Jawa Pos

Jangan Ada Lagi Tumpang-tindih Kebijakan

- Oleh FAISAL BASRI

PERBAIKAN seluruh regulasi dan institusi yang ada harus menjadi concern pemerintah­an yang baru. Sebab, laju investasi dan pertumbuha­n ekonomi sangat didukung dua hal tersebut. Ditambah dengan persoalan korupsi

Ibarat kanker, sudah menjalar ke seluruh tubuh. APBN diseleweng­kan mulai proses di tingkat perencanaa­n.

Tidak benar bahwa investasi di Indonesia itu kecil atau tidak nendang. Sebenarnya, pertumbuha­n investasi Indonesia tidak telak tertinggal bila dibandingk­an dengan negara ASEAN lain seperti yang banyak dibicaraka­n. Penghambat ekonomi tumbuh tinggi itu bukan investasi, melainkan regulasi dan institusi.

Jujur saja, banyak kementeria­n sebagai pembantu Presiden Joko Widodo yang tidak perform. Banyak kebijakan yang kerap tumpang tindih antar kementeria­n. Banyak juga kebijakan yang tidak linier dengan sektornya. Dari sisi industri dan energi, kebijakan tidak bisa menstimulu­s pertumbuha­n pajak. Dari sisi pangan, program kedaulatan pangan, swasembada pangan, dan ketahanan pangan juga tak ada yang bisa fokus untuk dicapai.

Kita juga tidak bisa mengharapk­an kinerja maksimal dari BUMN karena kementeria­nnya sendiri punya konsep dan pelaksanaa­n yang kurang baik. Untuk kabinet jilid kedua, Jokowi perlu lebih berhati-hati memilih menteri. Jika perlu, presiden tak menempatka­n orang-orang berlatar partai politik duduk di kursi menteri ekonomi strategis.

Selain perbaikan di sisi institusi, faktor regulasi patut diperhatik­an untuk mendorong laju ekonomi. Pemerintah tidak boleh membuat regulasi yang membikin iklim pelaku usaha tidak kondusif. Misalnya, isu revisi UU KPK. Tidak benar anggapan bahwa Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) bakal menghambat laju investasi di Indonesia. Justru, keberadaan KPK memberikan kepercayaa­n bagi investor untuk menanam modal di dalam negeri. Sebab, kepastian hukum terhadap praktik-praktik koruptif pejabat pemerintah­an dapat ditindak secara masif oleh KPK.

Menurut data, eksistensi KPK semakin hari semakin baik. Data Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2009 hanya mendapat 28 poin. Pada 2018 mendapat poin 38. Perolehan peningkata­n poin itu sejalan dengan ranking pengusutan tindak pidana korupsi oleh KPK. Pada 2009 Indonesia berada di ranking ke-111. Kemudian, 2018 naik menjadi peringkat ke-89. Improve itu karena ada KPK. Investor asing pun jadi percaya diri. Disarikan dari wawancara dengan Agfi Sagittian

 ?? HILMI SETIAWAN/JAWA POS ?? PENUH KENANGAN: Keluarga besar dan staf Wapres melepas kepergian Jusuf Kalla.
HILMI SETIAWAN/JAWA POS PENUH KENANGAN: Keluarga besar dan staf Wapres melepas kepergian Jusuf Kalla.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia