Sharing dengan Seniman Asia, Hari Ghulur Ciptakan Buffering
SURABAYA, Jawa Pos – Dengan tubuh terikat, Hari Ghulur memutarkan kepalanya melawan arah jarum jam. Awalnya, dia memutar kepalanya secara pelanpelan. Kemudian, semakin lama gerakannya semakin cepat. Dia menamai materi awal tari tersebut Buffering.
Materi tari itu dibuatnya setelah menghadiri Asian Choreographer Networking di Jogja pada 29 Oktober–2 November lalu. Acara tersebut dihadiri seniman dari berbagai negara di Asia. Mulai Singapura, Vietnam, Thailand, hingga Indonesia. ’’Nah, sebenarnya ini kelanjutan dari para peserta yang pernah ikut American Dance Festival,’’ terang Hari saat ditemui di kantornya di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) kemarin (5/11).
Pria yang juga seorang dosen seni tari di STKW tersebut menjelaskan bahwa kegiatan dalam Asian Choreographer Networking diselenggarakan agar para alumnus bisa berkumpul dan ide kreatif bisa dimunculkan kembali. ’’Selain itu, kami bisa bertukar dan sharing kultur,’’ sambungnya.
Namun, yang paling disukainya adalah sesi berdiskusi untuk menemukan jalan keluar atau solusi buat masalah yang dihadapi tiap-tiap seniman. ’’Pas itu kami saling kasih tahu case kami apa. Tapi, bukannya langsung cari solusi, kami justru saling diskusi bagaimana kalau case yang bukan milik kami menjadi milik kami. Jadi kan kami bisa punya pandangan berbeda,’’ jelasnya.
Masalah yang Hari bawa adalah buffering atau loading dalam kehidupan. ’’Saya bertanya-tanya. Setiap orang pasti memiliki sesuatu yang sedang buffering di tubuh masingmasing. Sama kayak pas lagi mau nonton video YouTube itu kan terkadang buffering. Penyebabnya pun beda-beda,’’ tutur pria kelahiran 16 Oktober 1986 tersebut.
Dari situ, akhirnya dia membuat sebuah materi tari dengan judul Buffering. Hari sendiri ingin menyampaikan bahwa tingkat
buffering orang berbeda-beda dan cara mengekspresikannya pun berbeda. ’’Di dunia pertunjukan tari itu sangat nonverbal. Kami
nggak bisa bilang gaya sedih dengan bentuk yang sama. Bisa aja orang yang tertawa sangat kencang itu sebenarnya sangat sedih. Nggak melulu yang tertunduk dan menangis,’’ jelasnya.
Konsep tersebut akan dia bawa dalam
event Up-Close yang diselenggarakan Inspyro Moves di Bandung pada 7–10 November. ’’Di kelas saya sendiri nanti ada 14 dancer yang udah terpilih dari seluruh Indonesia. Goals-nya nanti saya pengin mereka bisa belajar bagaimana memecahkan masalah seperti yang telah saya pelajari di Asian Choreographer Networking itu. Sama membuat sebuah karya,’’ terangnya.