Ada Bayern di Balik Kepindahan Gnabry
Setahun terakhir, lini belakang Jerman rapuh pada babak kedua. Inilah menit-menit kebobolan Jerman sejak Maret tahun ini.
Babak Pertama
1 gol - - -
Babak Kedua
2 gol 3 2 1
PERFORMA winger tim nasional Jerman Serge Gnabry kembali menuai decak kagum. Selain membuat satu gol, pemain 24 tahun itu mengarsiteki gol kedua Die Mannschaft yang diciptakan Kai Havertz.
Atas performa moncer Gnabry itu, eks pelatih Arsenal Arsene Wenger sama sekali tak kaget. Pria 69 tahun tersebut sudah mencium bakat besar Gnabry bahkan ketika pemain kelahiran Stuttgart itu bermain di level akademi Arsenal.
”Serge (Gnabry) contoh seorang bocah dengan bakat yang luar biasa, tetapi pada satu tahapan dia sosok yang pemalu. Namun, kami tak pernah mengecilkan perannya di masa mendatang,” kata Wenger dalam wawancara dengan beIN Sports kemarin (10/10).
Wenger merupakan sosok yang berpandangan 180 derajat berbeda dengan pelatih West Bromwich Albion Tony Pulis ketika Gnabry dipinjamkan musim panas 2015. Pulis bahkan menyebut Gnabry bukanlah pemain yang bisa berada di level Premier League.
”Ketika Serge kembali ke Arsenal musim panas 2016, kami tahu dia mengalami hal yang sangat buruk ketika dipinjamkan ke West Brom. Kepercayaan dirinya hancur dan kami di Arsenal berusaha membangunnya lagi,” ucap Wenger. ”Namun, nyatanya Serge memilih pergi ke Werder Bremen,” tambah pelatih yang 22 musim menjadi pelatih Arsenal itu.
Nah, keberadaan Gnabry yang hanya semusim di Bremen (2016–2017) lalu musim berikutnya pindah Bayern Muenchen (2017–sekarang) menimbulkan pertanyaan buat Wenger. Dengan pengalamannya lebih dari dua dekade di sepak bola, Wenger membaca ada yang tak beres ketika Gnabry meninggalkan Arsenal.
”Saya melihat kalau Bayern melakukan permainan di balik layar dengan Serge. Kita tahu kalau Bayern memiliki reputasi buruk dalam melakukan pembajakan kepada pemain-pemain yang diinginkannya,” tutur pria yang menyumbangkan 17 trofi selama 22 tahun di Arsenal itu.
Wenger dan Arsenal pantas merasa gondok dengan performa Gnabry saat ini. Ketika dijual ke Bremen, harga Gnabry sangat murah. Yakni, GBP 5 juta (Rp 86,44 miliar). Setahun kemudian, ketika dibeli Bayern, banderolnya pun masih murah. Yakni, GBP 8 juta (Rp 138, 31 miliar).
Dibanding saat ini, harga Gnabry melonjak tajam. Versi Transfermarkt, Gnabry memiliki market value GBP 60 juta (Rp 1, 03 triliun). Atau melonjak hampir delapan kali dari harga ketika dibeli Bayern.
DORTMUND, Jawa Pos – Argentina menjadi lawan yang alot ditaklukkan bagi Jerman. Setelah kemenangan 1-0 di final Piala Dunia 2014 lalu di Stadion Maracana, dalam dua pertemuan selanjutnya, Die Mannschaft tak pernah menang. Setelah Jerman kalah 2-4 pada September 2014, kemarin (10/10) dalam uji coba internasional di Signal Iduna Park, Jerman bermain imbang 2-2 dengan Argentina.
Hasil imbang tersebut juga menandai era generasi baru Jerman. Menurut catatan Opta, untuk kali pertama dalam lima tahun terakhir, starting XI Jerman tanpa pemain dari skuad yang jadi juara di Brasil. Jerman unggul dua gol lebih dulu di babak pertama lewat Serge Gnabry pada menit ke-15 dan Kai Havertz (22’). Tim Tango menyamakan skor di babak kedua lewat Lucas Alario (66’) dan Lucas Ocampos (85’).
Pelatih Argentina Lionel Scaloni kepada TyC Sports menjelaskan, pada babak kedua timnya bermain lebih solid, tak banyak salah umpan, dan berani melakukan pressing tinggi di area pertahanan Jerman. ’’Kami melimitasi pergerakan pemain-pemain mereka dan menghindari serangan balik. Jerman memiliki pemain dengan kecepatan lari yang luar biasa,’’ kata Scaloni. ’’Kami lebih sabar ketika mengontrol bola,’’ tambah pelatih berusia 41 tahun itu.
Ole menulis, ada peran asisten pelatih Walter Samuel dalam perubahan gaya bermain Argentina untuk menjadi petarung di lini tengah. Ketika hendak melakukan pergantian ketiga, yakni memasukkan Lucas Alario dan menarik Paulo Dybala pada menit ke-62, percakapan Samuel dengan Scaloni bocor di televisi. ’’Estamos tibios,’’ kata Samuel kepada Scaloni.
’’Walter (Samuel) berkata demikian karena dia ’panas’ melihat situasi di lapangan dan ingin bermain kembali,’’ tutur Scaloni, lalu tertawa. ’’Menurut Walter, menghadapi tim yang mengandalkan kekuatan fisik, kami harus bermain dengan cara yang sama,’’ imbuh Scaloni.
Jika pada babak pertama memainkan formasi 4-2-3-1 dan gagal membendung 3-4-3 milik Jerman, pada babak kedua Scaloni mengubahnya dengan mirroring formasi Jerman. Skema 3-4-3 Argentina tersebut ternyata berhasil mengimbangi agresivitas Jerman.
Penyerang Argentina Lautaro Martinez setelah pertandingan kepada TyC Sports menyatakan, perubahan mental dan ide gaya bermain di babak kedua menjadi kuncinya. Penyerang Inter Milan itu sepakat timnya lebih menguasai pertandingan pada 45 menit kedua.
’’Kami bermain lebih banyak di area pertahanan lawan pada babak kedua. Sementara di babak pertama kami menghadapi tim yang cepat dengan teknik tinggi dan itu membuat kami keteteran,’’ tutur Lautaro.
Pemain 22 tahun tersebut tak lupa mengkritik dirinya yang tak bisa berkembang pada babak pertama. Ditekan sepanjang babak pertama, Lautaro tak melakukan banyak tembakan ke gawang Jerman.
Sementara itu, der trainer Jerman Joachim Loew kepada Deutsche Welle (DW) menuturkan, dirinya sudah pasti kecewa karena sekali lagi mereka gagal menang atas Argentina. Namun, Loew memberikan apresiasi kepada beberapa nama.
’’Ada empat pemain yang menjalani debut bersama timnas, Luca Waldschmidt, Nadiem Amiri, Suat Serdar, dan Robin Koch. Luca (Waldschmidt) berlari di semua area dan dia bermain sangat bagus,’’ puji pelatih berusia 59 tahun tersebut.
Loew menambahkan, tim muda yang dimainkan itu, dengan Joshua Kimmich sebagai kapten, diharapkan menjadi titik awal yang bagus. Selain Manuel Neuer (90), Kimmich merupakan pemain dengan caps terbanyak (45).
’’Jo (Kimmich, Red) adalah seorang panutan buat rekan-rekannya dan Jo pernah menjadi kapten Jerman di Piala Konfederasi 2017. Jo punya pengalaman memimpin tim, juga sosok vokal di lapangan, bisa memberikan instruksi. Karena itu, saya memilihnya sebagai kapten,’’ terang Loew.