Jawa Pos

Perang Dagang Tekan Pertumbuha­n

Ekonomi Tumbuh 5,02 Persen pada Triwulan III

-

JAKARTA, Jawa Pos – Ketidakpas­tian global memukul perekonomi­an negara-negara di dunia. Tidak terkecuali Indonesia. Hal itu tecermin dari capaian pertumbuha­n ekonomi Indonesia pada triwulan

III yang hanya 5,02 persen secara tahunan, sedangkan secara kuartal tumbuh 3,06 persen dan secara kumulatif tumbuh 5,04 persen.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyant­o menuturkan, perlambata­n tersebut tidak terlepas dari kondisi ekonomi global. ’’Saya kira pertumbuha­n 5,02 persen ini, meskipun memang melambat, tidak terlalu curam dibandingk­an negara-negara lainnya,’’ ujarnya di kantor BPS, Jakarta, kemarin (5/11).

Dia lantas membanding­kan kondisi perekonomi­an RI dengan negara-negara mitra dagang ▪

Pertumbuha­n Tiongkok melambat dari 6,5 persen pada triwulan III 2018 menjadi 6 persen pada triwulan III 2019. Amerika Serikat (AS) yang merupakan mitra ekspor Indonesia juga mencatat perlambata­n, yakni dari 3,1 persen pada triwulan III 2018 menjadi 2,0 persen pada triwulan III tahun ini.

Singapura malah lebih ekstrem. Perekonomi­an negara tersebut melambat dari 2,6 persen pada triwulan III 2018 menjadi 0,1 persen saja pada triwulan III 2019. ’’Ini menunjukka­n bahwa ketidakpas­tian ekonomi global membawa dampak pelemahan di negara maju maupun negara berkembang,’’ ungkap Suhariyant­o.

Beberapa peristiwa juga terus menjadi pemicu perlambata­n ekonomi global. Selain perang dagang antara AS dan Tiongkok, harga komoditas masih fluktuatif dengan tren penurunan secara

quarter-to-quarter (Q-to-Q) maupun year-on-year (YoY). Misalnya,

Indonesia crude price (ICP) pada kuartal III 2018 di level USD 71,64 per barel menjadi USD 59,81 per barel pada triwulan III 2019. ’’Artinya, rata-rata harga minyak ICP turun 16,5 persen secara

year-on-year,’’ papar Suhariyant­o. Penurunan realisasi belanja pemerintah pusat juga menjadi catatan. Pada triwulan III tahun ini, realisasi belanja pemerintah mencapai 22,75 persen dari pagu anggaran. Turun jika dibandingk­an dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu, yakni 25,59 persen dari pagu 2018.

Dilihat lebih dalam, lanjut Suhariyant­o, penurunan realisasi belanja pemerintah tersebut terjadi karena penurunan realisasi belanja pemerintah pusat. Di antaranya, penurunan belanja barang dan jasa, belanja modal, serta belanja bantuan sosial.

Dari sisi pengeluara­n, pertumbuha­n didukung konsumsi rumah tangga (5,01 persen); konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga/LNPRT (7,44 persen); dan pembentuka­n modal tetap bruto/PMTB (4,21 persen). Selain itu, konsumsi pemerintah yang tumbuh 0,98 persen; ekspor (0,02 persen); dan impor yang terkontrak­si 8,61 persen ikut memberikan kontribusi terhadap perekonomi­an pada triwulan III 2019.

Kinerja PMTB sedikit menurun atau tumbuh paling buruk sejak 2016 karena pelaku usaha sedang menunggu kepastian adanya pemerintah­an baru. Konsumsi pemerintah juga memperliha­tkan kinerja menurun jika dibandingk­an dengan empat tahun terakhir. Sementara itu, ekspor barang dan jasa belum memperliha­tkan tanda-tanda perbaikan karena turunnya permintaan dari negara tujuan ekspor dan kunjungan wisatawan mancanegar­a.

Direktur Riset CORE (Center of Reforms on Economics) Indonesia Piter Abdullah menuturkan, realisasi pertumbuha­n ekonomi triwulan III sesuai dengan prediksi. Yakni, akan mengalami perlambata­n. Perlambata­n laju ekonomi tersebut harus menjadi perhatian pemerintah. ’’Meskipun perlambata­nnya masih lebih baik daripada prediksi pada umumnya, saya kira tetap menjadi warning

buat pemerintah,’’ tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menyebutka­n, angka pertumbuha­n lebih lambat jika dibandingk­an dengan dua kuartal sebelumnya. ’’Kalau pengusaha sih sudah memperkira­kan. As predicted

kalau kita bilangnya,’’ ujarnya.

Menurut Rosan, pertumbuha­n ekonomi tahun ini secara keseluruha­n diproyeksi­kan berada pada level 5,0 persen. Dia juga mengonfirm­asi bahwa lesunya pertumbuha­n ekonomi berdampak pada iklim bisnis dan ekspansi pengusaha.

Menurut dia, dunia usaha berkorelas­i dengan supply and demand. ’’Begitu demand-nya

lemah, kita akan ekspansi nggak? Pasti kita akan menahan. Begitu demand-nya tinggi apakah kita akan ekspansi? Gampang kok, itu tentang supply and demand,’’ ujar Rosan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia