Maksimalkan EBT demi Lingkungan
SURABAYA, Jawa Pos – Potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia sangat tinggi. Jenisnya pun beragam. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut panas bumi, air, bioenergi, surya, angin, serta arus dan gelombang laut sebagai jenis EBT. Sayang, potensi itu belum dimanfaatkan secara optimal.
Total potensi energi listrik yang bisa dihasilkan dari EBT berkisar 442 Gw. Sejauh ini, realisasinya baru sekitar 2,1 persen. ’’Untuk energi surya, potensi pembangkitnya (PLTS) berada di angka 207,8 Gwp. Tapi, penggunaannya masih 0,092 Gwp atau 0,02 persen,’’ kata Kasubdit Penyiapan Program Aneka Energi Baru Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Tony Susandy dalam diskusi Ruang Ide Mantap Beratap Energi Baru di Graha Pena Surabaya kemarin (29/8).
Dia mengakui bahwa masyarakat masih memanfaatkan energi berbahan bakar fosil. ’’Padahal, kalau digunakan terus akan habis,’’ ujar Tony. Seharusnya, imbuh dia, masyarakat mulai beralih ke EBT. Namun, wawasan masyarakat tentang energi ramah lingkungan itu masih sangat sedikit.
Belakangan, pemerintah agresif mengedukasi masyarakat tentang EBT. Juga, mendorong mereka beralih ke energi yang lebih bersih. Yang paling mudah diperoleh adalah tenaga surya. Berdasar rencana umum energi nasional (RUEN), pemerintah menargetkan terpasangnya PLTS dengan kapasitas mencapai 6.500 mw pada 2025. Karena itu, pemerintah melanjutkan program pembagian lampu surya gratis. Sampai tahun ini, lebih dari 350 ribu rumah mendapatkan lampu surya gratis.
Strategi lainnya adalah mewajibkan sekitar 30 persen atap bangunan pemerintah untuk dipasangi panel surya. Pemerintah juga meminta rumah-rumah mewah, kompleks perumahan, dan apartemen memasang sel surya di area yang luasnya minimal 25 persen dari luas total atap. ’’Pemerintah sudah bekerja sama dengan Ditjen EBTKE dan REI untuk memopulerkan pemakaian atap surya,’’ ujar Tony.
Kemarin peneliti dan praktisi teknologi solar cell N. Edwin Widjonarko menerangkan bahwa memanfaatkan energi surya sebagai PLTS akan menghemat listrik sampai 30 persen. Sebab, sebagian asupan listrik dipasok PLTS atap yang terpasang di atap rumah dan toko. ’’Selain berfungsi sebagai atap, panel itu bisa menghasilkan listrik sekaligus bisa membentuk image green building,’’ tuturnya.
Praktisi industri atap Anthony Utomo mengapresiasi kebijakan pemerintah soal EBT. Sebagai bentuk dukungan, tahun ini Utomodeck akan berfokus pada bisnis solar rooftop. ’’Tahun depan kami targetkan kontribusi solar atap terhadap revenue kami bisa mencapai 30 persen,’’ terangnya.
Karena harga atap surya tiap 1 watt peak (wp) berkisar Rp 15 ribu, Anthony menawarkan solusi lain. Konsumen tidak perlu membeli atap surya, tapi cukup menyewanya. ’’Sistemnya mudah, sama seperti bisnis sewa pada umumnya,’’ ujar Anthony. Durasi penyewaan itu 20–25 tahun.