Jawa Pos

Pak Jokowi, Kapan ke Papua?

-

Papua masih membara. Untuk kali kedua, kerusuhan sebagai buntut protes perlakuan rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya kembali terjadi kemarin (29/8). Aksi terjadi di Kota Jayapura. Ribuan orang masuk ke pusat kota dan melakukan aksi anarkistis. Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP), Telkom, hingga Lapas Abepura menjadi sasaran amuk massa.

Kerusuhan susulan itu patut disesalkan. Aparat intelijen di Papua tidak mengantisi­pasi jauh-jauh hari terjadinya amuk massa tersebut. Mereka tidak menyuplai informasi akurat kepada jajaran TNI-Polri yang menjadi garda terdepan dalam pengamanan. Redanya permasalah­an Papua pasca kerusuhan di Manokwari, Papua Barat, pada 19 Agustus lalu ternyata justru menjadi api dalam sekam. Peristiwa serupa terjadi di Jayapura kemarin. Kita tidak tahu apakah kerusuhan akan terjadi lagi. Tapi, tentu kita berharap aksi di Jayapura adalah yang terakhir.

Yang disesalkan lagi adalah keseriusan pemerintah pusat dalam menuntaska­n permasalah­an Papua. Aksi rusuh di Manokwari sepatutnya menjadi pelajaran agar kerusuhan serupa tidak terjadi. Jeda sepuluh hari ternyata tidak dimanfaatk­an oleh pemerintah pusat. Istana justru lebih suka membahas rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur (Kaltim). Presiden Jokowi juga tidak menjadikan kasus Papua sebagai permasalah­an serius yang harus cepatcepat dituntaska­n. Dia hanya mengutus Panglima TNI Jenderal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menemui sejumlah tokoh di Kota Timika, Papua, pada 28 Agustus. Sembari menunggu pembahasan desain solusi jangka pendek masalah Papua di jajaran Kemenko Polhukam di Jakarta.

Padahal, tanda-tanda belum tuntasnya kasus Papua sudah terlihat dalam beberapa hari ini. Setidaknya terlihat dari penolakan mahasiswa Papua atas kunjungan gubernurny­a, Lukas Enembe,danGubernu­rJatimKhof­ifahIndarP­arawansa di asrama mahasiswa di Jalan Kalasan, Surabaya, 27 Agustus lalu. Belum lagi kondisi warga di sejumlah kota di Papua dan Papua Barat yang belum terima atas perlakuan rasial di Surabaya.

Ke depan, kita berharap Presiden Jokowi segera turun langsung ke Papua. Dia harus berada di tengah-tengah massa untuk menurunkan ketegangan. Jokowi sepatutnya mempriorit­askan kasus Papua sebagai permasalah­an penting. Bahkan lebih penting daripada memindahka­n ibu kota.

Jokowi tak bisa lagi menyerahka­n penyelesai­an kasus Papua kepada anak buahnya. Masalah Papua tidak bisa sekadar diselesaik­an dengan pendekatan kesejahter­aan, apalagi keamanan. Dibutuhkan penanganan komprehens­if terhadap Papua. Dan, untuk semua itu, yang bisa adalah Jokowi sendiri!

 ?? ILUSTRASI CHIS/JAWA POS ??
ILUSTRASI CHIS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia