Real Count Pilkada Cukup Satu–Dua Hari
JAKARTA, Jawa Pos – Rencana penggunaan rekapitulasi elektronik atau e-rekap pada pilkada 2020 semakin terlihat. KPU menyatakan, sistem dan keamanannya masih terus dikembangkan untuk mencapai kondisi terbaik. Meski demikian, secara garis besar publik mulai bisa membayangkan bentuknya.
Yang paling utama dari e-rekap adalah penggunaan teknologi informasi. ’’Ini pengembangan dari situng (sistem informasi penghitungan suara),’’ terang Komisioner KPU Viryan Azis saat paparan di KPU kemarin (5/11).
Pengembangannya terbilang cukup signifikan jika dibandingkan dengan situng yang digunakan untuk Pemilu 2019. Sebagai perbandingan, data di situng berasal dari formulir C1 yang di-scan di KPU kabupaten/kota, kemudian dienkripsi menjadi angka. Setelah itu, keluar hasil real count. Sementara itu, data e-rekap berasal dari formulir C1 yang dipotret KPPS di TPS. Foto tersebut kemudian dikirimkan ke pusat data KPU untuk dienkripsi menjadi angka dan terjumlahkan. ”Pusat datanya di sini (Jakarta),’’ lanjut mantan komisioner KPU Kalimantan Barat itu.
Cara tersebut adalah opsi standar yang disiapkan KPU. Pihaknya juga mengantisipasi bila tidak tersedia jaringan data untuk mengirim foto di area sekitar TPS. ”Proses foto tetap dilakukan, tapi pengiriman dilakukan ketika mendapatkan akses jaringan,” tutur Viryan.
Atas dasar itu pula, pihaknya segera berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo. Dari 270 daerah penyelenggara pilkada, akan dipetakan wilayah mana saja yang infrastruktur dan koneksi internetnya baik serta mana yang tidak. KPU, kata Viryan, memang menargetkan seluruh daerah bisa menggunakan e-rekap. Hanya, bila jaringannya tidak mendukung, tidak bisa dipaksakan.
PKPU 15/2019 tentang tahapan, program, dan jadwal pilkada mengatur rekapitulasi pilbup dan pilwali berlangsung delapan hari. Sementara itu, pilgub berlangsung 12 hari. Rentang waktu tersebut bisa dipangkas menjadi 1–2 hari dengan menggunakan e-rekap.
Tidak ada lagi proses rekapitulasi di level kecamatan yang biasa dilakukan PPK. Bahkan, untuk pilgub, tidak perlu ada proses rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota. Dengan teknologi, rekapitulasi bisa dilakukan real time.
Saat ini yang masih terus dibahas adalah bentuk pengembangan akhir sistem tersebut. Juga bagaimana keamanan sistem itu nanti. Berdasar pengalaman Pemilu 2019, sistem situng tergolong aman. Bukan tidak mungkin, sistem keamanan situng hanya akan diperkuat dari yang sudah ada saat ini.
Viryan menuturkan, pihaknya sudah bertemu dengan rektor Institut teknologi Bandung (ITB) untuk membahas berbagai hal terkait situng. Sistem tersebut akan dioptimalkan sebelum diubah namanya menjadi e-rekap. Pekan ini pihaknya juga akan bertemu tim e-rekap ITB yang akan mengintegrasikan situng dengan sidalih dan silon. Yang jelas, tambah Viryan, sistem e-rekap didesain untuk memudahkan publik mengetahui hasil pemilihan dengan cepat. ’’Menjamin lebih transparan dan meminimalkan potensi kecurangan,’’ tambahnya.
Penggunaan e-rekap dengan model tersebut juga akan berdampak pada formulir. Penggunaan formulir nanti sangat minim. Sebab, para saksi peserta pilkada dan Bawaslu akan diberi salinan dalam bentuk digital.
Pihaknya juga menyiapkan langkah mitigasi untuk mengantisipasi persoalan hukum yang bersumber dari penggunaan e-rekap. Salah satunya mempertahankan sistem penghitungan suara secara manual dan terbuka di TPS. Dokumen tersebut adalah sumber data utama e-rekap.
Atas dasar itu pula, dalam rapat konsultasi bersama Komisi II DPR Senin (4/11), Ketua KPU Arief Budiman menyinggung dua hal tersebut. Yakni, penggunaan e-rekap dan salinan digital. ’’C1 plano difoto, kemudian itu disebar ke seluruh peserta pemilu,’’ terangnya. Dia berharap dua klausul tersebut bisa menjadi norma dalam revisi UU Pilkada.