukan aduan. Belakangan MK telah membatalkan aturan tersebut. ’’Jadi tetap diatur bahwa itu harus delik aduan. Hukuman penghinaan terhadap presiden lebih tinggi daripada pasal penghinaan terhadap orang biasa,’’ imbuh politikus PDIP itu.
Pasal lain yang menjadi polemik soal pidana mati, kesusilaan, tindak pidana khusus (terorisme, korupsi, narkotika), ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Herman menyatakan, pembahasan sudah melalui berbagai tahapan. Mulai perumusan, daftar inventarisasi masalah (DIM), hingga kajian akademis yang melibatkan para pakar perguruan tinggi. ’’Aktivis HAM juga kami libatkan,’’ tandasnya.