Johnson Bergeming Hadapi Musuh
Terus Optimistis Keluar dari Uni Eropa
LONDON, Jawa Pos – Rintangan yang menghadang Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dalam pemberlakuan penundaan sesi parlemen tak sedikit. Namun, kekasih Carrie Symonds itu belum tampak keder. Dia mengumbar optimismenya.
Pada Kamis (29/8), pria 55 tahun tersebut tak lagi membahas pentingnya penundaan sesi parlemen untuk mematangkan program pemerintah. Dia lebih bersemangat membicarakan upaya pemerintah untuk memperoleh kesepakatan dengan Uni Eropa. Menurut Johnson, meski aktivitas para legislator berhenti sejenak, pemerintah tak akan ongkang-ongkang saja. ”Saat ini sudah waktunya meningkatkan tempo,” ujar Johnson menurut BBC.
Mulai pekan ini, jadwal pertemuan negosiator Inggris dan Uni Eropa bertambah menjadi dua kali seminggu. Pertemuan itu bakal dilakukan hingga KTT Uni Eropa pada 17 Oktober. Dalam KTT tersebut, Uni Eropa akan memutuskan nasib Inggris. Dengan jadwal sepadat itu, dia meminta kubu lain tak melakukan hal yang macam-macam. Menurut Johnson, upaya oposisi dan partai lainnya justru menghambat Inggris untuk sepakat dengan Uni Eropa. ”Makin kuat isu Brexit bisa dihentikan, makin sulit mereka (Uni Eropa, Red) memberikan kesepakatan yang kita inginkan. Kalau tidak bisa sepakat, siap-siap saja keluar begitu saja,” ungkapnya.
Sejak mengumumkan penundaan sesi parlemen Rabu (28/8), Johnson mendapat banyak musuh. Ada yang berdemo, ada yang mengundurkan diri, ada yang menggugat. Beruntung, tak semua upaya musuh berhasil.
Selain di Edinburgh, gugatan diluncurkan di London dan Belfast, Negara Bagian Irlandia Utara. Namun, banyak yang khawatir kubu Johnson lolos.
Mau tak mau, oposisi memanfaatkan waktu yang sempit. Sebelum sesi ditunda, oposisi hanya punya waktu sekitar seminggu menyerang kabinet Johnson. Namun, sampai saat ini oposisi belum membeberkan rencana mereka.
Hanya Partai Buruh yang menyatakan bahwa pihaknya berencana mengusulkan mosi pencegahan opsi no-deal. Dengan begitu, pemerintah tak bisa keluar dari Uni Eropa begitu saja. ”Saya yakin tindakan kotor ini membuat banyak orang akan menentang no-deal Brexit,” ujar Shami Chakrabarti, petinggi Partai Buruh, kepada The Guardian.
Prancis Sudah Simulasi
Negara-negara Uni Eropa sudah makin yakin bahwa rezim pemerintah saat ini lebih condong ke kubu Brexit garis keras. Pemerintah Prancis pun telah melakukan geladi bersih untuk memberlakukan kebijakan bea cukai di perbatasan.
”Kami akan bertindak seolah-olah Brexit sudah terjadi. Bagi Anda pengusaha kecil yang ingin ekspor ke Inggris, laporkan produk Anda secara online,” tutur Menteri Urusan Anggaran Prancis Gerald Darmanin.
Untuk melakukan simulai tersebut, pemerintahan Emmanuel Macron telah merekrut 700 petugas bea cukai baru. Beruntung, negara fashion itu sudah memiliki sistem smart border yang langsung memeriksa kelengkapan truk secara otomatis. Jadi, barang-barang umum bisa langsung melaju lewat kapal feri atau terowongan tanpa harus diperiksa.
Namun, dia menuturkan bahwa 10 ribu perusahaan yang terdampak harus berpikir ulang jika ingin mempertahankan pasar di Inggris. Sebab, jika no-deal Brexit terjadi, tarif ekspor menuju Inggris bakal berubah seperti standar World Trade Organization (WTO). ”Anggap saja Anda sedang berbisnis dengan Afrika Selatan. Hanya, Afrika Selatan pindah ke sebelah negara Anda,” tandas Darmanin. (bil/c14/dos)