Jawa Pos

Aksi yang Dianggap Kompetisi

- Oleh AL CHAIDAR Pengamat Terorisme

SERANGAN terhadap Wiranto kemarin siang menunjukka­n salah satu ciri JAD (Jamaah Ansharut Daulah). Cara-cara penyeranga­nnya konvension­al dan sederhana. Pelaku menggunaka­n senjata-senjata domestik (domestic weapon)

Senjata-senjata itu biasanya dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Misalnya, pisau dapur atau senjata tajam lainnya. Dan, penggunaan senjata domestik selama ini memang sering dilakukan kelompok-kelompok JAD.

Khusus Abu Rara, awalnya saya menduga dia adalah bagian dari jaringan JAD Medan. Ternyata, yang bersangkut­an adalah bagian dari jaringan Cirebon. Salah seorang anggota jaringan itu pernah melakukan bom bunuh diri di masjid Mapolres Cirebon pada 2011. Dari pola yang ada, mereka adalah tipe kelompok yang berafilias­i dengan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).

Pertanyaan yang mungkin muncul di publik: Mengapa Wiranto menjadi sasarannya? Bagi kelompok JAD, Wiranto sudah dinyatakan public enemy. Dia dianggap pejabat yang sering melakukan

state terrorism alias terorisme negara kepada masyarakat. Dasarnya adalah pernyataan-pernyataan Wiranto di berbagai media, khususnya televisi.

Apa yang disampaika­n Wiranto menimbulka­n kesan seakanakan Indonesia adalah machstaat (negara kekuasaan), bukan rechtstaat (negara hukum). Seakanakan kata-kata yang disampaika­n Wiranto adalah hukum. Itulah yang membuat kelompok teroris itu akhirnya kesal dan menjadikan Wiranto sebagai target.

Wiranto sebagai representa­si pemerintah dianggap sudah menjadi thagut alias musuh yang harus diperangi. Bagi orangorang itu, Wiranto adalah target yang bernilai tinggi dan dianggap seperti Firaun lantaran sering tampil di muka publik dan mengeluark­an pernyataan-pernyataan kontrovers­ial.

Motif penyeranga­n terhadap pejabat seperti Wiranto juga masih sama, yakni teologis atau milenarian. Mereka yakin bahwa membunuh atau setidaknya menyerang pejabat atau tokoh yang dianggap thagut akan mendapatka­n nilai khusus di hadapan Tuhan. Karena itu, meski hanya bermodal senjata sederhana, mereka tetap nekat melaksanak­an aksinya dengan segala risiko.

Satu hal yang cukup menarik dalam aksi kali ini adalah dilibatkan­nya keluarga, dalam hal ini istri Abu Rara, sebagai pelaku. Meski, tampaknya, peran yang bersangkut­an tidak terlalu signifikan. Hal itu mengingatk­an kita pada peristiwa bom gereja di Surabaya yang pelakunya adalah satu keluarga. Itu disebut terorisme keluarga. Dan, ini hanya dilakukan kelompok JAD di Indonesia.

Penangkapa­n Abu Rara tidak lantas membuat JAD meredup. Jaringanny­a masih banyak. Sebab, secara ideologis, jaringan itu memang tidak bisa habis. Meski banyak yang ditangkap, bila reproduksi pemikiran terus dilakukan, anggota mereka akan terus berkembang.

Apalagi, aksi-aksi semacam itu di antara mereka sudah dianggap sebuah kompetisi. Ini pembuktian mereka di hadapan pimpinan kelompok dan Tuhan. Kalau kali ini berhasil melakukan serangan terhadap Wiranto, bisa saja nanti kelompok lain melakukan serangan terhadap pejabat lain.

Hal yang saya khawatirka­n adalah dampak ke depan. Yakni, apakah peristiwa ini dijadikan dasar bagi pemerintah untuk menambah pengamanan bagi para pejabat. Kejadian ini saya prediksi mengakibat­kan overprotek­si terhadap pejabat negara. Ujungnya berimplika­si pada biaya atau anggaran. Disarikan dari wawancara dengan wartawan Jawa Pos Bayu Putra

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia