Tanpa Komitmen, Eka Pilih Berjarak dari Pemerintah
SURABAYA, Jawa Pos – Perampasan buku, pelarangan diskusi, hingga pembajakan buku yang merajalela di Indonesia menjadi alasan kuat bagi sastrawan Eka Kurniawan untuk menolak Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2019. Dalam surat elektroniknya kepada Jawa Pos kemarin (10/10), penulis Cantik Itu Luka tersebut menyatakan akan tetap menjaga jarak dengan pemerintah untuk beberapa waktu.
Dalam Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2019, Eka masuk kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaru. Menurut Eka, sikap menjaga jarak itu akan terus dia terapkan selama pemerintah tak menunjukkan komitmen untuk menghadirkan rasa aman. Serta jaminan perlindungan kerja-kerja kebudayaan dan intelektual.
’’Saya mungkin jenis penulis yang jarang bicara. Kekecewaan atau penolakan saya atas sesuatu biasanya saya sampaikan langsung dan jarang menyampaikannya secara terbuka,’’ tulis penulis yang masuk dalam longlist The Man Booker International Prize 2016 itu.
Penolakan tersebut juga merupakan wujud nyata kekecewaan Eka kepada pemerintah. Belakangan, komitmen pemerintah terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM) juga mengkhawatirkan. ’’Problem masa lalu belum tuntas dan pelanggaran-pelanggaran baru terus terjadi,’’ ucapnya.
Sementara itu, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid menghargai keputusan Eka yang menolak penghargaan tersebut. ’’Bahwa kemudian Mas Eka tidak terima, ya kami tidak bisa memaksakan. Itu haknya beliau,’’ ungkap Hilmar dalam acara Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2019 di Istora Senayan kemarin.
Hilmar justru berterima kasih. Mengingatkan pemerintah bahwa masih banyak masalah kebebasan berekspresi yang belum tuntas. Termasuk kasus hilangnya penyair Widji Thukul pada 1997.