Fokus Mengubah Pola Pikir
SURABAYA, Jawa Pos – Kebijakan anggaran untuk peningkatan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan masih menjadi prioritas. Namun, ada catatan khusus untuk bidang kesehatan. DPRD menyoroti rendahnya indeks pembangunan kesehatan masyarakat (IPKM) yang masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan daerah lain. Pemkot diminta memberikan porsi lebih untuk program pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Berdasar data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kota Surabaya tidak masuk 10 besar untuk daerah dengan IPKM terbaik. Nilainya masih jauh lebih rendah daripada Kabupaten Gianyar, Bali, yang menduduki peringkat pertama se-Indonesia.
Padahal, jika dilihat dari postur anggarannya, Gianyar memiliki kekuatan APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) yang jauh lebih kecil daripada Surabaya. Wilayah dengan populasi penduduk kurang dari 500 ribu jiwa tersebut hanya memiliki APBD Rp 2,5 triliun pada 2019. Sementara itu, Surabaya yang populasi penduduknya 2,9 juta jiwa memiliki kekuatan APBD Rp 9,5 triliun.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti menilai kebijakan anggaran untuk bidang kesehatan harus mengarah ke IPKM. Sebab, ada 24 indeks di dalam IPKM yang sudah mencakup banyak hal. ”Dengan kondisi Surabaya yang padat penduduk, itu menjadi tantangan tersendiri,” ujarnya kemarin (10/10).
Reni menyebut salah satu indeks yang menjadi indikator adalah prevalensi balita gizi buruk. Menurut dia, kasus gizi buruk masih menjadi catatan untuk pemerintah. Sebab, kasus gizi buruk masih ada di beberapa wilayah di Surabaya.
Ada pula prevalensi penderita ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) yang menjadi salah satu indikator IPKM. Di Surabaya, jumlah penderita ISPA masih cukup tinggi. ”Ini menjadi PR kita bersama,” kata politikus PKS itu.
Reni menilai arah kebijakan anggaran dalam KUA-PPAS (kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara) harus mengarah ke program preventif, promotif, dan kuratif. Masyarakat mulai dibudayakan untuk mencegah daripada mengobati. ”Jadi, tolok ukurnya bukan seberapa banyak orang sakit yang pergi berobat. Tapi, angka kunjungan ke rumah sakit atau puskesmas itu terkait konsultasi kesehatan,” terangnya.
Hal tersebut sangat berkaitan dengan SDM di bidang kesehatan. Karena itu, selain infrastruktur, prioritas anggaran untuk APBD 2020 harus mengarah ke peningkatan SDM. Baik untuk petugas maupun masyarakat.
Hal senada diungkapkan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya Adi Sutarwijono. Menurut dia, peningkatan kualitas SDM tidak hanya dilakukan di bidang kesehatan. Layanan pendidikan juga harus didukung dengan SDM yang mumpuni.
Pejabat yang akrab disapa Awi itu mengapresiasi postur APBD 2020 yang memprioritaskan bidang tersebut. Persentasenya sudah di atas 20 persen untuk bidang pendidikan dan 10 persen untuk bidang kesehatan. ”Tapi, arah kebijakannya yang harus diperhatikan. Sebab, selain infrastruktur, kualitas SDM itu penting,” tuturnya. Politikus PDIP tersebut memastikan akan merapatkan hal itu bersama pemkot.(adi/c7/ano)
APBD 2020 merupakan yang terakhir dikelola Pemkot Surabaya di bawah Wali Kota Tri Rismaharini secara penuh. Sebab, pada 2021, masa bakti Risma berakhir. Dalam setahun terakhir menjabat wali kota, Risma akan memberikan perhatian lebih pada sektor sumber daya manusia. Terutama soal mengubah pola pikir.
Risma mengungkapkan bertemu dengan salah satu anggota dewan reformasi pendidikan Korea Selatan saat lawatan ke Busan awal Oktober lalu. Sudah lama Risma ingin bertemu dengan orang yang menggagas pendidikan di Korsel bisa bergerak dengan bagus. Sebab, Korsel dikenal tidak hanya dari sektor industrinya. Tapi, juga kesenian, teknologi, dan pendidikan. ”Dia bilang aku mau bantu kamu, tapi aku lihat dulu negaramu. Pendidikan itu yang utama cinta negara dulu,” ujar Risma.
Yang menjadi isu utama dalam peningkatan SDM itu adalah mengubah pola pikir. Misalnya, belajar matematika tidak sekadar untuk lulus ujian atau mendapatkan nilai baik. Tapi, untuk memecahkan persoalan kekinian dan masa depan. ”Berpikir untuk 100 tahun ke depan. Makanya nanti aku ketemu kepala sekolah. Memang agak sulit ini,” ungkap Risma.
Salah satu kesulitan itu adalah adanya kurikulum pendidikan yang ditentukan pemerintah pusat. Nah, pemda hanya bisa menjalankan kebijakan tersebut. Namun, menurut Risma, ada waktuwaktu tertentu yang bisa dimanfaatkan untuk menggugah rasa ingin tahu pelajar di Surabaya. Tujuannya, mereka bisa berpikir lebih maju ke depan. ”Yang diajarkan adalah bagaimana membuat visi dan bagaimana mewujudkan visi itu,” jelas alumnus ITS tersebut.
Risma menyebutkan, menjalankan rencana strategis itu memang tidak bergantung pada seberapa besar anggaran di KUA. Namun, dia lebih menekankan pada transformasi pengetahuan. Salah satu fondasinya adalah cinta tanah air dan kekayaan alam di dalamnya.
Sementara itu, Kepala Bappeko Surabaya Eri Cahyadi mengungkapkan, KUA yang sudah dikirim ke DPRD Surabaya itu juga berisi tentang pembangunan infrastruktur di Surabaya. Terutama proyek-proyek besar seperti jalan lingkar luar timur dan jalan lingkar luar barat. Pengentasan kemiskinan dan peningkatan sumber daya manusia juga menjadi bahasan utama dalam KUA tersebut.