Lebih Khawatir Harga Tanah Turun
SEMBURAN lumpur di kawasan Kutisari memang tidak terlalu membuat warga geger. Beberapa warga malah lebih waswas jika harga properti di kawasan tersebut turun. Sementara itu, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menyebutkan, minyak tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan.
Dari sepanjang pengamatan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya, sudah ada empat titik saluran yang mengeluarkan minyak. Namun, warga Jalan Raya Kutisari Indah Utara III masih tenang. Warga pun seakan sudah terbiasa dengan fenomena itu.
Nasral, salah seorang warga di Jalan Kutisari Indah II, mengatakan, semburan minyak di permukimannya sudah berlangsung cukup lama. ”Saya pindah ke sini sekitar 2010,” ujarnya.
Menurut warga sekitar, tidak pernah terjadi hal-hal aneh. Apalagi dia tahu bahwa lokasi tersebut bekas sumur minyak pada zaman penjajahan Belanda. ”Kejadian umum di sini. Rame lagi ada semburan di gang sebelah,” katanya.
Namun, bukan perkara semburan yang membuat dia khawatir, melainkan potensi harga properti di wilayahnya. Menurut dia, hal itu bisa saja memengaruhi pembeli. Yang awalnya sudah sreg, pembeli malah tidak mau karena ada semburan itu.
Memang saat ini belum ada dampak yang signifikan terhadap harga tanah. Harganya masih wajar. Yakni, Rp 10 juta–Rp 15 juta per meter persegi. Nasral berharap semburan tersebut bisa tertangani dengan baik. ”Kalau bisa, segera dihentikan saja,” ujarnya.
Ketua IAGI Jatim Handoko Teguh Wibowo menyebutkan, semburan itu sebenarnya bisa saja dimanfaatkan, tapi kurang efisien. ”Misalnya, gas metana (methane) yang keluar bisa dipakai. Tetapi, paling hanya cukup untuk satu kompor,” ujarnya.
Sementaraitu,minyaknyatergolong heavy crude oil. Minyak jenis tersebut lebih sulit diolah. ”Hasil akhir penyulingan biasanya adalah aspal,” katanya.
SURABAYA, Jawa Pos – Sudah 18 hari sejak kali pertama semburan minyak muncul di Jalan Kutisari Indah III Nomor 19 pada 23 September. Namun, hingga kemarin (10/10) material yang keluar belum menunjukkan penurunan volume. Sempat didominasi air, kini kadar minyak lebih banyak. Dinas lingkungan hidup (DLH) memutuskan untuk membangun separator guna menangani luapan heavy crude oil tersebut.
Kemarin tim dinas perumahan rakyat kawasan permukiman cipta karya dan tata ruang (DPRKP CKTR) mulai turun ke lapangan. Mereka membawa perlengkapan untuk membangun separator. Mulai tandon dengan kapasitas 550 liter dan 1.100 liter hingga grease trap.
Media itulah yang nanti berfungsi untuk memisahkan material sesuai jenisnya, minyak dan air. Kabid Bangunan Gedung DPRKP CKTR Surabaya Iman Kristian Maharhandono mengatakan, pembuatan separator dimulai dengan peninggian bak semburan. Menggunakan buis beton dan tandon plastik.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya
3 4 5 Eko Agus Supiadi mengatakan, pembangunan sarana itu merupakan hasil koordinasi dengan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Jatim dan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESD) Jatim. ”Kami sudah menggelar pertemuan. Akhirnya, diputuskan membuat penanganan sementara tersebut,” katanya.
Hingga kini penyebab pasti keluarnya semburan belum diketahui. Kalau ditutup, memang rawan karena bisa berpindah ke lokasi lain. Apalagi jika benar penyebabnya adalah retakan di dalam tanah.
Penyediaan alat tersebut menggunakan APBD dari pemkot. Bukan dari provinsi seperti yang dibahas pada pertemuan sebelumnya. Sebab, pemkot keberatan jika status peristiwa alam itu ditingkatkan menjadi darurat.
”Pemkot Surabaya masih bisa menangani kejadian itu. Soal status darurat memang hanya administrasi. Namun, kami memikirkan dampak sosialnya,” tambah Kasi Pemantauan dan Pengendalian Kualitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya Ulfiani Ekasari.