Jawa Pos

Perhatikan Wajah Kawasan saat Pugar BCB

-

SURABAYA, Jawa Pos – Salah satu bangunan cagar budaya (BCB) di Jalan Rajawali 35 dipugar. Bagian atap bangunan dibongkar. Daun jendela di sisi atas juga dilepas. Dari luar terlihat, bagian kuda-kuda pada atap bangunan diganti dengan rangka baja ringan.

Pintu utama pada bagian depan tertutup. Ada rombong atau lapak pedagang kaki lima (PKL) di depan pintu tersebut, tapi sudah tidak terpakai. Temboktemb­ok di samping gedung berlumut tebal.

Dari plakat yang ditempel pada tembok depan, BCB itu berlabel ”Gudang”. Gedung yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya sesuai SK Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/004/402.1.04 /1998 tersebut memiliki arsitektur bangunan kolonial sebagai penunjang kawasan kota lama.

Direktur Surabaya Heritage Society Freddy H. Istanto mengatakan, bangunan cagar budaya memang perlu menjadi perhatian tersendiri. Terutama ketika renovasi. Jangan sampai renovasi mengubah atau merusak bentuk gedung yang sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.

Freddy menyebutka­n, untuk sebuah bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya, harus diketahui kisah sejarahnya. Karena itu, ada tipe-tipe bangunan cagar budaya. Yakni, tipe A, B, dan C. Masing-masing memiliki tingkat kesejaraha­n yang berbeda-beda. Pemugaran atau renovasi tak boleh sembaranga­n.

Karena itu, jika ada pemugaran pada bangunan cagar budaya, pemerintah harus turut mengawasi. Termasuk yang ada di Jalan Rajawali. Dengan begitu, hasilnya tidak merusak wajah kawasan (street picture) di sana. ”Karena konservasi juga mencakup lingkungan­nya, kawasannya, jadi wajahnya tidak boleh diubah,” tuturnya.

Dia mengakui, kondisi lapuk pada bangunan memang tidak bisa dihindari. Misalnya karena usia atau waktu, faktor alam, getaran, dan polusi. Karena itu, BCB direkomend­asikan untuk diperbaiki. ”Pengawasan pemerintah penting. Penggantia­n elemen bahan harus seizin tim cagar budaya,” katanya.

Pengawasan, papar dia, tidak hanya terpusat pada pemerintah, tetapi juga aparat setempat seperti satpol PP dan masyarakat di sekitar bangunan. ”Mata harus jeli. Peduli dengan lingkungan­nya,” imbuhnya.

(anterior cruciate ligament, Red), PCL (posterior cruciate ligament), sendi lutut,

 ?? AHMAD KHUSAINI/JAWA POS ?? dalam kondisi lelah atau mengantuk.
Kondisi tersebut membuat konsentras­i berkurang. Ditambah lagi, ruas jalan yang lebar dan sepinya arus lalu lintas membuat mereka mengemudik­an kendaraan dengan kecepatan tinggi. Akibatnya, kecelakaan pun tak bisa dihindari. ”Kecelakaan bervariasi. Antara kendaraan
roda dua dan roda empat atau sesama jenis kendaraan. Untuk kecelakaan tunggal, angkanya lebih sedikit,” jelasnya.
Kondisi tersebut menuntut pihaknya melakukan upaya pencegahan. Salah satunya, rekayasa lalu lintas dan penambahan personel di titik-titik rawan. Juga dilakukan koordinasi dengan Dinas Perhubunga­n SUDAH LAPUK: Bangunan cagar budaya di Jalan Rajawali 35 yang memiliki arsitektur kolonial dipugar.
AHMAD KHUSAINI/JAWA POS dalam kondisi lelah atau mengantuk. Kondisi tersebut membuat konsentras­i berkurang. Ditambah lagi, ruas jalan yang lebar dan sepinya arus lalu lintas membuat mereka mengemudik­an kendaraan dengan kecepatan tinggi. Akibatnya, kecelakaan pun tak bisa dihindari. ”Kecelakaan bervariasi. Antara kendaraan roda dua dan roda empat atau sesama jenis kendaraan. Untuk kecelakaan tunggal, angkanya lebih sedikit,” jelasnya. Kondisi tersebut menuntut pihaknya melakukan upaya pencegahan. Salah satunya, rekayasa lalu lintas dan penambahan personel di titik-titik rawan. Juga dilakukan koordinasi dengan Dinas Perhubunga­n SUDAH LAPUK: Bangunan cagar budaya di Jalan Rajawali 35 yang memiliki arsitektur kolonial dipugar.
 ?? PUJI TYAS/JAWA POS ?? EDUKASI MEDIS: Dr dr Dwikora Novembri U. SpOT (K) FICS memaparkan tentang cedera olahraga di RS Al Irsyad kemarin (20/10).
PUJI TYAS/JAWA POS EDUKASI MEDIS: Dr dr Dwikora Novembri U. SpOT (K) FICS memaparkan tentang cedera olahraga di RS Al Irsyad kemarin (20/10).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia