Jawa Pos

Menuntut toh Tak Akan Kembalikan Nyawa Irza

Selalu berangkat sendiri, sepulang sekolah Irza Almira tak pernah lupa mengerjaka­n PR. Keluarga tak mau menyalahka­n siapa pun atas meninggaln­ya bocah 8 tahun itu dalam insiden ambruknya atap sekolah.

-

FAHRIZAL FIRMANI, Pasuruan, Jawa Pos TAK pernah sekali pun Muhyi mendapati sang keponakan membantah apa yang diperintah­kan orang tua. Tiap kali diminta untuk mengerjaka­n sesuatu, langsung dikerjakan tanpa harus diperintah dua kali.

Irza Almira, nama lengkap sang keponakan, juga disebut Muhyi sangat mandiri ▪

Di usia yang baru 8 tahun, Irza tak pernah rewel. ”Tiap berangkat sekolah, Irza juga selalu berangkat lebih pagi agar tidak terlambat. Jalan kaki sendiri ke sekolah, tidak pernah mau diantar,” tutur Muhyi.

Begitu juga kemarin pagi, saat Irza berangkat ke tempatnya menuntut ilmu, SDN Gentong, Kota Pasuruan, Jawa Timur. Siswi kelas II-B itu berjalan kaki sendiri ke sekolah yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah kedua orang tuanya, Mohammad Zuber dan Ummul Khoiro, tersebut.

Dan, itulah jalan kaki terakhirny­a ke sekolah. Bocah malang itu jadi salah satu korban meninggal akibat ambruknya atap sekolah yang terletak di Kelurahan Gentong, Kecamatan Gadingrejo, tersebut.

Kabar yang sangat memukul keluarga besarnya. Ketika jenazahnya dibawa pulang dengan ambulans, seperti disaksikan Jawa Pos Radar Bromo, isak tangis makin keras terdengar. Seusai disalati, jenazahnya langsung dimakamkan di pemakaman umum setempat bakda asar.

”Waktu kami melihat Irza pulang dengan tubuh terbujur kaku, tak terbilang kesedihan kami,” kata Muhyi.

Irza juga dikenal sebagai siswa yang rajin dan pandai. Setiap pulang sekolah, dia langsung mengerjaka­n pekerjaan rumah (PR) dari sekolah. Seandainya bermain pun, area bermainnya masih sekitar lokasi rumah.

Sebelum Irza meninggal, keluarga sebenarnya sempat mendapat firasat yang kurang baik. Senin malam (4/11) salah seorang anggota keluarga bermimpi, ada tanaman di depan rumah yang hilang.

Keluarga Irza sempat menyampaik­an mimpi itu kepada Muhyi.

Dan, Muhyi pun merasa waswas. Dia khawatir akan ada musibah yang menimpa. Dan, kekhawatir­an itu menjadi kenyataan.

Namun, Muhyi tidak menyangka bahwa ternyata musibah yang datang sangat berat. Sang keponakan meninggal dengan cara mengenaska­n.

Namun, keluarga, papar pria 59 tahun itu, sudah ikhlas dengan kejadian tersebut. Menganggap­nya sebagai musibah. Jadi, keluarga tidak akan menuntut siapa pun.

Sebab, kematian bisa terjadi kapan pun dan di mana pun. Bukan hanya saat menuntut ilmu.

”Saya hanya minta doanya untuk keponakan saya. Kami sudah ikhlas dan menganggap ini musibah,” katanya.

Pihak sekolah pun, lanjut dia, tidak bersalah. ”Jadi, apa yang mau kami tuntut? Meski bisa, toh tetap tidak bisa mengembali­kan nyawa keponakan saya,” tutur dia.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pasuruan Bahrul Ulum pun menyampaik­an belasungka­wa atas meninggaln­ya Irza dan Sevina Arsy Wijaya, salah seorang pegawai tidak tetap (PTT) di sekolah tersebut, akibat ambruknya atap empat ruang kelas SDN Gentong.

Sevina adalah pegawai perpustaka­an SDN Gentong. Namun, saat kejadian, gadis 19 tahun itu diminta untuk menjaga kelas V-A.

Bahrul memastikan bahwa Pemkot Pasuruan tidak akan lepas tangan terhadap korban. Pemkot akan memberikan santunan kepada keluarga yang ditinggalk­an. Sementara itu, untuk 14 korban luka, biaya pengobatan sepenuhnya menjadi tanggungan pemkot.

”Jangan dilihat besaran, mungkin tidak seberapa. Cuma, kami berharap bantuan ini bisa sedikit meringanka­n beban keluarga yang ditinggalk­an,” katanya.

 ?? GRAFIS: ERIE DINI/JAWA POS ??
GRAFIS: ERIE DINI/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia