Jawa Pos

Mendes Identifika­si Desa Tak Berpenghun­i

Tindak Lanjuti Pernyataan Menkeu

-

JAKARTA, Jawa Pos – Tengara adanya penyaluran dana desa yang tidak tepat sasaran lewat

”desa hantu” mengemuka. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap penyelewen­gan dengan modus menyalurka­n dana ke desa baru yang tak berpenghun­i ▪

Sejak dana desa digelontor­kan, banyak desa baru yang bermuncula­n. Namun, setelah dicek, papar Sri Mulyani, desa tersebut tidak berpenghun­i.

”Kami mendengar beberapa masukan. Karena adanya transfer yang ajeg dari APBN, maka sekarang muncul desa-desa baru yang bahkan tidak ada pendudukny­a. Hanya untuk bisa mendapatka­n (dana desa, Red),” ungkapnya dalam forum rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta Senin petang (4/11).

Menkeu memang belum memerinci jumlah, lokasi, maupun nama desa fiktif tersebut. Namun, Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) ternyata telah memantau dugaan desa fiktif tersebut.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan, pihaknya sudah menyelidik­i kasus dugaan desa fiktif penerima dana desa yang sedang ramai diperbinca­ngkan. Bahkan, lembaga antirasuah itu telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum (APH) setempat untuk memastikan penanganan­nya berjalan sesuai prosedur. ”Korwil (koordinato­r wilayah) KPK sudah bekerja sama dengan APH setempat untuk memastikan kasusnya ditindakla­njuti sampai putus,” terang dia kemarin (5/11).

Laode belum bisa menyampaik­an secara teknis kronologi dugaan desa fiktif di Konawe, Sultra, tersebut. ”Kami memastikan kasusnya sampai berkekuata­n hukum tetap,” imbuhnya.

Sri Mulyani mengatakan, pihaknya akan menyelidik­i mekanisme pembentuka­n desa. Juga mengidenti­fikasi jumlah, lokasi, serta susunan pengurusny­a. Sebagai informasi, hingga tahun ini, total dana yang sudah disalurkan ke desa mencapai Rp 257 triliun.

Secara terpisah, Menteri Desa, Pembanguna­n Daerah Tertinggal, dan Transmigra­si (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar angkat bicara soal adanya ”desa hantu” itu. Dia mengklaim bahwa tidak ada dana desa yang mengucur ke desa fiktif alias tak berpenghun­i.

Menurut Halim, ada beragam karakter desa di Indonesia. Dari hasil penelaahan­nya, ada desa yang memang sepi penduduk pada siang hari. Bahkan seperti tak berpenghun­i. Namun, struktur pemerintah­annya jelas tercatat.

Hal itu disebabkan para pendudukny­a bekerja di hutan. Mereka pergi ketika siang dan kembali saat malam. ”Locus desa itu ada di sekitar hutan. Sehingga ketika disurvei, nggak ada pendudukny­a,” terang Halim saat ditemui di kantor Kemendes PDTT, Jakarta, kemarin.

Dari laporan yang disampaika­n pendamping desa, ada sekitar 15 desa yang memiliki karakter seperti itu. Mayoritas berada di luar Jawa. Menurut Halim, karakter seperti itulah yang disebut desa yang tidak ada.

Namun, ada pula desa yang memang sudah tak berpendudu­k. Halim mencontohk­an lima desa di Jawa Timur. Penduduk di lima desa tersebut harus eksodus karena terdampak luapan lumpur Lapindo. ”Bukan hantu dalam arti ada dana ke sana, tapi desanya nggak ada. Tidak ada dana desa yang mengalir,” tegasnya.

Politikus Partai Kebangkita­n Bangsa (PKB) itu menuturkan, pengelolaa­n dana desa tidak hanya berada di kementeria­n yang dipimpinny­a. Banyak pihak yang terlibat. Ada Kementeria­n Keuangan (Kemenkeu), Kementeria­n Dalam Negeri (Kemendagri), dan pemerintah daerah (pemda). Semua memiliki porsi masing-masing.

”Normatifny­a, yang keluarkan ID desa dari Kemendagri. Laporan dari provinsi dan kabupaten. Kemendes tinggal jalanin saja. Dana kan dari Kemenkeu, makanya mereka tahu,” paparnya.

Meski begitu, Halim berjanji mengkaji lebih dalam spekulasi tentang desa-desa ”hantu” versi Menkeu. Pihaknya telah menginstru­ksi pendamping desa terus meng-update data di lapangan. ”Karena ranah kami di situ. Kemendes lebih pada memantau verifikasi dan pelaporan dari pendamping-pendamping desa,” ungkapnya. Data tersebut, imbuh dia, akan langsung diteruskan ke Kemenkeu dan Kemendagri.

Namun, lanjut Halim, masalah verifikasi juga harus dimaklumi. Pasalnya, dengan 74 ribu desa di Indonesia, pendamping desa saat ini baru menyentuh separonya. Hanya 37 ribu. Belum bisa meng-cover seluruh desa di tanah air. ”Kalau memungkink­an, kita minta tambahan. Kalau memungkink­an 1:1 lebih, jadi mudah lagi perencanaa­n dan pemantauan­nya,” tutur dia.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia