Honor Kecil, Khawatir PPK Tak Laku
KPU Minta Standar Biaya Dinaikkan
JAKARTA, Jawa Pos – Usulan standar honor untuk penyelenggara ad hoc pilkada di bawah KPU akhirnya disetujui Kementerian Keuangan. Hanya, KPU menyatakan keberatan atas persetujuan honor tersebut. Khususnya untuk penyelenggara di level panitia pemilihan kecamatan (PPK). KPU hendak mengusulkan itu kembali kepada Kemenkeu karena nilai honor tersebut tidak pas dengan beban kerja.
Dalam standar yang disetujui Kemenkeu, honor untuk PPK sebesar Rp 2,2 juta. ’’Usulan kami Rp 2,9 juta,’’ terang Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi kemarin (18/10). Keberatan diajukan lantaran angka yang disetujui Kemenkeu itu sama dengan nilai honor panitia pengawas kecamatan (panwascam).
Menurut dia, sebetulnya tidak ada masalah bila angka yang disetujui kurang dari yang diusulkan KPU. Hanya, jangan sampai nilainya persis dengan pengawas di level yang sama. Sebab, PPK punya beban kerja yang lebih besar. Karena itu, seharusnya standarnya juga tidak sama dengan panwascam.
Mantan ketua Bawaslu Provinsi Banten itu menjelaskan, ada beberapa tugas lain dari PPK di luar manajemen pemilihan dan rekapitulasi suara di levelnya. Misalnya, membantu pemutakhiran data pemilih yang dilaksanakan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP).
Kemudian, membantu mengelola logistik pemilihan di level kabupaten/ kota hingga distribusinya ke PPS atau bahkan TPS. Juga memonitor penarikan logistik pasca pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
Ada beberapa hal yang dikhawatirkan pihaknya bila standar tersebut sama dengan panwascam. ’’Orang yang mau mendaftar menjadi PPK bisa turun,’’ lanjutnya. Sebab, mereka akan merasa dengan honor yang sama, beban kerja menjadi pengawas tidak sebesar menjadi penyelenggara.
Kalaupun ada yang mau menjadi PPK dengan standar yang sama, kualitas kerjanya juga berpotensi turun. Sebab, beban kerja koleganya di pengawasan tidak sebesar dia. ’’Kami mengusulkan, kalau memang tidak bisa Rp 2,9 juta, setidaknya bisa disetujui Rp 2,6 juta,’’ tambahnya. KPU akan bersurat kembali kepada Kemenkeu untuk menyampaikan usulan tersebut.
Di sisi lain, hingga kemarin masih ada 30 daerah yang belum melaksanakan penandatanganan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Berdasarkan laporan jajaran KPU di daerah, memang ada sejumlah daerah yang tidak siap melaksanakan pilkada. Bahkan, ada pula yang beranggapan bahwa pilkada adalah hajatan KPU.
Ketua KPU Arief Budiman menyatakan, meskipun pihaknya optimistis NPHD bisa selesai, tetap harus ada solusi yang tegas. Sebab, problem tersebut hampir pasti akan berulang pada pilkada berikutnya. ’’Kami akan kembali mengusulkan agar pilkada didanai APBN,’’ ujarnya.
Skemanya adalah memotong dana transfer daerah pada tahun pilkada untuk membiayai tahapan pemilihan. Usulan tersebut menjadi bagian daftar isian masalah (DIM) untuk revisi UU Pilkada.