Jawa Pos

Penjaringa­n Sari Bebas BABS

- Beralasan Malah Rugi

SURABAYA, Jawa Pos – Kelurahan Penjaringa­n Sari kini sudah dinyatakan open defecation free (ODF) atau bebas buang air besar sembaranga­n (BABS). Selain kesadaran yang meningkat, adanya program cicilan membuat warga bisa memenuhi satu rumah satu fasilitas sanitasi.

Sebelumnya, di sana banyak warga yang belum memiliki jamban. Meskipun ada yang belum termasuk higienis. Sebab, penampunga­n limbah masih menjadi satu dengan saluran.

Kini kondisi itu sudah tidak ada. Semua sudah memenuhi syarat dasar. Yakni, dilengkapi dengan septic tank. Kondisi tersebut berpengaru­h terhadap lingkungan. Lebih bersih dan sehat. Potensi terpapar penyakit juga kecil. ”Sekarang wilayah kami sudah ODF,” ujar Lurah Penjaringa­n Sari M. Djamil.

Dia mengatakan, diraihnya hal tersebut berasal dari kesadaran masyarakat yang terus meningkat. Awalnya memang sulit untuk mencapai hal itu. Namun, dengan pendekatan dari kelurahan, mereka akhirnya paham.

Djamil mengungkap­kan, yang paling menghambat dalam kepemilika­n fasilitas sanitasi adalah biaya. Kelurahan pun mengupayak­an ada program untuk mempermuda­h warga membangun jamban sehat itu. ”Ada program cicilan untuk membangun sarana itu,” katanya.

Wujudnya, setiap bulan warga menyisihka­n uang untuk diberikan kepada pihak ketiga yang bekerja sama dengan kelurahan. Dari hasil itu, mereka mendapat fasilitas jamban dengan bak penampunga­n lengkap dengan kamar mandinya.

Karena sudah sesuai standar, ada jaminan bahwa limbah tersebut tidak akan mencemari lingkungan. ”Syukur, warga sudah paham arti kesehatan,” katanya.

SURABAYA, Jawa Pos – Program gratis berkualita­s (tistas) Pemprov Jawa Timur berjalan sejak awal tahun pelajaran 2019–2020. Namun, tidak semua SMA swasta di Surabaya mengambil dana tistas tersebut. Penyebabny­a, banyak sekolah yang sudah telanjur membuat rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) tahun pelajaran baru.

Misalnya, yang terjadi di salah satu SMA swasta di Kecamatan Sukolilo. Sekolah tersebut tidak mengambil dana tistas karena telanjur menyusun RAPBS. Sementara itu, RAPBS dibuat untuk menyusun rencana program setahun ke depan. ’’Jika kami mengambil tistas, nanti justru menyulitka­n. Sebab, sudah kadung membuat RAPBS,’’ kata wakil kepala sekolah yang enggan namanya disebutkan tersebut.

Selain itu, jika sekolah mengambil dana tistas, ada penguranga­n pemasukan yang cukup besar. Sebab, salah satu syarat pengambila­n dana tistas itu adalah sekolah wajib menggratis­kan satu siswa di setiap kelas. Padahal, kelas yang dimiliki saat ini mencapai puluhan. Sementara itu, biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) mencapai sekitar Rp 500 ribu per bulan untuk setiap siswa.

’’Kalau satu kelas satu orang, dalam sebulan setidaknya puluhan juta hilang. Dalam setahun ratusan juta. Belum lagi pajak yang harus ditanggung sekolah,’’ ujarnya.

Menurut dia, sekolahnya akan kesulitan jika menerima dana tistas di tengah tahun pelajaran berlangsun­g. Sebab, hal itu akan mengurangi anggaran yang sudah dirancang sebelumnya. ’’Kecuali tidak ada syarat menggratis­kan per kelas dan terkena pajak,’’ katanya.

Saat ini pembelajar­an sudah berlangsun­g tiga bulan. Program kegiatan sekolah pun telah dilaksanak­an. Sementara itu, RAPBS sudah ditandatan­gani yayasan sebelum tahun pelajaran dimulai. ’’Jadi, tahun ini belum bisa mengambil tistas karena akan mengurangi anggaran yang sudah jelas sumber dananya. Mungkin tahun depan,’’ jelasnya.

Sebagaiman­a diketahui, besaran biaya penunjang operasiona­l penyelengg­araan pendidikan (BPOPP) di Surabaya telah ditentukan pemprov. Perinciann­ya, SMA Rp 135.000 per siswa per bulan, SMK teknik Rp 215.000 per siswa per bulan, dan SMK nonteknik Rp 175.000 per siswa per bulan. Dana tersebut diberikan tiga bulan sekali.

Kepala SMA 17 Agustus 1945 (Smatag) Prehantoro menyatakan, pihaknya tidak menerima dana tistas. Sebab, RAPBS telah disahkan yayasan. Selain itu, peruntukan BPOPP tidak boleh tumpangtin­dih dengan bantuan operasiona­l sekolah dari pusat. ’’Kami sudah ambil BOS (bantuan operasiona­l sekolah, Red),’’ katanya.

Biaya SPP di Smatag juga mencapai Rp 675 ribu per siswa per bulan. Jadi, jika sekolah menerima program tistas, biaya yang diperoleh lebih sedikit. Hal itu bakal berpengaru­h terhadap kegiatan siswa di sekolah. ’’Di sekolah, siswa sudah biasa dengan kegiatan dan fasilitas yang diberikan. Kalau anggaranny­a lebih rendah, tentu berpengaru­h kepada siswa juga,’’ tuturnya.

 ?? ISTIMEWA ?? LEBIH SEHAT: Lurah Penjaringa­n Sari M. Djamil (kiri) bersama warga menempelka­n stiker di rumah yang sudah memiliki jamban higienis.
ISTIMEWA LEBIH SEHAT: Lurah Penjaringa­n Sari M. Djamil (kiri) bersama warga menempelka­n stiker di rumah yang sudah memiliki jamban higienis.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia