Bahas Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Ilmiah Internasional
SURABAYA, Jawa Pos – Dengan jumlah penutur mencapai 260 juta orang, bahasa Indonesia semestinya menjadi salah satu bahasa ilmiah internasional. Setidaknya ada di tataran ASEAN terlebih dulu. Hal tersebut disampaikan Prof Drs Koentjoro PhD dalam pertemuan Forum Dewan Guru Besar Indonesia kemarin (5/11).
Isu yang diangkat dalam pertemuan tersebut memang berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia di dunia ilmiah internasional. Tema yang diangkat kali ini adalah Bahasa Indonesia-Melayu sebagai Bahasa Ilmiah Internasional. Musyawarah Internasional dan Seminar FDGBI IV yang berlangsung di Golden Ballroom, Hotel Golden Tulip, tersebut dihadiri perwakilan 40 universitas di Indonesia.
Prof Dr Haris Supratno, salah seorang pemantik diskusi, merasa prihatin dengan keadaan jurnal-jurnal yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang tidak diakui berskala internasional. Hal tersebut dianggap menghambat perkembangan keilmuan karena terkendala bahasa. ”Setidaknya, kami bisa mendorong pengakuan dari pemerintah Indonesia sendiri dulu lah,” ucap guru besar FBS Unesa tersebut.
Koentjoro menambahkan, tak sedikit penyandang gelar doktor yang merasa kesulitan meraih gelar profesor karena bahasa. Karya-karya ilmiah yang mereka miliki tidak diakui hanya karena tidak ditulis dalam bahasa Inggris. ”Apakah bahasa itu membatasi seseorang untuk menjadi profesor, untuk berekspresi?” tutur Ketua Dewan Guru Besar UGM tersebut.
Hal itu akhirnya membuat jumlah guru besar di universitas tak banyak meningkat. Pria yang menjabat pembina pertimbangan DBGI tersebut menyebutkan, masih banyak universitas yang belum memiliki guru besar. ”Sedangkan, banyak juga universitas punya guru besar, tapi sedikit sekali,” jawabnya. Jika bahasa Indonesia sudah bisa diakui sebagai bahasa ilmiah internasional, harapannya jumlah profesor bisa meningkat. ”Itu salah satu tujuan utama yang kami usahakan,” sahut Haris.
Pengakuan kedudukan bahasa Indonesia tersebut memiliki banyak implikasi lain. Salah satunya berkaitan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ”Kenapa malah bahasa Inggris yang menjadi bahasa internasional di ASEAN?
Padahal, bahasa IndonesiaMelayu punya penutur lebih banyak,” jabar Koentjoro.
Di Singapura, bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa pilihan ketiga. ”Setiap tahun bisa 1.000–2.000 orang yang mulai belajar bahasa Indonesia,” tutur Endina Asri Widratama, BBA dari Learn Indonesia Asia, PTE LTD, Singapura.
Forum internasional itu dihadiri pemantik diskusi dari Singapura, Malaysia, Korea Selatan, hingga Thailand. Semua diskusi dilakukan dalam bahasa Indonesia dan dihadiri 200 orang. ”Ke depannya, kami ingin ada acara seperti ini dan ditambah dengan call for paper dalam bahasa Indonesia,” sambung Koentjoro.