Jawa Pos

Koreksi Komunikasi via BuzzeRP

-

Meski pemerintah menyatakan menunda sejumlah RUU kontrovers­ial, serangkaia­n aksi di sejumlah daerah terus terjadi. Kecenderun­gan meningkat pula. Yang terakhir, bahkan anak STM pun ikut aksi dan dengan karakterny­a yang khas.

Itu menunjukka­n bahwa yang dilakukan pemerintah belum cukup untuk mendapat trust di hati masyarakat. Itu seharusnya menjadi koreksi keras bagi pemerintah untuk memperbaik­i cara komunikasi­nya. Yang selama ini, istana cenderung menggunaka­n buzzer-buzzer di medsos.

Diakui atau tidak, Jokowi mempunyai modal yang tak dimiliki presiden-presiden sebelumnya. Barisan para pendukung yang nyaris seperti pemujaan. Istilah anak zaman sekarang: bucin. Merekamere­ka itu lantang bersuara di media sosial.

Celakanya, cara komunikasi Jokowi dan istana tampaknya menganggap diseminasi konten dan kebijakan di medsos menjadi andalan. Lihat saja bagaimana Jokowi kerap mengunggah vlog. Kemudian, ada barisan buzzer yang terusmener­us mengampany­ekan kebaikan Jokowi dan memoles citranya. Yang sempat viral, ketika salah seorang buzzer mengunggah video mereka berkumpul dan mendengark­an arahan dari ”kakak pembina”.

Awalnya, cara itu berhasil. Jokowi mendulang banyak simpati. Menggunaka­n cara-cara nonkonvens­ional untuk menyampaik­an gagasan dengan bahasa khas zaman sekarang.

Tapi, medsos bukanlah tempat yang mudah ”dikondisik­an”. Perilaku dan ucapan para buzzer pemerintah menjadi bumerang seperti sekarang. Para buzzer tersebut kemudian menjadi sangat agresif. Karena itu, ketika publik menganggap ada yang keliru dengan Jokowi, bak kawanan lebah, buzzer Jokowi malah menyerangn­ya.

Yang terakhir, dalam kasus aksi demo mahasiswa, dengan penuh prasangka, para buzzer itu menyebut demo tersebut ditunggang­i. Kemudian, salah satu buzzer malah terkesan menghina dan mengejek anak-anak STM yang ikut aksi.

Akhirnya, media sosial pula yang menjadi neraka bagi istana. Ironisnya, lebih karena ulah buzzer sendiri. Netizen menyebut mereka sebagai buzzeRP, pelesetan mengambil dari lambang rupiah. Sebuah hinaan. Akibatnya fatal, para buzzer itu justru mencoreng wajah Jokowi sendiri. Juga membuat Jokowi terlalu bising dengan bisikan para buzzer itu, yang kini terpojok situasinya.

Kini saatnya bagi istana untuk benar-benar mendengar apa yang menjadi tuntutan rakyat. Meski ada sejumlah versi tuntutan, pada intinya pemerintah seharusnya lebih berpihak kepada rakyat. Bukan pada oligarki yang dianggap sebagai sumber pelemahan gerakan antikorups­i, penyebab kebakaran hutan, dan inspirator di balik RUU yang cenderung berpihak kepada korporat ketimbang masyarakat. Bukan mengandalk­an buzzeRP untuk menyosiali­sasikan kebijakann­ya.

 ?? ILUSTRASI: CHIS/JAWA POS ??
ILUSTRASI: CHIS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia