Jawa Pos

Krematoriu­m Layani 30 Pengabuan Tiap Bulan

- Warga Lebih Memilih Menumpuk Kuburan

SURABAYA, Jawa Pos – Seluruh makam yang dikelola pemkot sudah terlalu penuh, kecuali Makam Keputih dan Babat Jerawat. Namun, banyak warga yang menolak jika diarahkan untuk memakamkan keluarga mereka di sana. Mereka lebih memilih untuk menumpuk jenazah di liang yang sama. Yang penting dekat dengan rumah.

Misalnya, yang terlihat di TPU Ngagel. Nisan-nisan terpasang tak beraturan. Nyaris tak berjarak. Dalam satu liang bisa terdapat tiga nisan yang dipasang. Ada juga satu nisan yang berisi daftar nama jenazah yang dimakamkan di liang itu.

Dinas kebersihan dan ruang terbuka hijau (DKRTH) menerima banyak keluhan soal makam saat pembahasan APBD 2020. Dewan dari berbagai dapil meminta persoalan makam tumpuk tersebut diselesaik­an.

Plt Kepala DKRTH Eri Cahyadi sudah menginstru­ksikan jajarannya untuk selalu mengarahka­n penggunaan makam yang masih kosong. Namun, warga selalu menolak tawaran petugas. ’’Susah, Pak. Itu sudah menjadi budaya. Rata-rata enggak mau kalau jauh dari tempat tinggal,’’ katanya.

Dua TPU yang masih memiliki lahan kosong itu memang berada di ujung kota Surabaya. TPU Keputih berada di wilayah timur Surabaya, sedangkan TPU Babat Jerawat di wilayah barat. Mayoritas warga Surabaya Pusat, utara, dan selatan tak mau memakamkan anggota keluarga mereka di sana. Padahal, dua TPU pemkot itu tergolong paling rapi dan tertata. Jarak antarmakam diatur sehingga tidak terlihat simetris. Rumput makam juga rutin dipotong.

Harga retribusin­ya juga tak terpaut jauh. Retribusi di makam lama Rp 50 ribu saja. Itu hanya dibayar saat pemakaman pertama. Sementara itu, di dua makam baru tersebut nilainya hanya Rp 100 ribu yang dibayar per 3 tahun.

Pemkot terus menambah anggaran belanja untuk menyediaka­n lahan makam baru. Tahun depan, lahan di Waru Gunung mulai dibebaskan. Saat ini pemkot sudah memiliki 3 hektare lahan di sana. ’’Lahan pemkot ada di paling belakang. Perlu membebaska­n lahan untuk akses ke sana,’’ ujar Kepala UPT Makam Surabaya Aswin Agung.

Rencananya, pemkot membebaska­n 28 hektare lahan di Waru Gunung untuk menambah kantong makam. Khususnya di wilayah selatan. Di APBD 2020, anggaran baru disediakan untuk pembebasan 1,8 hektare lahan.

Aswin menerangka­n, makam Waru Gunung disiapkan untuk jangka panjang. Dalam beberapa tahun ke depan, Makam Keputih dan Babat Jerawat masih bisa menampung lahan makam.

Dia menambahka­n, pihaknya selalu menawarkan kepada warga untuk memanfaatk­an makam baru. Namun, bagi mereka yang masih ngotot ingin tetap menggunaka­n makam lama harus membuat surat pernyataan untuk menumpang makam.

SELAIN pemakaman, pemkot melayani pengabuan jenazah. Krematoriu­m yang berada di kompleks TPU Keputih beroperasi sejak empat bulan terakhir.

”Setiap bulan rata-rata melayani pengabuan 30 jenazah,” ujar Kepala UPT Makam Surabaya Aswin Agung. Di krematoriu­n itu, ada juga tempat persembahy­angan. Tarif yang dipatok lebih murah ketimbang krematoriu­m milik swasta.

Aswin menerangka­n, tarif pengabuan dibedakan berdasar jenis dan ketebalan peti mati. Semakin tebal kayu yang digunakan, pengabuann­ya akan semakin lama. Otomatis harganya makin mahal.

Tarif paling murah Rp 500 ribu dengan menggunaka­n peti model partikel. Biaya sewa tempat perawatan, termasuk penyiapan dan pelaksanaa­n upacara, Rp 300 ribu. Untuk peti dengan tebal 2 sentimeter, tarifnya Rp 1,2 juta. Yang paling mahal adalah peti dengan ketebalan 6 sentimeter. Tarifnya Rp 3 juta.

Pembanguna­n krematoriu­m itu sebenarnya tuntas pada 2017.

Namun, fasilitas tersebut tidak bisa langsung digunakan. Sebab, ada perombakan gedung untuk penyesuaia­n peralatan dan tungku. Tahun ini semuanya sudah beres.

 ?? PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS ?? PENUH SESAK: Kondisi TPU Ngagel yang padat.
PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS PENUH SESAK: Kondisi TPU Ngagel yang padat.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia